Mohon tunggu...
Ridha Muslimah
Ridha Muslimah Mohon Tunggu... -

Pendidik, mengajar di SMP Swasta

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Renungan Ala Rakyat

27 Agustus 2014   00:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:28 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mari kita duduk sejenak

Dan bercermin pada nurani

Sembari memakai kaca mata rakyat

Mencobamemahami dan menyelami

Hidup rakyat dengan asa dan mimpi yang berserak

Segala pikiran mereka yang memenuhi benak

Harapan mereka yang kadang membuat hati sesak

Tak hanya bersapa atau bertanya

Tapi ikuti hidup mereka

Orang-orang desa yang sederhana

Yang kadang pikirannya pun sederhana

Entah apa yang bisa memenuhi perutnya

Tak berpikir kenyang atau tiada

Dan hari ini bisa makan apa

Orang-orang kota yang jauh dari kaya

Yang kadang pikirannya pun tidak kaya

Mencoba peruntungan menghidupi keluarga

Yang hasihnya jauh dari seberapa

Terpinggirkan dari segala fasilitas serba ada

Mengais rezeki dari sisa-sisa

Orang-orang yang terbelit dan terlilit kemiskinan

Yang bingung menyambung hidup

Dan memanjangkan napas

Entah dengan apa mampu bertahan

Hanya lemah menunggu kematian

Tak berdaya dalam ketiadaan dan kepapaan

Orang-orang yang mencari tempat berteduh

Dan pasrah berlindung di mana

Karena tempat tinggal seadanya

Dengan bedeng-bedeng lusuh

Atau bahkan bertiang angin beratap langit

Beralas tanah meringkuk dalam kedinginan

Dan terpanggang dalam kepanasan

Orang-orang yang jungkir-balik bekerja

Yang hanya dapat uang tak seberapa

Yang tak mampu menghidupi keluarganya

Bahkan untuk seorang nyawa dirinya

Menahan tangis mendengar keluh anak-anaknya

Yang harus dipenuhi kebutuhannya

Walau kadang mengorbankan hidup dirinya

Demi kebahagiaan orang-orang tercinta

Orang-orang yang harus merelakan anak-anaknya bekerja

Membantu menafkahi keluarga

Memenuhi kebutuhan hidup yang kian meninggi

Dan jauh melambung ngeri

Membumbung tak terkendali

Bahkan untuk sesuap nasi tak terpenuhi

Bocah-bocah kecil tak sekolah terpaksa

Menanggalkan keceriaan dan kebahagiaannya

Karena tuntutan ekonomi keluarga

Orang-orang yang tak mampu mengenyam pendidikan

Yang berkubang dalam kebodohan

Hingga menjerat mereka pada kemiskinan

Bahkan kadang menyeret pada kejahatan

Biaya sekolah tinggi dengan kebutuhan gono-gini

Lebih baik untuk biaya makan hari ini

Orang-orang yang berselimut dalam kefakiran panjang

Yang berdesakan dalam kekumuhan

Yang hanya bisa memungut makanan terbuang

Memenuhi tuntutan perut

Bahkan sering sabar menahan lapar

Tak satupun yang bisa disantap

Hingga berpuasa setiap hari hal yang biasa

Orang-orang yang terpaksa sakit

Dan terabaikan sakit

Yang merelakan hidupnya dalam kesakitan

Sebab biaya pengobatan tinggi

Entah dengan apa harus menebusnya

Kesehatan adalah sesuatu yang mahal

Yang kadang tak memihak pada kesembuhan

Orang miskin dan terpinggirkan

Mari memakai hati…

Bayangkan kondisi mereka pada diri

Rasakan derita rakyat jelata

Rasakan bahagia ala mereka

Yang mungkin sengsara bagi penguasa

Atau orang kaya bergelimang harta

Biar kita mengerti …

Hidup mereka sangat sederhana

Bahkan cenderung teramat ala kadarnya

Hidup bersama mereka dalam kemelaratan

Membuat kita sedikitnya memahami

Peduli, simpati, dan empati …

Akan segala kesulitan dan kesempitan mereka

Jadi…

Berpikirlah bijak dengan kebeningan hati

Dalam menentukan kebijakan

Yang berpihak pada rakyat jelata

Bukan pada kepentingan kelompok

Atau pribadi semata

Yang mengatasnamakan negara

Atau kesejahteraan bangsa katanya

Tapi akhirnya….

Menambah beban hidup mereka kian sulit

Hingga membuat mereka menjerit

Karena hidup kian menghimpit

Jangan lukai hati rakyat!

Penguasa adalah pelayan rakyat

Bekerja untuk kesejahteraan rakyat

Berjuang untuk kemajuan bangsa dan masyarakat

Emban kepercayaan rakyat

Laksanakan dengan jujur amanat rakyat

Berkhianat pada rakyat

Ingat Tuhan kan melaknat

Ingat…bangsa ini kan jauh dari rahmat!

Pondok Aren, 31 Maret 2012

(Teruntuk para wakil rakyat yang baru dilantik, presiden terpilih,

para pemimpin negeri, dan politisi)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun