[caption id="attachment_366920" align="alignleft" width="480" caption="Yusak Pejuang muda"][/caption]
Jarak tidak pernah menjadi kendala bagi siapapun untuk mencapai cita-cita hidup. Rasa rindu terhadap orang tua, keluarga, dan kampung tercinta seolah menjadi cambuk tajam untuk selalu berusaha melakukan hal yang terbaik dalam mencapai cita-cita. Begitu pula yang dialami Yusak Irenius Tigi, seorang mahasiswa Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2013. Yusak, nama panggilan yang biasanya diberikan oleh teman-teman dan para kenalan lain mengaku senang dapat belajar di Universitas Negeri Semarang. Dia datang dari Daerah Ekemanida, Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua untuk belajar di Universitas Negeri Semarang. Tempat asalnya memang jauh, namun semangat belajar Yusak terlihat jelas kala dia mampu beradaptasi dengan lingkungan, budaya, dan norma di Semarang. Yusak tidak pernah mengeluh dengan status barunya itu.
Putra dari pasangan Bapak Isaias Tigi dan Ibu Yulita Dogomo ini mendapatkan Beasiswa Afirmasi Program UP4B (Unit-unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat) berkat prestasinya selama belajar di SMA. Yusak adalah putra kedua dari delapan bersaudara. Dia mengatakan bahwa ia sangat beruntung karena bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dengan beasiswa prestasi yang diperoleh melalui usulan dari Bapaknya. Sebagai seorang Guru di Papua, Bapak Isais sangat aktif dalam mengajar di sekolah maupun mengajar putra-putranya di rumah.
“Saya ingin menjadi seorang Guru, Sastrawan, atau Wartawan” ujar Yusak dengan logat khas Papuanya saat ditanya mengenai cita-cita. Yusak adalah sosok yang unik bagi para teman di kampus. Gaya bahasa dan logat Papua menjadi hal yang menarik ketika berbincang-bincang dengan Yusak. Teman-teman di kampus selalu dibuat penasaran dengan cerita kultur maupun lingkungan Papua. Yusak juga seorang yang ramah dan senang menceritakan pengalaman hidup serta kultur Papua.
Ada satu cerita menarik yang disampaikan Yusak kepada saya. Dulu, Yusak dilahirkan oleh Ibunya di ladang. Keluarga Yusak memiliki ladang yang letaknya cukup jauh dari rumah. Selain jauh, transportasi di sana juga sangat sulit karena daerah tersebut tergolong masih sepi penduduk. Saat Ibu Yulita sedang berada di ladang untuk mengambil beberapa hasil panen, dia mengalami sakit perut yang luar biasa. Beruntunglah ada warga yang melihat Ibu Yulita sedang kesakitan sehingga dapat menolong dengan segera. Sakit perut yang diderita Ibu Yulita sebagai akibat usia kandungannya yang sudah cukup untuk melahirkan. Kondisi saat itu sangat menyulitkan proses persalinan Yusak. Hujan yang melanda daerah Papua memaksa Ibu Yulita melakukan persalinan di ladang miliknya. Berkat bantuan warga dan peralatan seadanya Yusak pun lahir dengan lancar. Setelah itu Yusak dimandikan. Tidak ada kekhawatiran sedikitpun saat itu. Inilah bukti kekebalan tubuh masyarakat Papua terhadap lingkungan sangat besar. Masyarakat Papua terkenal keras dan kuat, seperti Ibu Yulita setelah selesai melakukan proses persalinan, dia kembali ke rumahnya yang cukup jauh dengan berjalan kaki. Yusak yang baru saja lahir dibawa pulang dengan cara ditutup daun-daun besar sebagai payung.
Semangat Yusak dalam belajar untuk menggapai cita-cita semoga menjadi inspirasi bagi orang-orang yang akan ataupun sedang menempuh pendidikan-bahwa jarak jauh bukan suatu kendala yang dapat mematahkan semangat dan mimpi. Yusak akan terus belajar dan berjuang sampai mimpi-mimpinya dapat diwujudkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H