Saat melihat tetangga-tetanggaku bisa mudik karena mereka mudik ke desa yang bukan zona merah memang tebersit iri dan tanya, mengapa aku tidak bisa? Saat yang lain bisa bahagia berkumpul dengan orang tua, melihat keceriaan di wajah mereka, aku pun ingin.
Ramadan tahun ini sepertinya tak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Biasanya aku menghabiskan Ramadan hingga salat Idulfitri baru mudik. Beda rasanya karena tahun-tahun sebelumnya libur lebaran bisa bebas ke mana saja, sedangkan tahun ini ada aturan PSBB. Yang lain pulang kampung sementara aku pulang kota karena tempat kelahiranku di Jakarta, zona merah, tempat terlarang untuk dimasuki tahun ini.
Harapanku, Ramadan tahun ini adalah akhir dari PSBB sehingga aku bisa sungkem ke orang tua, mengunjungi adik yang sebentar lagi melahirkan, dan bersilaturahim ke rumah bulik-bulik di Jakarta. Selain itu, aku juga bisa mengunjungi mertua di Depok. Anak-anak pun bisa bebas bermain tanpa takut terpapar covid-19.
Ramadan tahun ini begitu sunyi. Tak ada santri yang salat di masjid pesantren, tempatku mengabdi. Harapanku, tahun ini masjid kembali dipenuhi santri yang salat, mengaji, muroja'ah. Itu pemandangan langka yang kurindukan saat ini.
Pada Ramadan tahun ini kuharap aku masih istikamah mengaji sampai khatam karena tidak ada alasan untuk meninggalkan kebiasaan membacanya. Waktu luang sangat banyak maka sesering aku menulis blog harianku, sesering itu pula aku membaca Alquran. Begitu hangat sesunyi ini, walau berjarak dengan manusia hanya dengan tilawah aku tak berjarak dengan harapan-harapanku kepada-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H