Ibarat buah simalakama, Presiden Jokowi terlihat selalu salah kala menyampaikan pernyataan terkait kelapa sawit. Kira-kira sebulan yang lalu, banyak yang mencibir saat Jokowi melontarkan ide pentingnya pendirian fakultas kelapa sawit.
Ide tersebut disampaikan Jokowi saat menghadiri acara peresmian masjid kampus "Ki Bagus Hadikusumo" dan perubahan bentuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah serta peletakan batu pertama pembangunan menara Universitas Muhammadiyah Lamongan di kampus STIKES Muhammadiyah Lamongan, Jawa Timur.
"Negara kita ini memiliki kekuatan besar misalnya kelapa sawit, tapi sampai sekarang ini belum ada fakultas kelapa sawit. Ada yang namanya produk kopi, tidak ada di Indonesia ini (fakultasnya)," kata Jokowi.
Kritik tajam langsung datang bertubi-tubi. Jokowi dituding tidak peka terhadap berbagai permasalahan yang berkaitan dengan itu. Telah banyak konflik sosial dan sengketa perebutan lahan yang terjadi di tingkat tapak. Selanjutnya soal isu kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Baru saja sedikit reda, Jokowi kembali harus mendapat cemoohan, (lagi-lagi) berkaitan dengan kelapa sawit. Ini terjadi saat Jokowi berkunjung ke Jambi.
Minggu (16/12), Presiden membagikan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Perhutanan Sosial seluas 91.000 hektar kepada 8.100 petani di Provinsi Jambi bertempat di Taman Pinus, Kenali, Kota Jambi.
Presiden sempat terdiam mendengar keinginan para petani yang berencana menanam sawit di lahan yang akan mereka kelola. Presiden mencoba menjelaskan fakta dan kondisi yang terjadi hari ini.Â
Jumlah lahan sawit di Indonesia sudah terlampau besar, mencapai 13 juta hektar dengan jumlah produksi mencapai 42 juta ton. Melimpahnya jumlah produksi tersebut memicu harga di pasar internasional terus menurun.Â
Apalagi, saat ini negara-negara di Uni Eropa memberlakukan banned bagi komoditas sawit asal Tanah Air. Sebab, di sana sedang dikembangkan minyak serupa sawit yang berasal dari biji bunga matahari sehingga Presiden Jokowi yakin lama kelamaan sawit tidak akan bernilai lagi di masa depan.
Presiden pun mengajak para petani untuk cermat melihat peluang. Petani masa kini harus menanam komoditas yang mempunyai nilai lebih. Ia mencontohkan beberapa komoditas, yakni kopi, jengkol, petai, nilam, atsiri, kayu manis, dan manggis.
Tak lama berselang, salah satu media online menurunkan judul berita yang agak menggelitik "Harga Sawit Turun, Jokowi Minta Petani Tanam Petai dan Jengkol". Benar, sumber berita tersebut langsung dimanfaatkan sekelompok orang sebagai dasar untuk mengolok-olok Jokowi.