Cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada)
Video hoaks "telur palsu" beredar luas di media sosial. Meski hoaks, video tersebut berhasil membuat banyak netizenheboh.
Dengan semangat ingin selalu terlihat update dan mungkin termotivasi untuk mencerahkan orang lain, video tersebut langsung di share sebelum dicerna dan dicek kebenarannya.
Belakangan terbukti video tersebut hoaks adanya. Beragam reaksi orang-orang yang telanjur percaya bahkan bersemangat membagikan video tersebut.
Ada yang langsung menghapus postingannya. Namun ada pula yang masih sibuk mencari informasi tandingan untuk membuktikan video tersebut benar adanya.
Hoaks "telur palsu" hanya satu dari sekian banyak informasi sesat lainnya yang beredar setiap hari di media sosial. Anehnya, kebanyakan pengguna media sosial seakan tak pernah mau belajar kesalahan.
Fenomena ini membuktikan penyakit kronis para pengguna media sosial adalah kemalasan berpikir. Kemudahan mengakses informasi terbukti tak serta merta membuat orang menjadi pandai. Sebaliknya, akibat "banjir" informasi, mereka malah bisa hanyut dan tersesat di dalamnya.
Hoaks jelas berbahaya dalam kehidupan sosial masyarakat. Selain menimbulkan keresahan, bahaya paling fatal adalah terjadinya gesekan dan konflik di tengah-tengah masyarakat. Insiden Tolikara beberapa waktu lalu misalnya setelah diusut ternyata berawal dari informasi hoaks.
Banyak motif dan tujuan yang melatar belakangi para pembuat/penyebar hoaks. Sudah banyak kajian yang menjelaskan soal itu.
Saya lebih tertarik menyoroti sikap kita sebagai pengguna media sosial. Sekali lagi, saya yakin bahwa tumbuh suburnya hoaks tak terlepas dari sikap kita yang seringkali malas berpikir. Â Â Â
Berbagai informasi yang beredar lalu viral, langsung dianggap sebagai sebuah kebenaran, tanpa merasa perlu dicek ulang kebenarannya. Terlebih lagi jika informasi tersebut dikomentari dan dibagikan oleh orang-orang yang dianggap sebagai tokoh idola publik.