Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sebagai Investor Pemula, Saham Apa yang Harus Dibeli?

3 April 2023   06:57 Diperbarui: 3 April 2023   10:17 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi papan pergerakan harga saham di Bursa Efek (Kompas.com/Garry Lotulung)

Pertanyaan klasik tentang "saham apa yang harus dibeli?" sebenarnya tak hanya ditanyakan para investor pemula yang mungkin baru saja masuk ke dalam bursa saham. Banyak investor yang tergolong lebih senior masih juga suka menanyakannya.

Tapi kali ini kita coba fokus membahas dari sisi investor pemula saja. Pertanyaan klasik semacam itu terutama bila disampaikan investor pemula, menurut saya sebenarnya tergolong wajar-wajar saja. Kebetulan dulu saya juga seperti itu.

Awal-awal mengenal pasar saham sampai akhirnya memberanikan diri masuk ke dalam, tentu masih banyak hal yang masih belum saya ketahui.

Metode belajar singkat melalui Sekolah Pasar Modal (SPM) yang diselenggarakan Bursa Efek bekerjasama dengan perusahaan sekuritas memang secara umum sudah berusaha menjelaskan tentang investasi saham.

Namun sekali lagi, itu semua terasa belum cukup. Terlebih lagi saat sudah mulai bicara saham apa yang harus dibeli, saya semakin bingung.

Satu hal yang saya pegang dari apa yang sudah diajarkan, investor harus membeli saham di harga yang murah, sehingga saat harganya naik maka kita mendapat keuntungan.

Pertanyaannya, bagaimana menentukan saham yang harganya murah? Apakah dari harga/nominalnya? Apakah saham dengan harga Rp 50/lembar pasti lebih murah dari saham yang harganya Rp 500/lembar?

Ternyata tidak demikian. Seiring berjalannya waktu saya belajar bahwa ternyata harga dan nilai adalah sesuatu hal yang sangat berbeda.

Warren Buffet mengatakan "price is what you pay, value is what you get". 

Tugas seorang investor melakukan penghitungan nilai bisnis suatu perusahaan terlebih dulu, baru menentukan harga yang layak untuk dibayarkan. Artinya, nominal/harga yang rendah tak otomatis berarti murah.

Perusahaan yang konsisten mencetak laba besar per tahun dengan harga saham Rp 500/lembar tentu akan jauh lebih bernilai bila dibandingkan perusahaan sakit-sakitan yang konsisten merugi dan punya banyak hutang, meskipun harga sahamnya hanya Rp 50/lembar.   

Mindset yang benar  

Lebih dari sekadar pertanyaan tentang saham apa yang harus dibeli, sebenarnya jauh lebih penting bagi seorang investor untuk terus-menerus melatih diri agar memiliki mindset yang benar.

Penting untuk terus diingat bahwa mindset seorang investor harus layaknya pemilik bisnis karena faktanya bahwa di balik setiap lembar saham ada bisnis perusahaan yang bekerja.

Sebagai sebuah bisnis, maka butuh waktu yang terkadang bisa sampai bertahun-tahun sebelum akhirnya kita bisa menikmati hasilnya. Namun faktanya, banyak orang yang keliru dan masih menjadikan lembar saham seperti tiket lotre yang diharapkan bisa menghasilkan cuan dalam waktu singkat.

Sesudah memiliki mindset yang benar, hal berikutnya dan masih sejalan dengan itu adalah investor harus memiliki kesabaran. Tak boleh terburu-buru. Investor yang bijak akan selalu berupaya berpikir tenang dan rasional sebelum mengambil keputusan.

Inilah yang bisa menjelaskan mengapa misalnya saat ada dua orang investor yang sudah membeli saham yang sama di harga yang sama pula, ternyata hasil akhirnya bisa sangat jauh berbeda.

Katakanlah dua investor itu Andi dan Budi. Mereka sama-sama membeli saham ABCD di harga Rp 1000/lembar. Beberapa minggu kemudian ternyata harga saham tersebut turun sampai Rp 500/lembar.

Andi yang melihat penurunan harga itu sebagai peluang lalu melakukan pembelian hingga harga rata-rata pembeliannya turun menjadi Rp 750/lembar.

Sebaliknya Budi ketika melihat penurunan harga sahamnya itu malah menjadi cemas, uring-uringan dan tak melakukan apapun.  

Beberapa waktu kemudian ternyata harga sahamnya naik kembali ke harga Rp 1100, Budi memutuskan cepat-cepat menjual sahamnya karena kuatir harganya turun lagi. Ia pun merealisasikan keuntungan sahamnya sebesar 10 %.

Sebaliknya Andi yang masih yakin dengan bisnis perusahaan yang dimilikinya, masih terus bersabar menunggu. Ternyata benar, harga saham ABCD terus naik dan menembus angka Rp 1500/lembar. Artinya harga saham Andi sudah naik sebesar satu kali lipat alias 100 %. Terlihat jelas perbedaannya, bukan?

Saya punya pengalaman yang persis serupa. Awal berinvestasi dulu, saya sempat membeli sebuah saham dengan keyakinan yang tinggi. Mengapa demikian? Karena saya tahu bahwa Lo Kheng Hong juga punya saham yang sama.

Berhubung saya sangat mengidolakan beliau dengan segala track record nya yang mengagumkan, maka saya pun sangat yakin bahwa mustahil ia salah memilih saham.

Tapi apa yang terjadi? Harga saham perusahaan tersebut seolah tak bergerak kemana-mana dalam waktu berbulan-bulan. Saya mulai galau, terlebih-lebih saat mendengar ada investor yang lain mengatakan bahwa perusahaan itu tidak baik-baik amat. Perusahaan itu seolah-olah punya nilai yang tinggi, padahal sebenarnya tidak. Istilahnya kerennya, value trap.

Saya yang sudah tak sabar akhirnya memutuskan untuk menjual dalam posisi menanggung kerugian (cut loss) sekitar 10 persen.

Apa yang terjadi kemudian? Hanya sekitar 1-2 bulan kemudian, harga saham perusahaan tersebut justru "terbang" seiring tersiar berita positif mengenai perusahaan tersebut yang muncul.

Andai saja saya bisa lebih sabar, saya bisa mendapat keuntungan minimal satu kali lipat dari saham itu. Bagaimana dengan Pak Lo Kheng Hong? Dari media saya mendapat kabar, ia baru melepas sahamnya itu saat harganya sudah mencatatkan keuntungan sekitar tiga kali lipat.

Sekali lagi, ini menjadi bukti tentang pentingnya mindset yang benar serta kesabaran dalam berinvestasi.       

Tips praktis dan sederhana 

Bila terpaksa masih harus menjawab pertanyaan "saham apa yang harus dibeli", maka saya akan memberikan 2 tips praktis dan sederhana khususnya bagi teman-teman yang benar-benar pemula.    

Pertama, belilah saham perusahaan yang benar-benar dekat dengan kita. Artinya kita tahu wujud perusahaan tersebut dan bisa melihat langsung produk barang/jasa yang dihasilkan perusahaan tersebut.

Lebih baik lagi bila kita termasuk konsumen setianya yang sudah menggunakan produk tersebut dalam jangka waktu panjang. Dalam kehidupan sehari-hari, sebenarnya banyak sekali produk yang rutin kita gunakan dihasilkan perusahaan publik yang sahamnya bisa kita beli/miliki.

Asal mau sedikit lebih jeli saja, pasti Anda sudah tahu perusahaan-perusahaan apa saja yang saya maksud.       

Kedua, belilah saham perusahaan yang kita yakini bisnisnya akan tetap ada dan bertumbuh minimal dalam sepuluh tahun ke depan.

Dengan bahasa lebih sederhana, kita sangat yakin perusahaan tersebut "mustahil" bangkrut karena begitu besar dan kuat pengaruhnya bagi masyarakat dan bangsa ini. Apa saja perusahaan tersebut? Silakan pikir dan cari sendiri.

Dengan menerapkan dua tips sederhana itu, mudah-mudahan perasaan kita sebagai investor saham menjadi lebih tenang dan nyaman. Karena apa lagi yang perlu ditakutkan bila sudah memiliki perusahaan yang benar-benar kita kenal dan sangat yakini kualitasnya?

Andaipun suatu saat harga sahamnya tak kunjung naik atau bahkan turun drastis, semestinya itu menjadi kesempatan yang baik bagi kita sebagai investor untuk bisa membeli dan memiliki lembar sahamnya lebih banyak lagi.

Toh, sambil menunggu kenaikan harga, setiap tahun kita masih bisa menikmati keuntungan lain sebagai pemilik saham perusahaan yaitu dividen. Akhirnya, selamat berinvestasi my friend.        

***

Jambi, 3 April 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun