Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mencari Pendamping Jokowi

15 Maret 2014   02:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:55 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan besar itu terjawab sudah. Ketua umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, secara legowo memerintahkan Joko Widodo (Jokowi) maju sebagai capres dari partai moncong putih tersebut pada Pemilihan Presiden mendatang. Jokowi pun sudah menyatakan kesiapannya. Memang benar finalisasi pencapresan Jokowi baru bisa terjawab saat pendaftaran secara resmi capres-cawapres artinya setelah pemilihan legislatif.

Jika perolehan suara PDI-P anjlok pada pileg, maka skenario pencapresan jelas berubah total. Namun jika melihat perkembangan situasi politik, memerhatikan analisa pengamat juga hasil-hasil survey, peluang itu sangat kecil terjadi. Justru sudah banyak yang memprediksi pencapresan Jokowi akan memengaruhi tingkat partisipasi pemilih yang semula pesimis menjadi optimis sekaligus juga otomatis akan meningkatkan perolehan suara PDI-P. Lagi-lagi, ini pun baru sekadar analisa karena hanya waktulah yang pasti akan menjawabnya.

Katakanlah analisa tersebut benar-benar terjadi. PDI-P sukses meraup suara saat Pileg dan memperoleh suara yang signifikan untuk benar-benar mengajukan Jokowi sebagai capres. Maka, pertanyaan pentingnya, siapakah yang akan mendampinginya sebagai cawapres ?. Dan (lagi-lagi) jika merunut pada analisa para pengamat dan juga hasil riset lembaga-lembaga survey, pertanyaan ini jauh lebih penting dibandingkan peluang Jokowi untuk memenangkan Pilpres. Menurut hasil survey, tingkat kepercayaan pemilih pada sosok Jokowi melesat jauh meninggalkan para pesaingnya. Artinya, hingga kini belum ada sosok capres yang diyakini mampu mengimbangi apalagi mengalahkan sosok Jokowi.

Eksternal

Kembali lagi ke pertanyaan awal, siapakah tokoh yang layak menjadi cawapres mendampingi Jokowi. Jawabannya bisa beragam. Kita coba sederhanakan saja menjadi 2 kelompok besar; eksternal atau Internal PDI-P. Pertama, tokoh eksternal PDI-P. Ini pun bisa disederhanakan lagi menjadi kader atau non kader partai politik (profesional). Dari kader partai politik, kemungkinan hanya akan mengerucut pada dua atau tiga partai politik saja; Golkar, Gerindra, atau PKS.

Mengapa demikian, dan bagaimana dengan peluang kader partai-partai yang lain?. Dengan Partai Demokrat (PD), saya kira peluang PDI-P untuk menduetkan Jokowi dengan kader dari partai tersebut sangat kecil. Apalagi, PD sebagai partai penguasa pada dua pemilu terakhir pun memasang target tinggi untuk memenangkan Pilpres, terbukti dengan diselenggarakannya konvensi capres yang diikuti tidak hanya kader tapi juga non kader partai tersebut. Dengan partai-partai lain pun menjadi kecil kemungkinannya mengingat hingga sejauh ini PDI-P hanya pernah berkoalisi dengan Gerindra saat mengusung Megawati-Prabowo pada Pilpres 2009 lalu.

Sementara peluang PDI-P mencari duet Jokowi dari tiga partai tersisa (Golkar, Gerindra, dan PKS) kemungkinannya lebih besar. Pertama, Golkar. PDI-P mungkin akan lebih nyaman untuk berkoalisi mungkin karena alasan kedekatan ideologi, pengalaman/basis massa yang kuat, juga ketersediaan tokoh-tokoh politik nasional mulai dari yang muda hingga senior di partai berlambang beringin tersebut. Soal pencapresan Aburizal Bakrie (Ical) oleh Golkar, bukan tidak mungkin untuk ditinjau kembali, apalagi internal partai sepertinya belum bulat mendukung. Elit-elit (senior) Golkar masih gemar menyampaikan pernyataan-pernyataan bergenit ria jika bicara soal pencapresan.

Dengan Gerindra, PDI-P pernah punya pengalaman berkoalisi. Saat mengusung Megawati-Prabowo, dan beberapa waktu lalu saat menduetkan Jokowi-Ahok pada Pilgub DKI Jakarta. Lalu siapa tokohnya?. Dengan Prabowo Subianto, saya pesimis mantan Jenderal ini rela menjadi nomor 2. Oke lah, saat berduet dengan Megawati karena hitung-hitungannya Megawati lebih senior dan berpengalaman. Namun dengan Jokowi, sepertinya Prabowo akan lebih memilih berkoalisi dengan partai lain sekaligus mencari pendampingnya sebagai cawapres, meski kemungkinan untuk menang lebih kecil. Maka, peluang lainnya adalah menduetkan (kembali) Jokowi-Ahok. Meski masih terhitung singkat berduet memimpin DKI Jakarta, namun banyak menilai karakter dan kepemimpinan keduanya sudah benar-benar klop dan saling mendukung. Hanya persoalannya, sudikah Gerindra rela melepas Ahok? Lain hal kalau akhirnya Ahok mengundurkan diri dari Gerindra.

Namun jika boleh memilih, saya rasa Ahok lebih tepat jika tetap memimpin provinsi Jakarta. Ahok sudah merasakan atmosfir memimpin “kota keras” yang sudah bertahun-tahun menumpuk persoalannya. Dengan kepemimpinan Ahok yang “keras” pula, ada optimisme perubahan menuju Jakarta Baru. Andai Jokowi benar-benar terpilih menjadi Presiden, maka akan lebih mudah lagi untuk “mempercantik” ibukota negara yang juga menjadi etalase Indonesia tersebut. Tapi, ini hanya pendapat pribadi penulis.

Dengan PKS, PDI-P memang belum pernah berkoalisi, juga karena beda platform partai. Namun, selain soal solidnya dukungan massa, PKS juga memiliki stok tokoh-tokoh muda yang layak untuk diusung menjadi pemimpin nasional. Salah satu yang cukup fenomenal saat ini misalnya walikota Bandung, Ridwan Kamil.

Namun, bisa saja PDI-P akhirnya tidak memilih salah satu dari tiga partai politik tersebut. Keuntungan mencari cawapres dari partai politik jelas terkait untuk “mengamankan” suara di parlemen. Walaupun, pengalaman Partai Demokrat yang membuat “koalisi gemuk” justru lebih banyak repotnya demi mengendalikan manuver-manuver anggota partai koalisi. Nah, bukan tidak mungkin PDI-P akan lebih tertarik untuk menduetkan Jokowi dengan tokoh-tokoh non kader partai politik. Kita bisa sebutkan nama-nama seperti Mahfud MD,   Abraham Samad, Rizal Ramli, Jusuf Kalla (mantan Ketum Golkar, namun kurang mendapat tempat di partainya), atau bahkan mungkin PDI-P akan mempertimbangkan mantan petinggi militer, misalnya Ryamizard Ryacudu (seperti “dikampanyekan” akun @TrioMacan2000 di jagat twitter).

Saya tidak memasukkan nama-nama “profesional” yang sedang ikut dalam konvensi capres Partai Demokrat (Dahlan Iskan, Anies Baswedan, Gita Wirjawan atau yang lainnya) karena sepertinya PDI-P tidak akan tertarik untuk meminang mereka. Apalagi belum tahu pasti kapan konvensi tersebut akan selesai.

Internal PDI-P

Namun, bukan tidak mungkin jika akhirnya PDI-P akan lebih memilih berjalan sendiri dan lebih memilih kader dari internal partainya untuk mendampingi Joko Widodo. Anggap saja sebagai “balas dendam” karena selama ini hanya berjalan sendiri sebagai oposisi. Dari kalangan internal partai, juga tersedia beberapa nama yang layak untuk diajukan. Kandidat terkuat mungkin saja “putri mahkota” Puan Maharani. Tingkat keterkenalan dan juga keterpilihannya memang masih minim. Namun jika merunut analisa pengamat dan hasil survey, sepertinya Jokowi sudah tidak butuh lagi cawapres yang mampu meraup suara. Guyonannya, sandal jepit pun bisa jadi wapres jika Jokowi sebagai capresnya.

Selanjutnya, tokoh-tokoh potensial yang dipersepsikan positif dan bersih di mata publik misalnya Budiman Sudjatmiko, Pramono Anung, Ganjar Pranowo, Rustriningsih atau bahkan Tri Rismaharini. Satu hal yang pasti, Jokowi bukanlah tipikal pemimpin yang ingin wakilnya hanya sekadar “ban serep”. Maka, pilihan pendampingnya jelas akan sangat memerhatikan sisi kepemimpinan dan juga kompetensi. Yang hampir mustahil dan jelas tidak lucu jika sang ketua umum, Megawati Soekarnoputri yang maju mendampingi (bukan didampingi) Jokowi. Pilihan ini jelas sangat konyol dan ngawur, sengawur jika SBY misalnya mau maju menjadi cawapres pendamping capres dari Partai Demokrat.

Jambi, 14 Maret 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun