Sumber wikipedia menuliskan sejarah perayaan tahun baru imlek di Indonesia ternyata sudah melalui perjalanan yang cukup panjang.
Dalam kurun waktu 1968-1999, perayaan tahun baru imlek di Indonesia masih dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.
Kebebasan merayakan tahun baru imlek baru kembali didapatkan pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967 dan menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).
Pada perkembangan berikutnya, tahun 2002, imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003.
Tahun 2019, perayaan imlek jatuh pada tanggal 5 Februari. Berdasarkan penanggalan Tionghoa, tahun ini merupakan tahun babi tanah yang secara tradisi dipercaya membawa sifat jujur, bersahabat, ulet dan penuh harapan.
Meski dipercaya membawa harapan dan kebaikan, perayaan imlek tahun ini sudah langsung menghadapi tantangan. Secara khusus di Bogor dan Pontianak, terjadi penolakan yang disampaikan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan organisasi tertentu.
Beruntung, pemerintah setempat segera memberikan pernyataan sikap sehingga isu penolakan tersebut tak sempat meluas. Intinya bahwa perayaan imlek merupakan tradisi kebudayaan yang sudah berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
Tidak bijak juga membenturkan perayaan imlek dengan keyakinan/kepercayaan penganut agama lain. Perayaan imlek tidak ada urusannya dengan memengaruhi, mengurangi apalagi sampai membahayakan tingkat keimanan pemeluk agama yang berbeda.
Justru sebaliknya, penghormatan terhadap perbedaan dan keberagaman merupakan perwujudan tindakan yang menunjukkan kedewasaan iman. Bukankah setiap agama mengajarkan penganutnya untuk memiliki cinta kasih dan berlomba-lomba mengerjakan kebaikan?
Rumah kebangsaan Indonesia ini menjadi indah dan semarak karena memang ini didirikan dan melalui perjuangan para pendahulu kita yang berasal dari ragam suku, etnis, budaya, daerah, agama/keyakinan yang berbeda. Mereka bersatu padu dalam komitmen yang sama untuk memperjuangkan Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Tugas kita hari ini sebagai generasi penerus tentu saja harus menjaga rumah kebangsaan ini tetap berdiri kokoh. Perbedaan pemikiran dan cara pandang semestinya bisa dibawa ke ranah dialog untuk mendapatkan titik temu.