Ada pepatah, tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Namun, bila ingin belajar membereskan sungai agar lebih bersih dan indah, pergilah ke Korea Selatan. Presiden Joko Widodo sudah membuktikan. Ia sangat terkesan bahkan terkesima saat diajak melihat langsung kondisi Sungai Cheonggyecheon yang ada di kota Seoul.Â
Sungai yang menyusuri ibukota negara ginseng tersebut, terlihat sangat bersih dan tertata dengan baik. Konon, tahun 2003 kondisi sungai Cheonggyecheon tak berbeda jauh dengan kondisi kebanyakan sungai kita di Jakarta yang kotor dan bau.Â
Presiden Jokowi menuturkan, Wali Kota Seoul sebelumnya Lee Myung-bak yang berhasil membuat sungai Cheonggyecheon tersebut menjadi bersih dalam tempo 2 tahun 3 bulan, yang kemudian terpilih menjadi Presiden Korea Selatan periode 2008-2013.Â
Saya membayangkan, betapa bangganya para pejabat di Korea Selatan saat menerima tamu kehormatan dari berbagai negara, lalu "memamerkan" kondisi sungai mereka yang bersih dan sedap dipandang mata.Â
Saat ini, sungai Cheonggyecheon memang menjadi salah satu daya tarik wisatawan lokal dan mancanegara yang berkunjung ke Korea Selatan (Seoul).
Hal yang jauh berbeda saat kita ingat Jakarta, ibukota Indonesia. Sumber wikipedia mencatat, ada belasan sungai yang melintasi kota Jakarta. Berbicara soal kualitasnya, sepertinya kita sudah tahu sama tahu.Â
Contoh teraktual, saat penyelenggaraan Asian Games lalu, pemerintah DKI Jakarta terpaksa harus mengambil solusi praktis, menutupi salah satu kali/sungai dengan waring hitam untuk menutupi sekaligus memasukkan zat/senyawa tertentu guna menghilangkan baunya.Â
Jelas kelihatan perbedaannya. Sungai di Seoul sengaja dibiarkan terbuka, dipamerkan, dan bisa dinikmati banyak orang hingga tamu selevel kepala negara, sementara sungai di Jakarta justru terpaksa harus ditutupi agar tak terlihat kekotorannya serta tercium aroma baunya yang pasti bikin malu pemerintah.Â
Upaya membereskan sungai di Jakarta kini ibarat mengurai benang kusut. Masalahnya sudah sedemikian kompleks lantaran kurang diperhatikan bertahun-tahun lamanya. Ketika ada pemimpin yang ingin mencoba membenahinya, gejolak sosial tak bisa dihindari. Pemimpin itu harus siap diberi label "tukang gusur".Â
Menjadi pertanyaannya, sampai kapan kondisi ini akan terus dibiarkan terjadi ?. Tidak terurusnya sungai-sungai di pusat ibukota tak sekadar membuat malu karena kotor dan bau. Ketika sungai kotor dan banyak sampah, potensi terjadinya banjir pun semakin besar apalagi ketika curah hujan bertambah drastis.Â