Mohon tunggu...
Ria Jumriati
Ria Jumriati Mohon Tunggu... Penulis - Menulis ada jiwa, maka menulislah agar bisa memiliki banyak jiwa

Manusia biasa yang hanya suka menulis. www.riajumriati.blogspot.com https://www.wattpad.com/user/RiaJumriati

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Karma Getih - Bab Satu

7 Maret 2017   12:09 Diperbarui: 7 Maret 2017   12:35 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar:richardusgunawan.blogspot.com

KARMA GETIH dalam bahasa Jawa memiliki arti Karma Berdarah. Cerita ini pernah saya kirim ke beberapa Penerbit dan sejumlah Majalah Wanita, namun tak ada berita apakah diterima atau di tolak. Dan saya memutuskan untuk menayangkan secara berseri di blog saya ini. Selamat menikmati ! 

Image : From Google

 BAB I 

KARMA GETIH

Ria Jumriati

Sejak kecil Dahayu hanya mengenal kakek neneknya. Hanya dua manusia renta itu yang mengurusnya hingga akhirnya salah satunya meninggal ketika Dahayu menginjak usia 40 hari. Tersisa hanya Mbah Kijah yang terbungkuk payah memanggul beban sebagai tukang sayur keliling demi membiayai hidup cucu semata wayangnya. Meski Mbah Kijah bersikeras agar Dahayu menamatkan sekolahnya hingga jenjang SMU, namun gadis itu menolak. Ia tak lagi bisa berkompromi dengan kemirisan hatinya demi melihat penderitaan Mbah Kijah. Tawaran menjadi pembantu di kota akhirnya  terpikir juga olehnya demi mengurangi beban neneknya.

            “Mbah masih mampu kasih makan kamu, ndak usah ke kota Nduk. Aku wedhi, sampean di jahati wong kota”

            “Tapi aku kan dibawa sama Pak Abdil, orangnya Mbah Kijah kan juga sudah lama kenal dan baik sekali sama keluarga kita”

            “Tapi dikota kan kamu bakal kerja sama orang yang juga ndak terlalu dikenal sama Pak Abdil, wong dia itu kan cuma makelar pembantu”

            “ Tapi aku tak tega melihat Mbah terus terusan kerja dan menderita” Seru Dahayu hampir menangis. Namun Mbah Kijah berusaha tegar. Nuraninya tetap membisikkan sesuatu yang aneh untuk melepas cucu semata wayangnya.

            “Izinkan aku pergi ya Mbah …” Pinta Dahayu memohon, namun Mbah Kijah bergeming dengan wajah mengeras.

            “Kamu tahu kan Nduk ? Ujarnya sambil menatap iba wajah Dahayu. “Sudah banyak kita dengar orang-orang desa sini yang jadi korban kejahatan orang kota. Belum lagi yang kerja diluar negeri, pulang bukan bawa uang malah jadi gila karena dijahili majikannya. Aku ndak mau kamu bernasib seperti itu Nduk, cuma kamu satu-satunya harapan Mbah dihidup ini”

Dahayu hanya terdiam sedih. Cerita mengerikan dari Lastri dan Hanum sudah menjadi buah bibir tak berkesudahan di desanya. Lastri yang menjadi TKW di Malaysia bahkan harus menjalani hidupnya sebagai gadis cacat karena menjadi korban penganiayaan majikannya yang kejam. Lalu ada Hanum, yang seumur hidupnya harus menanggung malu dengan mengandung dan melahirkan anak keturunan arab dari benih anak majikannya yang memperkosanya saat bekerja disana. Tak ada yang bisa mereka lakukan selain menerima kenyataan itu sebagai takdir sial yang harus dipanggul seumur hidup. Belum lagi, kisah Karsih dan adiknya yang terpaksa menjadi piatu saat ibu mereka pulang dalam keadaan tak bernyawa karena di bunuh oleh majikan Jiran nya. 

Tapi ironisnya, animo masyarakat terutama kaum perempuan masih saja tinggi untuk bekerja di kota dan luar negeri. Iming – iming gaji dan fasilitas besar memang bisa menghapus berita seburuk apapun. Kemiskinan yang kian mencekik dari hari kehari telah membutakan mata dan hati mereka pada pengalaman pahit yang pernah dialami  teman mereka sebelumnya.  Keluar dari jurang kemiskinan meski harus mendaki keterjalan yang tak jarang merusak masa depan dan pertaruhan nyawa, juga tak membuat mereka menjadi jera. Jiran memang bermandikan harapan, Namur terkadang harus dibayar sangat mahal oleh derita terampasnya harga diri, masa depan bahkan nyawa. Dan sayangnya, tak ada satu pun tangan perkasa di negeri ini yang bisa melindungi harga diri mereka sebagai bagian dari anak bangsa yang mencoba mencari peruntungan hidup yang tak pernah bisa disediakan oleh perangkat negara yang mengurusi kekayaan negeri ini dengan cara cara yang salah dan kerap mengorbankan mereka.

Dahayu masih diliputi kebimbangan pada tawaran Pak Abdil beberapa minggu lalu. Terbayang jumlah gaji yang dijanjikan Pak Abdil. Angka itu sangat bisa menutupi semua kebutuhan hidupnya selama ini. Dan yang lebih penting Mbah Kijah tak perlu lagi berjualan sayur keliling desa. Belum lagi bila sayurannya tak laku dan Mbah Kijah terjatuh sakit hingga berhari hari. Apa yang bisa dilakukan Dahayu ? Uang tak punya, harta tak lagi ada yang tersisa untuk dijual, yang ada hanya pasrah. Hal itulah yang membuat Dahayu ingin sekali menerima tawaran Pak Abdil. Ia tak perlu bekerja bertahun tahun, menurut hitungannya hanya setahun saja ia sudah bisa mengumpulkan uang untuk modal Mbah Kijah berjualan dirumah, membuka kios kecil untuk berjualan sayur mayur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun