Mohon tunggu...
Binoto Hutabalian
Binoto Hutabalian Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Penulis di www.sastragorga.org

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Badai di Secangkir Kopi

9 Agustus 2017   22:49 Diperbarui: 9 Agustus 2017   23:05 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Masih di ini malam, aku menggigil terkepung sunyi. Dan sekarat oleh pecahan senja yang terlalu usil membakari pelabuhan.

Kita masih bersemedi mengoleksi puing-rindu yang sering berpecahan di taman-taman kota, di pori langit dan di aroma gosong tembaku yang membantuku menantimu.

Terkenang kopi panas seduhanmu yang menghipnotis paruku saat itu. Gairahku pada asapnya juga rinduku pada senyummu yang terlalu.

Kita masih bersemedi, menguliti matahari hingga mata kita terlupa berkali-kali tentang sepatnya waktu dan nafas yang membatu oleh rindu.

lihatlah, kilometer sunyi itu telah sukses menyiksa dan memaksa kita hancur oleh bayang-kita sendiri. Kebas oleh pergi kita sendiri. Dan kelam oleh diam kita sendiri.

Sesiapa lagi yang menyuguhkan secangkir kopi segemulai lengan mungilmu yang pernah cukup lihai menggodai?

sebelum lelampu taman itu lanjut menghukum mataku dengan purus badai rindu, tolong hunuskan rindumu ke purnama itu!

atau jika tidak, suguhkan dulu sesuatu dari jauh apapun untuk memadamkan sepi ini.

Samosir senja, Oktober rindu '17

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun