Keputusan berat harus diambil. Pemerintah menghentikan sementara seluruh pekerjaan pembangunan infrastruktur pada struktur layang yang menggunakan beban berat. Keputusan itu menjadi pokok hasil pertemuan antara Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Menteri BUMN Rini Soemarno, Komite Keselamatan Konstruksi dan para Direksi BUMN Karya yang berlangsung di Kantor Kementerian PUPR Jakarta, Selasa, (20/2/2018)
Hampir seluruh media cetak nasional memberitakan hal tersebut pada judul kolom headlinenya. Pembangunan Tol Layang Dievaluasi (Media Indonesia), Prioritaskan Keselamatan (Kompas),Pemerintah Hentikan Semua Proyek Jalan Layang (Koran Tempo), Infrastruktur Layang Dihentikan Sementara (Republika), Jokowi Hits Brakes on Infrastructure (The Jakarta Post), Cita-cita Besar Selalu Ada Tantangan Besar (Rakyat Merdeka), Proyek Infrastruktur Diawasi Ketat (Koran Sindo) Â
Penghentian sementara berlaku untuk seluruh pembangunan jalan tol Trans Jawa, Trans Sumatera, Tol di Kalimantan, Sulawesi, jembatan panjang maupun proyek LRT, MRT dan proyek swasta. Langkah tersebut diikuti evaluasi menyeluruh terhadap desain, standar operasi prosedur (SOP), metode kerja, sumber daya manusia, peralatan termasuk memperketat pengawasan.
Sisi Politik
Keputusan moratorium ini jelas berimplikasi secara politik terutama memasuki tahun politik 2018 dan 2019 yang sudah di depan mata. Rezim berkuasa jelas dirugikan mengingat pembangunan infrastruktur bisa dikatakan sebagai "tema unggulan" bukti kerja nyata pemerintah. Berbagai proyek infrastruktur (jalan tol, bendungan, bandar udara, dan sebagainya) yang tersebar di berbagai daerah sudah berhasil dikerjakan. Â
Sementara bagi pihak oposisi, ini ibarat amunisi baru untuk menunjukkan kegagalan rezim yang berkuasa. Tudingan langsung dilancarkan bahwa pemerintah saat ini sekadar mengejar target pembangunan sebagai pencitraan ke publik sehingga melalaikan aspek keselamatan.
Kritik terhadap pemerintah yang terkesan ambisius mengerjakan proyek-proyek infrastruktur sudah kerap kali disampaikan. Di saat hutang luar negeri yang terus melonjak tajam, pemerintah dituding telah mengabaikan aspek ekonomi, sosial dan taraf hidup masyarakat hanya demi melakukan pembangunan-pembangunan fisik. Kritik BEM UI (terlepas dari cara dan motifnya) yang melayangkan "kartu kuning" ke Presiden Jokowi misalnya, menunjukkan masih banyak ketidakpuasan di tengah-tengah klaim prestasi pembangunan mega proyek infrastruktur di berbagai daerah. Â Â Â
Lalu bagaimana kita (publik) harus meresponinya?. Tentu saja kita harus bersikap adil. Pembangunan infrastruktur jelas dibutuhkan guna menggerakkan roda perekonomian sekaligus sebagai investasi jangka panjang. Tanpa didukung infrastruktur yang memadai, perekenomian kita akan sulit berjalan lancar.
Namun disaat yang bersamaan, kita tidak ingin proyek yang dikerjakan justru terkesan terburu-buru sekadar memenuhi target waktu yang ditetapkan hingga mengabaikan keselamatan. Kecelakaan yang terjadi jelas merugikan semua baik dari sisi waktu, biaya, bahkan nyawa yang harus melayang.
 Dengan demikian, patut diapresiasi keputusan pemerintah melakukan moratorium sembari melakukan evaluasi menyeluruh agar kejadian tersebut tidak berulang. Pembangunan memang harus terus dilakukan, namun jangan sampai pembangunan itu sendiri justru membuat korban-korban berjatuhan.