Mohon tunggu...
Binoto Hutabalian
Binoto Hutabalian Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Penulis di www.sastragorga.org

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pelangi Terakhir

6 Oktober 2020   10:26 Diperbarui: 6 Oktober 2020   10:41 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Selamat Hari Puisi 2020

Seekor bianglala tumbang usai ditebang petir. Diarak-arak badai menuju senja yang turut membusuk di antara pohon Waru

Anak-anak bertelanjang dada. Mencari pelangi. Di akar-akar terumbu karang, di got-got sampah, di lidah-lidah kali, di tumpukan jerami, di pintu-pintu terminal, di balik-balik jeruji, di layar-layar tv. Tak seperti biasa, matanya layu, tak lagi bercekikik riang sesediakala kemarin. Katanya, Ibu mereka tak pandai lagi nyanyikan lagu pelangi?

Seekor pelangi menggelepar-gelepar dihadapan, dihajar para preman. Warnanya berserakan. Dihujung-hujung sayat belati, di serat kayu-kayu pentungan, di koyakan baju para kesurupan.

Dimana-mana mereka temu bangkai pelangi. Ditumpukan sampah kota. Para bocah menggotong seekor pelangi-sekarat menuju tiang sehelai Merah Putih yang masih setia berkibar, depan balai desa. Berdoa. Lalu memapahnya ke sebuah Pura, bersujud di telapak altar para dewa.

Pelangi malang. Pelangi terakhir. Semakin ngerang. Satu per satu warnanya nguap bersama  air mata yang lesat memadamkan matahari.

Pelangi malang. Generasi terakhir. Layu. Disemayamkan disudut kota sombong. Para bocah meraung. Irama Indonesia tak raya lagi dikumandangkan. Tak lagi! Lidah mereka tercekik tali.

Pelangi lain bermatian. Pelangi terakhir. Terdampar di selat-selat, di tanjung-tanjung dan di pulau-pulau. Camar-camar menangis, bangau-bangau putih mengaisi sisa senja, para kelelawar resah mencakari purnama. Tak doyan lagi tertawa.

Para bocah tertunduk pulang. Menghitung warna berserak di jalanan bernyanyi pilu. Pelangi pelangi alangkah gundahmu. Marah pusing ngigau di langit yang galau. Pelukis nun agung silapkah gerangan, Pelangi pelangi siksakah tuan?

Samosir, Siang Bolong '20

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun