Sebelum kepembahasan Menulis sebagai Industri Kreatif, marilah kita buka pola pandang kita bahwa ”Menulis itu Gampang”. Kedengarannya renyah bukan? Memang demikian keadaannya. Akan tetapi tidak sedikit pula orang mengatakan, bahwa menulis adalah sesuatu yang menakutkan! Apakah memang sedemikian parahnya?
Belakangan ini penulis terhenyak dengan tulisan di sebuah koran harian yang mengatakan, bahwa mahasiswa kita, bahkan tidak sedikit di atasnya ketika membuat skripsi sering jalan pintas. Baik sebagai plagiat atau cukup merogoh kocek membeli di “pabrik” skripsi yang belakangan ini menjamur. Sangat tragis, bukan! Sementara kalau kita tengok negeri Barack Obama, sarjana tanpa tulisan alias tak pernah menulis buku di pusat-pusat pendidikan di AS dianggap tak ada apa-apanya.”All scientist are the same, until one of them write a book” (Semua ilmuwan adalah sama, sampai satu di antara mereka menulis buku).
Dibalik kegundahan ini penulis pun mendapat angin kesegaran. Apa pasalnya? Anak-anak kelas 1 SD di mana penulis mengajar begitu piawai menulis! Ya, menulis menjadi habit yang tidak bisa dipisahkan dari aktifitas belajar. Setiap hari mereka begitu tekun menulis tentang pengalamannya. Terutama kegiatan selama di sekolah dari pukul 07.30 sampai pukul 13.00.
Beragam cerita yang mereka tulis. Mulai dari masuk sekolah, mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM), istirahat, wudhu, sholat berjamaah, dan beragam tulisan lainnya. Ada yang menulisnya dengan waktu yang tersusun. Namun tidak sedikit mereka menulisnya dalam bentuk cerita. Misalnya begini, hari ini aku senang sekali. Ya, aku senang karena aku bertemu dengan teman-teman dan guruku di sekolah. Ada Faza yang badannya besar. Ada Wildan yang badannya kecil tapi senyum aja. Ada Ajeng temanku ketika di TK. Aku juga senang kalau istirahat. Habis kalau istirahat makannya suka sama-sama. Habis istirahat tak lupa aku mencuci tangan. Lalu bermain ayun-ayunan. Lalu aku belajar lagi sama bu guru dan pak guru di kelas. Eh enggak terasa suara adan di mesjid terdengar. Lalu Pak Sonny dan Bu Rida ngasih tahu agar cepat-cepat berwudu untuk sholat berjamaah. Habis itu aku dan teman-teman siap untuk pulang.
Ada juga anak-anak menulis seperti berikut, jam 07.30 aku baris di halaman sekolah, kemudian masuk belajar matematika sampai pukul 09.30, lalu istirahat sampai jam 10.00, dan belajar lagi bahasa indonesia sampai pukul 12.00. Lalu aku sholat dan berdoa pulang.
Perlu penulis sampaikan, mereka melakukan kegiatan tersebut setiap hari. Waktunya sendiri menjelang pulang sekolah. Artinya kami memberikan porsi khusus untuk menulis menjelang pulang. Kami sepakat punya mimpi, alangkah indahnya nian jika suatu ketika, katakanlah selama setahun penuh mereka menulis berarti berapa puluh bahkan beratus halaman yang mereka tulis. Terlebih ada penerbit yang baik hati untuk menerbitkan tulisan mereka. Dengan pasti kebahagian semakin lengkap, bukan. Atau paling tidak menjadi catatan harian pribadinya yang suatu ketika dia lepas SD, bisa membuka album kenangannya.
Apakah itu akan terjadi? Pasti terjadi jika Allah SWT meridhoi niat ini dan didukung oleh ketelatelan kita sendiri. Toh, kegiatan semacam ini sebelumnya sudah kami lakukan kepada kakak kelasnya, kelas dua. Alhamdulillah, tatkala kenaikan kelas tiba catatan harian mereka dibukukan. Itu pun mereka lakukan sendiri. Buku tersebut mereka kemas menurut selera mereka masing-masing. Tatkala pembagian raport, mereka tidak hanya menerima nilai akademis saja, akan tetapi sekaligus menerima bingkisan catatan harian mereka sendiri. Untuk memotivasi mereka kami membuat acara semenarik mungkin. Setiap anak kebagian ke depan untuk menerima reword dan sertifikat, yang tentunya dihadiri para orang tua masing-masing.
Dari kisah tersebut apa yang dapat Anda katakan dengan dunia menulis? Bagi kita sebagai guru tentunya tidak bisa dipisahkan aktifitas keseharian dengan menulis. Baik ketika kita mengajarkan di depan siswa ataupun persiapan mengajarnya sendiri. Namun demikian, lagi-lagi tidak sedikit yang masih mengeluh, bahwa menulis itu pekerjaan yang susah. Apalagi menulis di koran, buku, atau apalah yang sifatnya diwartakan dan dibaca orang lain.
Jangan, jangan putus asa, apa yang dilakukan anak-anak seperti yang penulis paparkan bisa kita lakukan pada setiap orang. Misalnya, setiap kita mengajar tentunya sudah menyiapkan bahan pelajaran yang akan disampaikan. Untuk menambah tulisan lengkapilah dengan pengalaman ketika kita menyampaikan hari itu. Dari setiap kegiatan yang kita lakukan kumpulkan atau susun sedemikian. Maka dalam waktu setahun dengan pasti materi yang kita sampaikan tuntas untuk satu buku. Katakanlah saat kita mengajar di kelas 1 maka akan terwujud buku kelas satu. Juga demikian dengan kelas-kelas berikutnya. Jika kita mengajar di Sekolah Dasar, sudah berapa jilid buku yang dapat kita buat? Demikianlah selanjutnya.
Mau komentar apa lagi? Gampang, bukan. Ambil pulpen dan kertas langsung tuliskan apa saja yang bisa kita tulis. Dengan pasti mulai sekarang kita akan mengatakan, menulis itu gampang!