[caption id="attachment_361016" align="alignleft" width="300" caption="Pesona Gili Maringki"][/caption]
Detik-detik tiba di gili Maringki, terlihat kerlap kerlip lampu. Hampir di setiap titik terdapat cahaya. Cahaya itulah sebagai penunjuk jalan kami. Agar kami tidak tersesat. Lagi pula insting sang nahkoda yang sudah berpengalaman menjadi jaminan kami bisa sampai di tempat dengan selamat.
Saat menjejakkan kaki di Gili Maringki yang terbayang olehku adalah banyak lalu lalang kendaraan. Namun perkiraanku salah. Bukan hanya mobil dan motor, sepeda pun tidak akan bisa ditemui. Usut punya usut ternyata, pengaruh angin laut bisa mempercepat kerusakan kendaraan menjadi alasan. Sehingga hanya segelintir warga gili Maringki memiliki kendaraan. Itu pun dititipkan di rumah sanak keluarga yang berada di sekitar Dermaga Telong Elong.
Menurut cerita dermaga ini menjadi jalur transportasi karyawan Newmont. Entah dengan alasan apa, dermaga inipun ditutup. Padahal waktu itu perekonomian desa Jero Waru sangat maju dengan lalu lalangnya karyawan Newmont.
Terlepas dari persoalan ini, jangan mengira, meski tanpa kendaraan justru menjadi nilai tersendiri bagi masyarakat. Desa menjadi damai dan tenteram. Hanya deburan ombak yang bisa memecah kesunyian pulau dan kumandang azan sang Rabb menghangatkan hati dan jiwa. Keriuhan bocah bermain pasir di tepi pantai, menjadi warna dan pembeda kasrian gili Maringki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H