Mohon tunggu...
Jayamahe
Jayamahe Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Francoeur

Selanjutnya

Tutup

Politik

Elektabilitas Figur dalam Pemilukada Jawa Timur

21 Mei 2013   10:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:15 1687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Partisipasi Politik Masyarakat Jawa Timur

Partisipasi politik dapat didefinisikan sebagai tingkat atantusiasme masyarakat atau Keterlibatan Warga Negara secara sadar untuk ikut ambil bagian dalam pengambilan kebijakan dan atau mempengaruhi pembuatan kebijakan dalam suatu sistem politik. Pada Sistem politik yang demokrasi dimana setiap orang memiliki hak suara yang sama dalam menentukan sebuah kebijakan maka masyarakat diharapkan memiliki sikap kritis dan mempunyai wawasan politik sehingga mampu memunculkan, keterlibatan warga yaitu sikap turut aktif dalam persoalan – persoalan publik yang diawali oleh adanya efikasi politik, yakni sikap positif, bahwa seorang warga merasa keberadaannya dapat mempengaruhi proses politik, serta ia pun percaya pada peran institusi dan pejabat publik ( almond dan verba, 1963)[1].

Partisipasi masyarakat adalah sebuah landasan penting di era pemerintahan negara yang Demokrasi, dalam hal ini partisipasi masyarakat lebih dimaksudkan sebagai tolak ukur antusiasme dan keterlibatan masyarakat dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah secara langsung melalui PEMILUKADA dan peran serta masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya yang jugadihitung sebagai sebuah pasrtisipasi dan identitas serta perannya sebagai warga negara dalam memberikan dukungan maupun tuntutannya melalui sosok pemimpin yang dipilihnya.

Dalam PEMILUKADA para calon gubernur berkompetisi melalui Pemilu untuk menguasai kekuasaan pemerintahan dan bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, terutama setelah UU Nomor 5 Tahun 1974 dan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemilihan kepala Daerah Tingkat 1 (Provinsi) dengan sistem demokrasi (secara tidak langsung) oleh DPRD digantikan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian berubah aturan teknisnya menjadi Pemilihan umum yang diadakan dengan sistem Demokratis (secara langsung) dipilih langsung oleh rakyat (one man aone vote) yang juga merubah ranah Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) menjadi Pemilihan UmumKepala Daerah PEMILUKADA.

Dalam PEMILUKADA Jawa Timur tahun 2008 terhitung sebanyak 6.669.592 atau (39,2 %) suara yang sudah terdaftar sebagai pemilih dalam DPT tidak memberikan suaranya dalam pemilihan umum kepala Daerah, hal itu dapat menjadi sebuah indikasi bahwatingkat partisipasi masyarakat yang ada di JawaTimur tidak cukup baik karena hampir dari setengah jumlah dari Daftar Pemilih yang sah (DPT) yaitu sebanyak 29.045.722 (100%) suara dari 37.070.731 jumlah penduduk Jawa Timur, tercatat hanya sebanyak 17.014.266 atau (60,8 %) dari jumlah daftar pemilih sah yang meberikan suaranya dalam PEMILUKADA Jawa Timur tahun 2008 , dewasa kini diera demokrasi partisipasi masyarakat atau partisipasi politik pada masyarakat khususnya dalam pelaksanaan Pemilihan umum sangat berpengaruh dan menjadi sangat penting artinyaterhadap kondisi pemerintahan dan stabilitas politik dan pemerintahan yang akan terbentuk maupun yang sudah terbentuk khususnya ditingkat lokal Pemerintahan Provinsi Jawa Timur, untuk itu partisipasi politik dan perilaku pemilih masyarakat didalam Pemilu Kepala Daerah perlu dipelajari lebih dalam, untuk mengetahui bagaimana sebenarnya keadaan dan tingkat partisipasi yang ada dimasyarakat dalam mengikuti pemilihan umum dan mengetahui bagaimana pola serta perilaku masyarakat didalam memberikan suaranya untuk menetukan pilihannya dalam PEMILUKADA yang dapat menjawab bagaimana sebuah tingkat keterpililihan (elektabilitas) sosok atau figur pemimpin daerah yang akan dipilih dan dibutuhkan oleh masyarakat di Provinsi Jawa Timur.

Perilaku Pemilih Masyarakat Jawa Timur

Pemilihan Umum Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur yang akan dilaksanakan pada bulan Agustus tahun 2013 yang akan datang secara tidak langsung menuntut masyarakat untuk bisa menentukan pilihannya terhadap calon Gubernur, wilayah administratifProvinsi Jawa Timur terbagi menjadi 9 kota dan 29 kabupaten yang secara tidak langsung juga terbagi menjadi wilayah pedesaan dan perkotaan hal tersebut dapat menjadi menarik untuk dipelajari untuk mengetahui bagaimanakah tingkat kematanagan perilaku masyarakat dalam memilih calon Gubernurnya, apakah hanya cenderungmemilih Gubernurnya dengan melihat tampilan cagub yang ada pada Iklan Kampanye di televisi dengan menilai tampian fisiknya saja misalnya Berwibawah ataupun tampan , atau dengan janji dan kotrak sosial yang dibuat selama masa kampanye dengan alat peraga kampanye yang ada atau bahkan hanya memilih secara acak tanpa adanya pertimbangan apapun.

Dalam membangun pemahaman kita dalam suatu studi tentang perilaku pemilih dalam pemilu yang ada dimasyarakat, terdapat tiga mashab yang dapat kita gunakan dalam mempelajari perilaku masyarakat tersebut, yaitu Mashab Columbia dengan pendekatan sosiologisnya, Mashab Michigan dengan pendekatan psikologisnya dan Mashab Rasional Choice dengan pendekatan pilihan rasionalnya, untuk dapat memetakan pola pergeseran pemilih dalam pemilu pendekatan voting behavior (perilaku pemilih) dapat sangat membantu, dalam menentukan situasi mana yang terdekat dengan suana perilaku pemilih yang ada dimasyarakat khususnya dalam hal ini adalah masyarakat Jawa Timur dalam pemilihan umum kepala daerah (PEMILUKADA), berikut ini adalah pembahasan tentang ketiga mashab tersebut.

Pertama, pendekatan sosiologis atau sosial struktural, Pendekatan ini menekankan pentingnya beberapa hal yang berkaitan dengan instrumen kemasyarakatan seseorang seperti, (a) status sosio-ekonomi (seperti pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, dan kelas), (b) agama, (c) etnik, bahkan (e) wilayah tempat tinggal (misalnya kota, desa, pesisir, ataupun pedalaman). Beberapa hal ini menurut sarjana yang mengusungnya, Lipset (1960) dan Lazarsfeld (1968) hanya untuk menyebut beberapa nama, mempunyai kaitan kuat dengan perilaku pemilih. Penelitian mengenai perilaku ini awalnya diprakarsai sarjana-sarjana ilmu politik dari University of Columbia (Columbia’s School) yang mengkaji perilaku pemilih pada waktu pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) tahun 1940. Mereka mendapati pola perilaku pemilih yang menunjukkan adanya kaitan erat antara pemilih dengan aspek-aspek sosial struktural yang lebih dominan. Lazarsfeld (1968) misalnya memberi contoh bahwa dari segi kelas, para pemilih dari kelas bawah dan kelas menengah di AS berkecenderungan mendukung Partai Demokrat, sementara kelas atas menyokong Partai Republik. Demikian pula halnya jika dilihat dari aspek agama, penganut agama Kristen Protestan di AS cenderung memilih Partai Republik dibandingkan dengan mereka yang memeluk agama Katolik.

Kedua, pendekatan psikologis atau psikologi social. Model ini dikembangkan beberapa sarjana ilmu politik dari Michigan University di bawah The Michigan Survey Research Centre atau sering disebut sebagai Michigan’s School. Dieter Roth menjelaskan bahwa para peneliti dari Michigan’s School lebih melihat perilaku pemilu dengan mengkaji sang individu itu sendiri sebagai pusat perhatian mereka. Menurut mereka, persepsi dan penilaian pribadi terhadap sang kandidat atau tema-tema yang diangkat sangat berpengaruh terhadap pilihannya dalam pemilu. Selain itu, “keanggotaan psikologis” dalam sebuah partai dapat diukur juga dalam bentuk variabel identifikasi partai yang juga turut mempengaruhi keputusan atas pilihannya dalam pemilu.

Ketiga, pendekatan pilihan rasional atau rational choice. Menurut Dieter Roth, pendekatan ini dipopulerkan oleh Downs (1957) yang mengasumsikan bahwa pemilih pada dasarnya bertindak secara rasional ketika membuat pilihan dalam tempat pemungutan suara (TPS), tanpa mengira agama, jenis kelamin, kelas, latar belakang orang tua, dan latar lainnya yang bersifat eksternal. Menurut Anthony Downs, dalam konteks pilihan rasional, ketika pemilih merasa tidak mendapatkan faedah dengan memilih partai atau calon presiden yang tengah berkompetisi, ia bahkan tidak akan melakukan pilihan pada pemilu. Mereka menggunakan pertimbangan-pertimbangan costs and benefits sebelum menentukan pilihan. Pertimbangan costs and benefits itu lebih didasarkan pada gagasan atau program-program yang bersentuhan dengan dirinya.Pendekatan ini kemudian dikembangkan oleh Morris P Fiorina dalam model keputusan pemilu restospektif atau penilaian kinerja partai. Dalam model ini tampak bahwa teori perilaku pemilu yang rasional dan pendekatan sosial psikologis sejatinya dapat dikombinasikan dan dikomplementasi-kan satu sama lain.

Begitu Pula yang terjadi pada PEMILUKADA Jawa Timur pada Tahun 2008 yang memenangkan pasangan Gubernur Soekarwo dan Wakil Gubernur Syaifulah Yusuf sampai pada putaran yang ke – 2 serta penambahan pemilu ulang putaran ke – 3 yang dilakukan di tiga Kabupaten di pulau Madura. Ketiga Mashab tersebut dapat dijadikan sebuah tolok ukur yang jelas untuk mengetahui bagaimana Perilaku pemilih dalam PEMILUKADA yang memenangkan pasangan KarSa serta membantu memahami alasan yang menyebabkan tingkat elektabilitas pasangan Karsa dapat mengalahkan pasangan Khofifah Indar Parawansa/Mudjiono (Kaji)dan mengetahui penyebab mengapa Partisipasi masyarakat dalam PEMILUKADA Jatim 2008 yang tidak cukup besar.

Demografi Politik Penduduk

Provinsi Jawa Timur Daerah yang memperingati hari jadinya setiap tanggal 12 oktober ini, tercatat sebagai provinsi yang memiliki wilayah terluas dari ke – 6 Provinsi yang ada di Pulau Jawa, dengan memiliki luas wilayah daratan sebesar 47.130,15 Km2 dan lautan seluas 110.764,28 Km2 yang letak Wilayahnya membentang antara 111°0′ BT – 114° 4′ BT dan 7° 12′ LS – 8° 48′ LS dan Dengan memiliki jumlah penduduk 37.476.757 jiwa yang tercatat (Tahun 2010) Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang berhasil mencapai persentase pertumbuhan ekonomi sebesar 7,5 persen pada tahun 2012, hal tersebut mampu melampaui indeks persentase pertumbuhan ekonomi nasional di Indonesia, dengan 38 wilayah administratif yang terbagi dalam 29 kabupaten dan 9 kota dan dengan sumber daya alam yang melimpah Jawa Timur adalah wilayah yang strategis bagi Investasi Modal Asing terutama dalam bidang industri, beberapa daerah yang berkembang berkontribusi dalam bidang industri di Jawa Timur adalah sebagai berikut : Kabupaten Kediri di Bidang Industri Rokok Gudang Garam sebagai salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia , Kabupaten Pasuruan di Bidang industri minuman makanan (produsen air mineral Aqua,Club) , produsen obat dan alat – alat industri , Kabupaten Gersik di Bidang industri textil dan terkenal dengan Semen Gersiknya yang sekarang mulai berekspansi ke arah Kabupaten Tuban , Kabupaten Bojonegoro yang kaya dengan eksplorasi minyak serta masih banyak wilayah lainnya yang juga banyak menyimpan potensi kekayaan alam dan sumberdaya yang tak terbatas.

MAKNA LAMBANG JATIM

Provinsi Jawa Timur yang memiliki semboyan JER BASUKI MAWA BEYA yang juga menjadi tulisan pada lambang Provinsi tersebut memilik makna menunjukkan motto Jawa Timur yang mengandung makna bahwa untuk mencapai suatu kebahagiaan diperlukan pengorbanan.

Susunan Masyarakat

Masyarakat Jawa Timur yang cukup beragam kesukuannya seperti suku madura , suku osin banyuwanggi , suku tengger hindu probolinggo dan pasuruan , dan etnis Tionghoa (keturunan Cina) serta penduduk yang secara keseluruhan didominasi oleh suku jawa, mencerminkan keberagaman kebudayaannya yang ada, membuat keragaman serta keyakinan masyarakatnya sangat heterogen, dan melahirkan sistem pranata dan norma – norma kebudayaan yang sangat kaya, struktur masyarakat yang lebih dominan dan terbesar, beragama muslim membuat tataran masyarakat dikalangan muslim yang ada di Jawa Timur cukup kuat dan beragam, dari Tataran Islam Inklusif hingga Islam Modern hal ini terlihat dari jumlah perkembangan Islam di Jawa Timur yang terbagi menjadi dua bagian yaitu Islam Muhammadiyah yang lebih memilih kearah As salaf ( AL-Quran dan sunnah) dan Nadathul Ulama ( Nahdliyin ) yang lebih condong al wahabbi ( Al-Quran Sunnah dan ajaran yang dilakukan sahabat nabi pada Masa Khilafa Nabi Muhammad) , dalam hal ini jumlah umat Islam yang tergabung dalam NU dapat dibilang lebih banyak jika dibandingkan dengan umut Islam Muhammadiyah namum mungkin juga dapat dibilang seimbang dalam perkembangannya saat ini melalui Institusi Pendidikan yang dikembangkan hingga sarana dan prasarana sosial seperti Kesehatan ( Rumah Sakit ) dan Panti Asuhan, Sekolah, Pondok Pesantren hingga Perguruan Tinggi.

Tataran susunan Umat Islam yang jumlahnya sangat besar di Jawa Timur mengakibatkan mobilisasi yang cukup besar didalam kalangan partai politik dan juga organisasi masyarakat dalam pelaksanaan PEMILUKADA hal itu terlihat dai setiap hasil pemilu didaerah Jawa Timur yang hasilnya lebih berafiliasi dengan partai politik yang Nasionalis ataupun Islam Inklusif, Islam Modern dan Islam Konservatif seperti partai – partai yang dominan suaranya dalam pemilu dari Jawa Timur yaitu PPP, PKB, PAN dan juga PKS, Provinsi Jawa Timur yang sering melahirkan pemimpin di Negeri ini juga secara tidak langsung menjadi basis dari kalangan Nasionalis PDIP yaitu dari tempat kelahiran Bung Karno di kabupaten Blitar , Demokrat tempat lahir Presiden SBY di Kabupaten Pacitan dan kalangan Islam nahdliyin di Kabupaten Jombang sebagai tempat berkembangnya Nahdlatul Ulama oleh Kyai Haji Mohammad Hasyim Asy'arie/Ashari , yang kemudian dilanjutkan oleh cucunya Abdurrahman Wahid Presiden ke-4 Indonesia yang juga anggota NU dan Partai PKB.

PEMILUKADA Jatim Tahun 2008

Berakhirnya masa jabatan Gubernur Provinsi JatimImam Utomo pada tahun 2008 setelah menjalani masa jabatannya sebagai Gubernur Jatim sebanyak 2 periode (10 Tahun), menjadi alasan mendasar diadakannyaPemilihan Umum Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 selain hal tersebut PEMILUKADA Tahun 2008 menjadi pemilihan kepala daerah yang pertama (secara demokratis) yang dipilih langsung oleh rakyat, setelah pemilu sebelumnya yang juga dipilih secara Demokratis tetapi (secara tidak langsung) oleh rakyat tahun 2003 – 2008 memenangkan Gubernur Imam Utomo dan Wakil Gubernur Soenarjo, yang sebelumnya juga pada pemilu tahun 1999 Iman Utomo yang juga mantan Panglima Komando Daerah Militer V Brawijaya, Purnawirawan TNI telah menjadi Gubernur yang dipilih oleh DPRD Provinsi Jawa Timur.

Pemilu Kepala Daerah diamanatkan melalui Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 tentang pemilihan kepala daerah secara demokratis yang sebelumnya secara teknisnya diatur melalui UU Nomor 5 Tahun 1974 dan UU Nomor 22 Tahun 1999 pemilihan kepala Daerah Tingkat 1 (Provinsi) dengan sistem demokrasi (secara tidak langsung) oleh DPRD serta diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Pada Tahun 2004 melalui UU Nomor 32 Tahun 2004 kemudian berubah aturan teknisnya menjadi Pemilu yang diadakan dengan sistem Demokratis (secara langsung) dipilih langsung oleh rakyat (one man one vote) yang menjadikan suara rakyat sebagai sumber kekuasaan terbesar untuk memilih kepala daerah/wakil rakyatnya sendiri melaui instrumen pemilihan umum .

Pemilihan Umum Kepala Daerah (PEMILUKADA) Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 adalah Pemilu Pertama yang dilakukan secara langsung oleh rakyat dan dipilih dengan asas demokratis , langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. PEMILUKADA pada Tahun 2008 diikuti oleh 5 pasangan CAGUB dan CawaGub yaitu : 1 Pasangan achmady – Suhartono diusung oleh (PKB dan NU), 2 Pasangan Khofifah Indar P – Mujdiono (PPP, PNBK dan NU) , 3 Sutjipto – Ridwan Hisjam (PDI Nasionalis) , 4 Soenarjo – Ali M Moesa (GOLKAR dan NU) dan Pasangan Soekarwo – Syaifullah Yusuf (PAN Demokrat dan NU).

KPUD provisinsi Jawa Timur sebagai lembaga yang secara struktural ditunjuk oleh KPU pusat untuk menyelenggarakan PEMILUKADA, bertanggung jawab penuh dalam penyelenggaraan pemungutan suara dan rekapitulasi (perhitungan suara) langsung di 9 Kota dan 29 Kabupaten yang ada di Jawa Timur melalui panitia penyelenggara pemilu PPK,PPS dan KPPS sesuai denga UU Nomor 22 Tahun 2007 , Pemilu Kepala Daerah Jawa Timur Tahun 2008 sebagai sarana Demokrasi ditingkat lokal diharap mampu menjaring dan memunculkan pemimpin yang berkualitas aspiratif dan sesuai kehendak ataupun pilihan rakyat Jawa Timur. Hasi PEMILUKADA Jatim Tahun 2008 yang memenangkan Pasangan Soekarwo – Syaifullah Yusuf (PAN Demokrat dan NU) sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur tidak serta merta berjalan lancar proses Pemilu yang harus di ulang kembali karena adanya indikasi kecurangan, setelah berjalannya pemilu putaran kedua menyebabkan proses yang panjang dan berdampak pada pembengkakan biaya yang cukup besar dan keterlambatan penggisihan jabatan pemerintahan Daerah (Gubernur).

Analisis PEMILUKADA Gubernur Provinsi Jawa Timur 2008

Penyelenggaraan Pemilihan umum sebagaimana dalam proses perwujudan demokrasi, asas Pancasila dan Pasal 18 UUD 1945 di Indonesia, dengan disertakannya perlibatan masyarakat dan pemberian Hak dalam pemilihan calon wakilnya dalam pemerintahan pada saat ini telah sampai pada tataran PEMILUKADAPemilihan Umum Kepala Daerah ditingkat kabupaten, kota dan Provinsi hal itu meningkatkan peran serta dan arti penting dari partisipasi masyarakat dalam proses politik yang lebih tinggi melalui Pemilihan Umum didaerahnya.

PEMILUKADA Jatim pada tahun 2008sebagai instrumen ataupun sarana dalam pembentukan pemerintahan yang Demokrasi, dalam hal ini Pemilukada dilaksanakan untuk memilih Calon Gubernur dan wakilnya di Provinsi Jawa Timur, Pemilukada yang memenangkan pasangan Gubernur Soekarwo dan Wakil Gubernur Saifulah Yusuf (KarSa) sejak 12 Februari 2009 , setelah proses yang panjang melalui putusan MK,yang membatalkan keputusan KPUD sebelumnya yaitu keputusan nomor 30/2008 tertanggal 11 November 2008, tentang hasil rekapitulasi perhitungan suara pilkada Jatim. Atau yang dimaksudkan dengan penghapusan keputusan (segala hal yang berhubungan dengan hasil rekapitulasi penghitungan suara di Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampangan, dan Kabupaten Pamekasan) yang dicurigai dan diketahui tentang adanya pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu pada ketiga daerah tersebut, dan telah disertai dengan bukti – bukti yang sah maka dalam pengadilan peradilan Mahkama Konstitusi (MK) menetapkan dalam putusan perselisihan PEMILUKADA Jatim putaran ke – 2 tahun 2008 hasil rekapitulasi KPUD keputusan nomor 30 tahun 2008 tertanggal 11 November 2008 dibatalkan dan diwajibkan melakukan pemilu ulang dan perhitungan ulangdi tiga kabupaten madura setelah 60 hari putusan MK dalam sidang sengketa pemilu tersebut.

Dalam proses penyelenggaraan PEMILUKADA di Madura terbukti adanya Tingkat kecurangan pelanggaran penyelenggaraan Pemilu khususnya di Kabupaten Bangkalan yang terbukti paling sistematis, terstruktur, dan masif sebagaimana bukti-bukti yang ditemukan di persidangan, hal tersebut menyebabkan Mahkamah Konstitusi yang pada saat itu diketuai oleh Mahfud MD membatalkan keputusan KPU Jatim No 30 Tahun 2008 yang berhubungan dengan hasil rekapitulasi pengitungan suara di tiga kabupaten Madura dan merekomendasikan untuk melakukan pemungutan dan penghitungan di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Sampang. Serta penghitungan ulang suara KPUD di Kabupaten Pamekasan.

Penyelenggaraan ulang Pemilu Putaran ke – 3 di tiga Kabupaten pulau Madura yang berlangsung pada tanggal 21 Januari 2009 tersebut tidak lepas dari tuntutan dari pasangan Calon Gubernur Khofiffah Indar Parawansa-Mujiono (KaJi) yang melalui tim suksesnya memperlihatkan bukti – bukti adanya kecurangan yang sangat sistematis karena adanya politisasi birokrasi dan penggelembungan suara baik melalui jumlah Daftar Pemilih Tetap, Perhitungan suara ditingkat desa yang seharusnya dilakukan di TPS dan bahkan penggelembungan suara yang dilakukan dengan cara pencoblosan sendiri oleh anggota/Petugas kelompok pemungutan suara karena tingakat GOLPUT atau tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu yang rendah. Namun sebenarnya hal yang menarik dalam Pemilu ulang yang dilakukan di tiga Kabupaten di Madura berdasarkan putusan MK tersebut juga tidak lepas dari perselisihan ditingkat UUD Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur independensi dan legitimasi serta pengawasan Pemilu yang sedang disempurnakan dalam regulasi penyelenggaraan Pemilu UU 22 Tahun 2007 sebagai turunan yang lebih komprehensif tentang independensi kelembagaan KPU sebagai peyelenggara pemilu yang permanen yang disertai dengan Kode Etik dan Dewan Kehormatan pada KPU sendiri ataupun pada Bawaslu dan Panwaslu sehingga lebih profesional, dan juga yang terpenting dalam penyelenggaraan Pilkada Jatim putaran ke – 3tahun 2009 tersebut, bertentangan dengan diaturnya dalam UU Nomor 12 Tahun 2008 Tentang berdampak pembatasan pengajuan jadwal pemungutan suara Pemilukada. Kepala Daerah yang masa jabatannya berakhir pada bulan November hingga Juli 2009 paling lambat melakukan putaran ke – 2 di bulan Desember 2008 karena bersinggungan dengan jadwal pemilu Nasional 2009.

Dari proses peyelenggaraan Pilkada/Pemilukada Jatim yang membahwa asas demokrasi atau proses demokrasi dalam pemilihan (democratic elections) langsung Kepala Daerah Dapat disimpulkan muncul dampak positif dari diadakannya PEMILUKADA, yaitu dapat meningkatkan peran serta masyarakat kedalam proses demokrasi pemerintahan melalui pemilihan kepala Daerah yang sesuai dengan pilihan nurani dan keinginannya, akan tetapi Pilkada juga belum tentu menjamin keutuhan suara dari seluruh masyarakat Jawa Timur walaupun telah diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2007 Pilkada dalam proses Pemilu Kepala Daerah, karena ketidak pastian dari seberapa besar jumlah antusiasme dan partisipasi masyarakat dalam memberikan suaranya didalam PEMILUKADA yang akan datang, karena berdasarkan data dari Jumlah Penduduk di Jawa Timur sebanyak 37.070.731 Penduduk dan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak29.045.722(100%), diketahui jumlah pemilih dalam DPT tersebut hanya sebesar 17.014.266 atau (60,8 %) yang meberikan suaranya dan sisanya sebanyak 6.669.592 atau (39,2 %) tidak memberikan suaranya, hingga putaran yang ketiga biaya Pemilu di Jawa Timur adalah biaya yang termahal dan terbanyak dalam menggunakan dana APBN dalam penyelenggaraan PEMILUKADA di Indonesia. Berikut adalah data yang dikelolah dari Kementerian Dalam Negeri tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah.

Gubernur Dipilih Melalui Perwakilan

Keunggulan

Kelemahan

a.Lebih sederhana dan efisien

b.Mengurangi potensi konflik sosial

c.Dapat menciptakan pola relasi KDH dan DPRD yang relatif harmonis

a.mereduksi proses demokratisasi lokal

b.tingkat legitimasi dipandang lebih rendah dari pilbub/pilwali

c.mendorong penguatan oligarki dan politik uang di DPRD

Gubernur Dipilh Secara Langsung

Keunggulan

Kelemahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun