Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama FEATURED

Menimbang Perayaan Hari dan Bulan Menanam Pohon

4 November 2017   02:43 Diperbarui: 28 November 2017   13:37 3532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak tahun 2008, lebih tepatnya berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 24 tahun 2008 telah ditetapkan tanggal 28 November sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) dan bulan Desember sebagai Bulan Menanam Nasional (BMN). Pencanangannya dilakukan oleh Presiden SBY di Pusat Penelitian Limnologi, Cibinong Science Center, LIPI, Jalan Raya Bogor KM 46, Cibinong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 28 November 2008.

Selanjutnya kita telah mengenal beberapa slogan/gerakan penanaman pohon mulai dari Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon, Gerakan Penanaman Satu Juta Pohon, One Man One Tree (OMOT), One Billion Indonesian Trees (OBIT) atau Gerakan Penanaman Satu Milyar Pohon dan terakhir Gerakan Tanam dan Pelihara 25 Pohon selama hidup (sesuai Instruksi Menteri LHK bulan Agustus tahun 2017).        

Sejak awal program dan gerakan ini telah menimbulkan pro dan kontra. Banyak yang mendukung namun tak sedikit pula yang mengkritik bahkan meragukan keberhasilan program ini. Banyak tudingan miring bahwa ini hanya sekadar "pencitraan" untuk membuktikan pemerintah serius dan peduli pada kelestarian alam dan lingkungan.

Lebih parah lagi tudingan bahwa program ini hanya menjadi ajang pemborosan keuangan negara namun minim manfaatnya. Program ini dianggap lebih kental nuansa seremonial belaka dibandingkan hasil maksimal yang bisa didapatkan. Data-data mengenai banyaknya jumlah pohon yang sudah berhasil ditanam melalui gerakan ini justru diragukan kebenarannya.                   

Publik lebih gemar menyoroti potret buram kerusakan alam dan lingkungan kita. Terjadinya bencana banjir dan longsor, perubahan iklim yang ekstrim, luas tutupan hutan yang terus berkurang, deforestasi dan degradasi lingkungan, kebakaran hutan dan lahan, konflik manusia dengan satwa dan berbagai masalah lainnya dianggap sebagai bukti nyata bahwa pemerintah telah gagal menjaga kelestarian alam.

Inilah paradoksnya. Semua ingin alam dan lingkungan kita terjaga dengan baik. Hutan dan lahan yang terlanjur rusak harus segera ditanami kembali. Namun ketika pemerintah menggulirkan program dan gerakan penanaman, malah dicurigai sebagai "proyek" yang menghabiskan banyak anggaran negara. Krisis ketidakpercayaan masyarakat kita terhadap pemerintah nyata terjadi dan luar biasa dahsyatnya.

Pertanyaan besar berikutnya, di era rezim saat ini yang jelas kelihatan sangat ambisius mengerjakan pembangunan-pembangunan infrastruktur, apakah gerakan menanam pohon masih mendapat porsi perhatian yang layak ?

Sekadar mengingatkan, pemerintah telah menuangkan program penanaman (rehabilitasi) dalam RPJMN tahun 2015-2019 pada lahan kritis seluas + 5,5 juta hektar dengan alokasi 1,25 juta ha/tahun. Untuk mempercepat rehabilitasi ini, Kementerian LHK bekerjasama dengan berbagai pihak.

Terkait program/gerakan penanaman, Presiden Jokowi pada beberapa kesempatan selalu menekankan pentingnya memelihara (dan tak sekadar menanam) pohon. Tujuannya tentu saja agar pohon yang ditanam bisa benar-benar tumbuh dan menghasilkan manfaat sebagaimana yang diharapkan.          

Maka, momentum peringatan HMPI dan BMN tahun ini semestinya tak terlewatkan begitu saja. Ini sebagai pengingat bagi semua bahwa kelestarian alam dan lingkungan merupakan tanggungjawab bersama dan salah satunya bisa kita lakukan dengan giat menanam dan pelihara pohon. Dengan demikian, peringatan HMPI dan BMN masih relevan dan penting untuk dirayakan bersama.              

Tudingan bahwa berbagai program/gerakan penanaman sebagai pemborosan justru harus dijadikan bahan evaluasi bersama sekaligus menjadi ajang pembuktian bahwa pemerintah benar-benar serius dengan kualitas keberhasilan program/gerakan ini. Acara-acara seremonial apalagi yang berlebihan memang harus dihilangkan karena lebih baik mengejar tujuan keberhasilan program secara maksimal.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun