Mohon tunggu...
Rosiana Febriyanti
Rosiana Febriyanti Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga dan guru

Senang menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyulap Batu Menjadi Pundi Kesuksesan

7 November 2015   10:42 Diperbarui: 7 November 2015   10:42 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ir. Edi Antoro dahulu membeli tanah di Batu, Malang, untuk menjalankan usaha perkebunan apel. Kemudian ia berpikir bagaimana cara menjual apel itu agar nilai jualnya tinggi. Waktu itu harga apel hanya sekitar seribu hingga dua ribu rupiah, tapi kalau di kota harganya bisa Rp7500,00. Untuk bisa menjual apel ia harus melalui pengepul atau tengkulak. Ah, bagaimana kalau saya menjual sendiri ke kota? pikirnya.

Akhirnya ia mengangkut apel-apelnya dengan truk langsung ke kota dengan harapan harga apel meningkat. Sesampainya di kota, ternyata harga apelnya sama dengan harga sebelumnya. Oooh, persatuan para tengkulak masih sangat kuat, sehingga ia belum bisa menutupi ongkos transportasi dan upah para pekerja. Kemudian ia berpikir sederhana saja, bagaimana kalau saya menjual apel langsung dari pohonnya saja, bukankah itu jauh lebih murah?

Semakin lama usahanya makin berkembang, para pembeli semakin banyak. Ia mengamati perilaku pengunjung. Ternyata pengunjung suka melihat-lihat perkebunan dan memetik langsung di pohon, sehingga ia menjalankan usaha agrowisata dan agrobisnis. Kusuma Agrowisata itu berdiri pada 1991 yang menawarkan wisata petik di kebun apel. Selain itu, kebun-kebunnya juga ditanami jeruk, jambu merah, buah naga, stroberi dan sayur hidroponik bebas pestisida.

Area wisata ini terletak pada ketinggian ± 1000 meter dari permukaan laut dan berudara sejuk. Pengunjung dapat memetik sendiri buah-buah tersebut langsung dari pohon sambil berkeliling ditemani oleh pemandu. Pemandu akan menjelaskan tentang budidaya tanaman dan hal-hal yang berkaitan tentang buah-buah tersebut.

Namun, usaha itu tidak luput dari beberapa kendala, misalnya apel-apel yang masam tidak laku untuk dijual. Pengunjung hanya suka apel yang manis. Akhirnya apel-apel masam dimanfaatkan untuk campuran pakan sapi. Untuk menjamu pengunjung, ia menyuguhkan sari apel gratis yang rasanya manis. Seorang pengunjung meneleponnya, "Sari apelnya enak, masak kalau saya mau minum sari apel harus ke Batu,Malang, kan jauh? Jual saja sama saya." Akhirnya Pak Edi memproduksi sari apel "Siiplah" dengan jumlah besar untuk dijual. Hasilnya juga memuaskan. Omsetnya berlipat ganda.

Ir. Edi Antoro mengamati perilaku pengunjung yang suka melihat-lihat perkebunannya hingga sore sehingga kesulitan mencari penginapan. Mencermati kebutuhan konsumen, ia pun membuka usaha penginapan atau villa. Batu-batu yang digunakan sebagai pondasi penginapan tidak perlu beli karena sudah tersedia di dalam tanah yang hendak dibangun. Tanah berbatu itu ternyata menjadi sumber penghasilannya serta dapat menutup ongkos produksi, trasnportasi, dan upah karyawan.

Kemudian muncul pula usulan dari pengunjung, "Saya senang menginap di sini, tapi dompet saya selalu terbuka (terkuras), saya ingin punya rumah di sini." Tanpa direncanakan sebelumnya, Ir. Edi mulai mendirikan usaha real estate. Lounching pertama laris seperti kacang goreng, begitu pun dengan louncing kedua dan berikutnya. Sekarang omsetnya menjadi milyaran.

Lihatlah, satu divisi agrobisnis melahirkan divisi agro wisata, divisi agroindustri, divisi real estate, dan divisi-divisi lainnya tanpa direncanakan. Jika pengusaha pandai melihat peluang bisnis tentu akan melipatgandakan pundi-pundi penghasilannya. Siiiplah!

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun