Saya ingat saat masih kecil dan duduk di pendidikan dasar, istilah-istilah berkaitan dengan lingkungan; perubahan iklim, polusi udara, pemanasan global, emisi karbon, gas rumah kaca, es di kutub utara yang mencair, deforestasi dan kebakaran hutan, dan lain-lain sebenarnya sudah sering terdengar di telinga.
Harus diakui bahwa saat itu seringkali saya tak terlalu memahami konsep-konsep dimaksud ditambah lagi dengan istilah/bahasa asing yang digunakan; global warming, climate change, greenhouse effect dan sebagainya.
Meskipun demikian tentu saja saya senang dan ikut kegiatan-kegiatan yang katanya berkaitan itu misalnya dengan gotong royong menjaga kebersihan sekolah atau lingkungan, tidak membakar sampah, serta menanam bibit pohon. Apalagi kalau itu dilakukan bersama teman-teman yang lain. Ibaratnya, kami bisa bermain sambil menyelamatkan bumi. Â
Ya, menyelamatkan bumi dari kerusakan yang lebih parah bahkan kehancuran. Saat itu sering digambarkan bahwa bila tidak segera dicegah, maka bumi tempat kita berpijak ini akan semakin panas sampai-sampai kita tidak bisa lagi tinggal di dalamnya. Dan bila mendengar ada berita bencana seperti kekeringan, banjir dan longsor, dikatakan bahwa itu adalah ciri-ciri alias bukti nyata bahwa bumi sudah semakin rusak.
Ketika upaya "penyelamatan bumi" yang ternyata sudah kita gaungkan bahkan lakukan sejak lama, selama bertahun-tahun, apakah bumi kita yang sekarang memang sudah semakin baik? Jika tidak, lalu apa yang salah dan bagaimana kita bisa memperbaikinya? Â Â
Target Net Zero Emissions (NZE)
Belakangan, konsep Net-Zero Emissions (NZE) ramai dibincangkan di ruang publik. Istilah baru namun ternyata masih tetap selaras dengan ide/konsep penyelamatan lingkungan yang telah kita kenal sebelumnya.
Konsep Net-Zero Emissions (NZE) atau nol emisi karbon sedang menjadi tren global. Indonesia pun sudah ikut mencanangkan komitmen akan mampu mewujudkannya selambat-lambatnya tahun 2060 mendatang. Sepuluh tahun lebih lambat dari target dunia internasional yang sudah berkomitmen harus mencapainya tahun 2050.Â
Mengapa pemerintah terkesan pesimis (mungkin realistis?) dalam menetapkan tahun pencapaian NZE tersebut sampai-sampai harus molor sepuluh tahun dari komitmen global? Tentu saja kita berharap pemerintah memang sudah punya hitung-hitungan sendiri berikut program dan rencana aksi yang akan dilakukan secara konsisten dan terus menerus ke depannya.
Untuk mencapai NZE memang butuh usaha ekstra karena banyak tantangan berikut resiko yang harus dihadapi. Mulai dari biaya yang tinggi, kebutuhan teknologi yang mutakhir, SDM yang mumpuni, serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk bertransisi ke produk-produk ramah lingkungan.