Mohon tunggu...
Asim Sulistyo
Asim Sulistyo Mohon Tunggu... -

1997 - 2004 SMPN 2 Pugung, Tanggamus, Lampung.\r\n(2005 - Sekarang SMP Negeri 3 Bayat, Klaten, Ja-teng)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru Suka Berdusta, Siswa Suka Berbohong

9 April 2015   07:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:21 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sepulang ibunya dari pasar, Minem dikasih sepuluh permen untuk dibagi rata dengan adiknya. Tanpa sepengetahuan ibunya, adik Minem dikasih tiga permen. Jiman adik Minem mengucapkan banyak terimakasih kepada kakaknya yang telah berbaik hati memberi permen. Malam menjelang tidur, Jiman menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Painem ibu Jiman terperanjat mendengarnya. Namun Painem hanya mengelus dada mengetahui sikap Minem. Minem yang dulu masih SD berbeda sikapnya dengan Minem yang sekarang sudah SMP.

Di pagi harinya Painem sudah didatangi tukang pos. Surat yang dikirim dari kampus tersebut menerangkan bahwa anaknya yang sulung diskors karena pesta narkoba di tempat kos. Painem hanya bisa menghela nafas, karena uang yang dia kirimkan bukan untuk kegiatan kuliah. Ditipu, dibohongi oleh anaknya sendiri yang sejak kecil dia banggakan karena kejujurannya.

Painem merasa gagal dalam mendidik anaknya dalam hal kejujuran. Makin tinggi pendidikannya, makin menipis kejujurannya. Gerutu perempuan paruh baya itu tak terbendung dan menangis sejadi-jadinya. Tidur tidak pulas, makan tak merasa enak, badan Painem makin hari makin kurus digerogoti penyakit.

Sambil makan malam Painem menceritakan tingkah laku anaknya kepada Jiran suaminya. Tak sepatah katapun keluar dari mulut Jiran, namun mulutnya dimasuki makanan terus menerus sampai nasi di piring habis. Dalam hati Jiran “apa yang harus kuperbuat”. Setelah kenyang, lelaki tua itu menuju kamar dan tidur. Ibu tiga anak itu ngomong terus-menerus disamping suaminya. Mau protes kemana, mau mengadu kepada siapa, mau minta pertanggungjawaban lembaga mana, hanya bisa pasrah sambil merenungi sikap anak-anaknya.

Painem berguman “seperti apa pendidikan itu, apa yang diajarkan di sekolahan, bagaimana pembelajarannya, siapa gurunya, siapa menterinya, kayak apa kurikulumnya, mengapa anak-anakku menjadi pendusta.”

“Mungkin gurunya, tidak professional, tidak mengajarkan moral, suka berbohong, makan gaji haram, suka memanipulasi jadwal mengajar, sering memanipulasi daftar hadir, biasa memanipulasi nilai siswanya, ijasahnya palsu, sertifikatnya palsu, karya penelitiannya palsu, tidak sportif, tidak konsisten, tidak disiplin, kalau ujian mencontek, membuat laporan fiktif atau masa bodoh dengan perilaku siswanya,” tambah Painem.

Ibu tiga anak itu tiba-tiba pingsan setelah membaca surat yang dia temukan di saku baju suaminya. Isi surat tersebut menjelaskan bahwa suaminya diberhentikan dari tempat kerjanya karena gelar sarjana yang disandangnya palsu. Jiran tidak pernah ikut kuliah, tidak pernah ikut ujian, tidak pernah bikin skripsi tetapi tiba-tiba mendapat undangan wisuda sarjana dan bergelar Sanjana Pendidikan.

“Hem…sulit dicari akar masalahnya,” ungkap Bento.

“Kata siapa,” cecar Caciem.

“Lha dimana akar masalahnya?” kejar Bento.

“Di sekolahan,” jawab Caciem.

“Em…Cas cis cus,” guman bento.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun