Banyak orang yang langsung menyerah dan tidak berani mulai berinvestasi karena selalu merasa dirinya tidak punya kemampuan.
Ilmu berinvestasi seolah-olah merupakan hal yang sangat sulit dipelajari. Atau mungkin investasi itu dianggap hanya cocok untuk orang-orang yang ahli.
Dalam hampir semua bidang, faktor keahlian memang menjadi garansi atau syarat mencapai keberhasilan. Hanya dokter bedah lulusan kampus terbaik yang paling layak dipercaya melakukan tranplantasi jantung. Hanya arsitek-arsitek hebat yang akan mampu merancang gedung pencakar langit yang mengagumkan.
Morgan Housel dalam bukunya "The Psychology of Money" mengatakan, agak berbeda dengan bidang lainnya, bidang keuangan (termasuk investasi) ternyata seringkali justru tak terlalu berkaitan dengan gelar sarjana, latar belakang pendidikan, pelatihan, pengalaman formal dan koneksi terbaik melainkan lebih ditentukan faktor psikologi dan perilaku seseorang. Â Â Â Â
Barangkali kita sudah pernah dengar kisah hidup Ronald Read, pria sederhana lulusan SMA yang bekerja sebagai petugas kebersihan dan penjaga pom bensin di Amerika.
Seseorang yang di akhir hidupnya sudah menggemparkan dunia karena diketahui punya harta diatas $ 8 juta hasil ketekunannya berinvestasi saham.
Housel mencatat dengan baik; ada hampir 3 juta orang Amerika yang meninggal di tahun 2014 (termasuk Read). Hanya kurang dari 4.000 orang yang tercatat punya harta $ 8 juta dan Read adalah salah satunya.
Lebih mengagumkan lagi, Read sudah mewasiatkan $ 6 juta dari harta kekayaannya itu diberikan ke rumah sakit dan perpustakaan setempat. Read dikenang dari seorang petugas kebersihan menjadi investor sekaligus filantropis.Â
Richard Fuscone punya kisah yang berbeda. Fuscone lulusan Harvard bergelar MBA. Kariernya di bidang keuangan sangat sukses sehingga bisa pensiun di usia 40-an untuk menjadi filantropis. Keahlian bisnis dan kepemimpinannya sangat diakui, berbagai penghargaan pun sudah diraih.
Tak ada yang mengira, krisis keuangan 2008 akhirnya membuat Fuscone hancur luluh. Sebelum krisis, ia baru saja meminjam uang dalam jumlah besar untuk memperluas rumahnya. Fuscone akhirnya terjebak hutang dalam jumlah yang besar dan membuatnya bangkrut. Satu per satu hartanya terpaksa dijual atau disita bank.
Ini bisa menjadi pembelajaran yang sangat menarik. Seseorang yang hanya berpendidikan SMA, bekerja sebagai petugas kebersihan akhirnya justru lebih berhasil dalam investasi dan keuangan pribadinya daripada seseorang dengan tingkat kecerdasan mengagumkan, lulusan Harvard bergelar MBA.
Sekali lagi, kejadian menarik ini sepertinya hanya mungkin terjadi di bidang keuangan, bukan di bidang yang lain. Seorang yang tak ahli ternyata bisa lebih sukses dan berhasil daripada seorang yang ahli.
Bila kisah Read masih terasa belum cukup meyakinkan, mari melihat kisah hidup dua orang investor saham legendaris yaitu Warren Buffett dan Lo Kheng Hong.
Buffett yang hampir selalu masuk dalam deretan orang terkaya sejagat dikenal karena kemampuan investasinya. Tapi jangan lupakan fakta bahwa ia punya latar belakang sebagai loper koran.
Buffett selalu mengatakan, setiap orang punya kesempatan yang sama untuk sukses berinvestasi saham. Ia juga selalu menerapkan logika dan prinsip kesederhanaan dalam memilih saham yang akan dibelinya.
Lo Kheng Hong, triliuner saham yang sering disebut "Warren Buffettnya Indonesia" juga punya latar belakang dari keluarga sederhana. Lo hanya seorang mantan pegawai tata usaha di sebuah bank swasta yang pekerjaannya sehari-hari memfoto copy kelengkapan administrasi nasabah yang ingin mengajukan kredit.
Sambil bekerja, Lo juga kuliah di salah satu kampus "tak bernama" di Jakarta yang tak punya gedung sendiri. Lo bukanlah lulusan ilmu ekonomi atau akuntansi melainkan sarjana jurusan Sastra Inggris.
Tapi siapa yang mengira, Lo bisa menjadi investor saham yang sukses dan meraih kekayaan dalam jumlah yang sangat besar. Dengan agak berkelakar, ia sering membandingkan dirinya yang hanya lulusan kampus sederhana namun ternyata jadi lebih kaya dari 99 persen lulusan Universitas Harvard.
Kesabaran dan konsistensiÂ
Lebih dari sekadar faktor keahlian atau kemampuan teknis berinvestasi, ternyata seringkali yang dibutuhkan agar sukses berinvestasi adalah kesabaran dan konsistensi.
Fuscone bangkrut bukan karena kurang keahliannya, melainkan semata-mata akibat sikap gegabah dan tak sabaran, berani meminjam uang dalam jumlah besar untuk sesuatu hal yang tak terlalu penting. Andai ia lebih konsisten mengembangkan kemampuan bisnis serta investasinya, pasti akhir kisah hidupnya akan berbeda.
Read yang bisa memiliki harta jutaan dolar, pastilah bukan karena kehebatan tesis investasinya. Ia hanya berinvestasi pada saham bluechip yaitu tipikal saham yang oleh sebagian orang dianggap tak terlalu menarik karena perkembangan bisnis (termasuk harga sahamnya) bergerak terlalu lambat. Â
Namun konsistensi dan kesabaran Read dalam berinvestasi justru menjadi kunci keberhasilannya melipatgandakan jumlah uang tabungan yang dimilikinya hingga berhasil mencapai angka yang fantastis.
Buffett dan Lo Kheng Hong bisa menjadi investor sukses di sepanjang zaman karena dikenal sangat sabar serta konsisten menjalankan tesis investasi yang mereka yakini.
Buffett saat ini berusia 95 tahun dan Lo Kheng Hong 64 tahun. Namun keduanya tak pernah menunjukkan tanda-tanda akan "pensiun" sebagai investor saham. Gaya hidup mereka juga tak banyak berubah.
Mereka tetap konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip kesederhanaan dalam hidupnya termasuk dalam berinvestasi. Keduanya sama-sama tak suka dengan saham-saham perusahaan yang sering mendadak menjadi perbincangan banyak orang, misalnya saham-saham teknologi atau bank digital.
Sesudah membeli saham, mereka dengan sabar mau menyimpan saham itu entah belasan hingga puluhan tahun. Tanpa peduli harga sahamnya dalam jangka pendek selalu berfluktuasi naik atau turun.
Faktor kesabaran itu pula yang membuat keduanya seringkali berhasil mencatatkan rekor keuntungan di pasar saham bukan hanya sekadar ratusan melainkan ribuan persen.
Sementara mayoritas investor saham sudah pasti tak sabaran dan tergoda untuk segera melakukan penjualan saat melihat harga sahamnya sudah naik ratusan atau bahkan puluhan persen saja.
Akhirnya, untuk menjadi seseorang yang ahli di bidang investasi tentu itu bisa dipelajari. Namun untuk menjadi seseorang yang sabar dan konsisten, memang butuh pembelajaran dan latihan yang terus menerus bahkan hingga seumur hidup.
Kisah hidup banyak investor di seluruh dunia mengajarkan kita semua tentang satu hal penting yang harus diingat: syarat agar bisa dan sukses berinvestasi ternyata tak harus menunggu menjadi ahli. Mulai saja dulu. Â Â
***
Jambi, 12 September 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H