Mohon tunggu...
Rizky Kusumo
Rizky Kusumo Mohon Tunggu... -

Menulis adalah mencurahkan apa yang tidak bisa diungkapkan oleh kata-kata (Follow My Twiiter @Rizky_Kusumo7)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Generasi Patah Hati

16 September 2012   03:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:24 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang manusia tentulah mempunyai harapan yang selalu dihayati. Harapan ini akan selalu menjadi imajinasi, baik dalam mimpi ataupun kehidupan mereka. Saya pernah mendengar kata-kata orang bijak bahwa,”harapan itu adalah tali yang menyambungkan tuhan dengan manusia.” Namun, bagaimana bila harapannya itu tidak menjadi kenyataan? Tentulah orang ini akan menjadi generasi patah hati. Namun, generasi inilah yang kadang membuat kepupusan menjadi sebuah gerakan perubahan.

Ambillah contoh kisah pujangga prancis yang cintanya sering ditolak oleh wanita. Dahulu Hidupnya sering berkeluh dipinggir sungai Seine. Tapi, setelah menerima tugas dalam perang salib. Rasa sakit hatinya malah membuat dia berhasil membawa kemenangan dalam pertempuran. Atau nabi Muhammad yang malah diusir oleh kaumnya setelah menyebarkan agama islam. Namun, kekuatan islam malah semakin besar setelah melakukan hijrah. Pada manusia-manusia ini, Tuhan seperti memberikan energi lebih setelah harapanya dihancurkan.

Hal ini juga selalu terjadi pada masyarakat Indonesia yang selalu melahirkan pahlawan dari golongan patah hati. Nama-nama seperti  Chairul Saleh, Adam Malik, dan golongan muda lainya merupakan generasi yang patah hati. Karena golongan tua (Soekarno, M.Hatta, Syahrir) tidak mau melakukan proklamasi kemerdekaan. Hal itu membuat mereka, melakukan penculikan terhadap golongan tua ke Rengasdengklok yang akhirnya melahirkan proklamasi. Sebelum kemerdekaan pun,  nama tiga serangkai (Ki Hajar Dewantara, Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo)  sering mengungkapkan rasa sakit hatinya kepada pemerintah belanda.

Manusia-manusia  yang lahir pada generasi-generasi sebelum ataupun sesudah kemerdekaan. Pastinya memiliki harapan yang berbeda-beda sesuai apa yang mereka lihat? Dengar? maupun mereka rasakan? Perbedaan ini sangat terlihat pada slogan ataupun jargon yang mereka sampaikan. Ambilah contoh generasi 20-40 an dengan tokoh seperti Ki Hajar Dewantara yang menuntut persamaan pendidikan antara bangsawan dan pribumi.

Kemudian generasi 45-66 an dengan tokoh seperti Soekarno yang mengharapkan Revolusi sosial. Berbeda lagi generasi 70-98 dengan tokoh seperti Soeharto yang menginginkan pembangunan negara. Hal yang terbaru, generasi 98-awal millenium yang menuntut kebebasan berpendapat. Namun, apakah harapan mereka menjadi kenyataan?

Mungkin kita bisa melihatnya dari perkembangan yang terjadi saat ini. Apakah para penerus bangsa melanjutkan harapan tersebut? ataukah membuatnya patah hati? Hal yang pertama adalah harapan untuk kemajuan pendidikan Indonesia. Para generasi baru saat ini, telah merasakan kemajuan dalam penunjang pendidikan. Mereka berbondong-bondong memasuki sekolah mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi dengan semangat.

Harapan mereka tentunya berbeda-beda. Ada yang ingin menjadi Sejarawan untuk mencari jejak-jejak sejarah dan peninggalannya.  Ada yang ingin menjadi Astronot untuk menemukan kehidupan diluar Bumi. Pada Akhirnya, para calon-calon Sejarawan ini akan mengetahui. tidak pernah ada penelitian mencari benda-benda purbakala. Sedangkan para calon-calon Astronot akhirnya pun mengetahui, bahwa pemerintah tidak akan membiayai mereka untuk berkeliling planet. Akhirnya, mereka pun menjadi generasi patah hati. Tapi, apa yang mereka harus lakukan? Apakah mereka akan menulis layaknya Ki Hajar Dewantara? Ataukah membuat sekolah untuk menampung impian-impian mereka?

Begitu pula yang terjadi pada harapan Soekarno yang menginginkan Revolusi sosial untuk membendung arus liberalisasi. Keinginannya setelah patah hati melihat negara-negara adidaya (Amerika Serikat, Uni Soviet, Inggris) beberapa kali merusak budaya bangsa-bangsa berkembang tanpa perlawanan. Generasi Soekarno pun melakukan pelarangan atas hal-hal mengenai kebarat-baratan dari musik, pendidikan, budaya masuk ke Indonesia. Namun, hal ini malah memunculkan generasi patah hati lainnya yaitu mahasiswa.  Mereka menginginkan semua budaya dapat masuk ke Indonesia. Bukan hanya syair-syair Revolusi ala Komunis dari Lekra (Lembaga Kesenian Rakyat) ataupun novel ala Pramoedya Ananta Toer.

Akhirnya, munculah generasi yang mengusung kebebasan dalam berpikir. Nama-nama seperti Sutan Tadir Alisahbana, WS. Rendra adalah pengusung harapan ini di era Orde baru. Namun, generasi budaya ini kembali patah hati. Setelah kebebasan budayanya, hanya dipakai orde baru untuk menjaga kelangsungan pemerintah dan keharmonisan dengan bangsa barat. Setelah itu berbondong-bondong generasi tersebut kembali memakai slogan Revolusi untuk melawan rezim orde baru. Hingga sekarang, harapan Soekarno untuk melihat adanya Revolusi sosial bagi Indonesia tidak pernah terjadi. Bahkan, banyak budaya kita yang direbut oleh bangsa lain sedangkan bangsa ini terus saja menjiplak budaya luar.

Pada akhirnya, beberapa kali saya hanya melihat para generasi patah hati. Mereka sangat tidak setuju dengan gaya budaya saat ini. Tapi, sama seperti saya, “kita hanya semut diatas kaki Gajah, jadi bisa apa kita? Melihat hari ini tidaklah ada bedanya dengan generasi dahulu. Ibaratnya generasi dahulu seperti memberikan kutukan, “supaya generasi sekarang merasakan, apa yang dialami mereka? Di mana pembangunan hanya untuk golongan kaya. Sedangkan informasi di media hanya untuk mempromosikan citra.  Tentulah generasi patah hati ini akan terus tumbuh dan tidak akan terbendung. Namun, sekarang saatnya membuat generasi patah hati itu mendapat salurannya untuk menyalurkan harapan barunya.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun