Mohon tunggu...
Rini Nainggolan
Rini Nainggolan Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Rini O. Nainggolan, Mrs. Paul Schmetz

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Stabilitas Sistem Keuangan: Budak Atau Tuan?

3 Oktober 2014   02:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:35 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat saya membaca tentang tema lomba "Bagaimana Menjaga Sistem Keuangan Agar Tetap Stabil", jawabannya jangan berhutang. Secara bersamaan saya sedang mencari-cari "Bagaimana Membangun Kekayaan" di google. Keuangan dan kekayaan selalu menarik bagi saya, hmmm. Di pikiran saya selalu ada peperangan, sebagai budak atau tuan? Saya mendefinisikan budak dan tuan sebagai berikut:

1. Budak: meminjam, berhutang, punya kredit.

2. Tuan: yang memberi pinjaman, yang memberi hutang, yang memberi kredit.

Hanya sesingkat itu saja jawaban saya, namun untuk mencapai pengertian itu sudah dijalani kehidupan seperempat abad, dan bulan ini saya akan mendapat umur 26 tahun. Meminjam merupakan kata halus dari berhutang dan yang memberi hutang akan selalu menjadi tuan, diterima atau tidak si pemberi hutang adalah tuan.

Pengalaman sejak kecil tentang hutang-piutang orang tua membuat saya selalu mendambakan keuangan yang tanpa hutang dan bagi saya inilah kekayaan. Tidak ada keinginan untuk belanja barang-barang "branded" meskipun suami saya dulu tinggal di Roermond, Belanda yang banyak outlet-outlet barang "branded". Tidak ada keingingan sebagai wanita sosialita. Bisa jadi sikap bersahaja Warren Buffet sudah meresap.

Tahun 2006 suami saya membeli rumah di Roermond dengan jangka waktu kredit rumah yang lumrah di Eropa, 25 tahun. Rumahnya yang sebelumnya ditempati dirasanya kecil sedangkan lantai tiga rumah yang baru hanya untuk ruangan mesin cuci pakaian dan sisanya untuk sauna dan peralatan olahraga. Kredit 25 tahun tidak dirasakan sebagai belenggu ikatan, dan saya membaca di "Dailymail" bahwa banyak yang kini justru membuat jangka kredit rumah hingga 40 tahun.

Tahun 2010 mulai terasa krisis financial Eropa dan suami saya pun mulai goyah, pekerjaan sebagai "Registred Controller" pun kena imbas PHK (tahun 2013 ditawari positi tetap di F&F, produsen besar jamur kering di Eropa. Saat berjumpa dengan saya di 2013, rumah tersebut berhasil dijual meski dengan harga lebih murah dari harga pasar. Kami pun menetap di Indonesia, kembali ke Pulau Samosir sudah lama saya pikirkan dan kini saya berhasil masuk ke asal leluhur saya tersebut.

Dengan uang yang tidak begitu banyak namun sudah berhasil aman dari hutang kredit dibuatkan rumah mungil, sebuah kendaraan tua bekas dan memulai pertanian kopi. Hanya cukup di situ tetapi sekali lagi tidak ada hutang. Pencapaian ini pun bukan berarti tidak menemui rintangan karena ada kasus pensiunan polisi dan keluarganya datang mengklaim tanah tempat pondok mungil saya sebagai milik mereka dan mengancam pembongkaran dengan buldozer (saya pernah menuliskan ini di Kompasiana juga).

Hingga kini saya tetap bertekad "Jangan sampai tangan saya menandatangi hutang" dan ini seolah menjadi doa tak sadar dari saya setiap saat kepada Yang Maha Kuasa.  Sudah sangat jelas agar sistem keuangan Indonesia stabil, lepaskanlah dari perbudakan hutang. Pihak yang berhutang menjadi budak dari yang menghutanginya. Jika kita masih tidak tahu bagaimana rincian langkah-langkahnya, ingat saja jadi budak atau tuan? Semoga kita masing-masing langsung dapat caranya. Begitu juga harapan untuk pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla yang keduanya berlatar pengusaha. Saya yakin mereka lebih paham tentang hutang yang menentukan jadi budak atau tuan ini, terlebih Bank seperti Bank Indonesia. "Hidup matinya bank bukan dari tabungan tetapi dari pemberian hutang" begitu saya baca. Tolong hutangi pihak yang selama ini memberi hutang ya.

[caption id="attachment_326950" align="aligncenter" width="448" caption="Foto Rumah Yang Terjual"][/caption]

[caption id="attachment_326951" align="aligncenter" width="448" caption="Kini Bebas Dari Perbudakan"]

1412251746157243123
1412251746157243123
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun