"Sudah berapa lama?"
"Tujuh ratus tiga puluh hari yang lalu."
“Terlalu sebentar kedengarannya.”
“Baik, enam puluh juta sekian ratus ribu detik?”
“Itu terdengar lebih baik.”
Ia, laki-laki itu tersenyum. Perlahan merobohkan diri, duduk di sebelahku. Udara dan terik membuat anak rambutnya bergerak tak teratur, berkilau di tempa cahaya matahari pukul dua. Aku meliriknya sekilas, lima detik, sebelum dia menyadarinya dan aku akhirnya membuang muka.
“Tidak tanya hal lain?”
“Semacam apa menurutmu?”
“Tidak ingin tahu bagaimana kabarku?”
Aku mendengus. Menggumam lirih tanpa suara, menyumpah-nyumpah. Setelah bertahun-tahun ia menghilang lalu menurutnya sekarang aku tak perlu canggung untuk menanyainya ‘apa kabar’? Bodoh.
“Untuk apa? Kamu terlihat lebih baik sekarang.” Jawabku basa-basi, mengedikkan bahu.