PERHELATAN Konferensi Tingkat Tinggi negara-negara kerja sama ekonomi Asia Pasifik (KTT APEC) pada 7-8 Oktober 2013 merupakan pertemuan yang cukup strategis di tengah perlambatan ekonomi dunia seperti saat ini. KTT APEC yang menelan dana sebesar Rp 364 milliar ini diharapkan mampu mengobati persoalan ekonomi dunia khususnya di kawasan Asia Pasifik yang memiliki kontribusi sebesar 54 persen dari PDB Global (Jurnas.com 2013).
Pertemuan APEC diawali dengan APEC CEO Summit yang dihuni oleh para pengusaha dari kawasan Asia Pasifik. Para pengusaha ini bertemu dan membahas mengenai prospek kerjasama multilateral yang bisa dibangun pasca KTT APEC ini. Resolusi dari APEC CEO Summit ini yang kemudian menjadi landasan dialog para pemimpin di 21 negara.
7 Butir Kesepakatan APEC
KTT APEC yang diadakan di Nusa Dua Bali pada 7-8 Oktober 2013 ini mengangkat tema “Resilient Asia Pacific-Engine of Global Growth”. Pada pertemuan KTT APEC yang berlangsung selama 2 hari ini menelurkan 7 butir kesepakatan dari 21 pemimpin negara. 7 kesepakatan ini dibacakan secara langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Isi dari 7 kesepakatan tersebut antara lain pertama semua anggota APEC sepakat untuk meningkatkan kerja sama guna mencapai Deklarasi Bogor. Perlu diketahui, Deklarasi Bogor dihasilkan pada tahun 1994 di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Deklarasi Bogor adalah pertemuan bersejarah selama KTT APEC diselenggarakan sampai saat ini. Hal ini yang kemudian mendorong para pemimpin negara untuk terus mengejar target-target yang tertuang di dalamnya seperti keterbukaan, pasar bebas, perdagangan dan investasi terbuka. Deklarasi Bogor juga bertujuan untuk menurunkan bea cukai hingga nol dan 5 persen di lingkungan Asia Pasifik, untuk negara maju paling lambat 2010 dan untuk negara berkembang selambat-lambatnya 2020.
Kedua, para pemimpin negara APEC juga sepakat untuk meningkatkan perdagangan intra-APEC.Senada dengan peningkatan volume perdagangan ini, para pemimpin negara juga sepakat untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi Konferensi Tingkat Menteri (KTM) IX WTO pada desember mendatang.
Ketiga, tercapainya kesepakatan untuk mempercepat konektivitas APEC. Kesepakatan ini dalam rangka untuk mempercepat konektivitas APEC, baik fisik, institusional, maupun antar masyarakat. Minimnya infrastruktur negara-negara berkembang dalam aktifitas perdagangan seringkali menyebabkan hambatan perdagangan. Disamping itu, ketidakmampuan para pelaku perdagangan di lapangan dalam memahami dokumen-dokumen juga menyebabkan proses arus ekspor dan impor menjadi terkesan birokratis. Hal-hal inilah yang ingin diperbaiki dalam isu konektivitas di APEC.
Keempat, komitmen untuk mencapai keseimbangan, dan pertumbuhan global yang inklusif dan berkelanjutan. APEC berupaya agar pertumbuhan ekonomi bisa terjadi secara adil di antara negara-negara APEC. Pertumbuhan ekonomi yang diharapkan ke depan bukanlah pertumbuhan yang timpang. Dunia saat ini sedang dilanda oleh krisis global yang mencengangkan. China sebagai bagian dari APEC juga mengalami perlambatan ekonomi dari 7.8 persen menjadi 7.5 persen (Kompas 2013). Perlambatan ekonomi China ini juga dikhawatirkan oleh Bank Indonesia karena dapat berpengaruh kepada negara-negara di APEC khususnya Indonesia. Oleh karena itu, upaya untuk kembali memulihkan ekonomi dunia melalui APEC ini menjadi tantangan yang serius.
Kelima, menjaga sumber daya alam yang terbatas. Isu ini sangat menarik karena secara personal, Indonesia masih memiliki catatan buruk dalam lobi memperjuangkan CPO agar masuk ke dalam daftar 54 komoditas EG List. Permohonan terkait CPO ini sudah ditolak sejak KTT APEC tahun 2012 di Vladivostok, Rusia. Disamping itu, negara-negara APEC juga berupaya untuk melakukan diversifikasi energi agar dapat menjaga kualitas bumi di masa depan.
Keenam, APEC bersinergi dengan forum-forum regional dan global lainnya, seperti Pertemuan Tingkat Tinggi Asia Timur dan G-20. Pertemuan-pertemuan di dunia ini sudah semakin luas. Open Regionalism yang mulai menjadi wacana di era ini mendorong transaksi perdagangan yang tanpa batas. Akan tetapi, forum-forum kerjasama perdagangan semacam ini harus menjadi katalisator dalam menumbuhkan ekonomi dunia dan bukan justru menjadi forum antiklimaks yang tak berdampak bagi kesejahteraan warga negara di masing-masing wilayah.
Ketujuh, kesepakatan mengembangkan sektor bisnis melalui Dewan Penasehat Bisnis APEC (ABAC) untuk mencapai tujuan perdagangan bebas dan terbuka serta mendorong investasi. ABAC adalah forum prestisius di bawah APEC. ABAC adalah kumpulan para pengusaha di kawasan Asia Pasifik yang memiliki andil cukup besar dalam memetakan ekonomi kawasan. Mereka adalah pelaku sebenarnya menurut Sofian Wanandi, Ketua APINDO. Oleh sebab itu, ABAC akan terus didorong untuk melakukan kerjasama bisnis dan investasi untuk menjaga pertumbuhan ekonomi ke depannya.
Sebuah Jembatan
KTT APEC yang diselenggarakan pada 7-8 Oktober 2013 ini merupakan “jembatan” bagi pertemuan KTM IX WTO pada 3-6 Desember 2013. Pada poin kedua kesepakatan APEC disebutkan bahwa negara-negara APEC akan mendorong persiapan untuk menyongsong KTM IX WTO di bali mendatang. KTT APEC ini adalah pertemuan penting yang sudah diinisiasi sejak tahun 1989 sebelum WTO resmi dibentuk pada tahun 1994 setelah Putaran Uruguay. Beberapa isu yang diangkat dalam KTT APEC memiliki kedekatan dengan isu yang akan diangkat pada KTM IX WTO seperti Agreement on Agriculture (AoA), Development Agenda, dan Trade Facilitation. KTM IX WTO adalah Putaran Doha yang sudah 12 tahun mengalami kemandegan serius dan perlu untuk diselesaikan sesegera mungkin. Direktur Jenderal WTO, Roberto Azevedo juga cukup optimis dengan KTM IX WTO mendatang yang sudah menemukan titik terang dalam negosiasi-negosiasi di 3 isu tersebut.
M.Reza S.Zaki S.H. (@RezaSZaki)
Alumni Fakultas Hukum UGM, Mahasiswa S2 Diplomasi Perdagangan Dunia UGM, Asisten Peneliti Pusat Studi Perdagangan Dunia UGM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H