Mohon tunggu...
Rendratoso Santoso
Rendratoso Santoso Mohon Tunggu... -

My name is Rendra Now I Am a Student Of Prof. DR. Moestopo Beragama, I like Writing, for me by writing we could take out our problem without hurting anyone. I am kind of fun person, and I like challenge.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Teman dalam Duka

3 Februari 2010   07:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:06 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Entah sudah beberapa hari Rizal terbaring diatas dipan sederhana di dalam tenda penampungan yang dipenuhi korban gempa Padang tahun 2009 yang lalu. Tubuhnya lemah dan tulang kakinya patah karena tertimpa atap bangunan tempat kontrakannya yang roboh. Dia tersadar dan terbangun sudah ada didalam tenda penampungan. Dia merasa kesepian di saat kesakitan menerpanya, itulah susahnya menjadi seorang perantau yang jauh dari sanak keluarga. Tetapi dia masih merasa beruntung karena tenaga – tenaga medis yang diperbantukan sangat baik – baik, sehingga jika para korban membutuhkan bantuan mereka akan sigap membantu, paling tidak hal ini dapat meringankan derita para korban gempa padang ini. Bila malam telah datang hati terasa nyeri tergigit sepi belum lagi ditambah dengan mendengar ambulan yang meraung – raung suara sirinenya menandakan ada korban yang ditemukan dari reruntuhan baik masih hidup maupun sudah menjadi mayat.

Tidak ada sanak saudara yang tahu mengenai nasib dari Rizal ini karena memang dia meninggalkan kampung halamannya di Jombang Jawa Timur tanpa sepengetahuan orang tuanya. Malam sebelum dia memutuskan untuk berangkat merantau dia sempat bersitegang dengan ayahnya mengenai rencana sang ayah yang ingin kawin lagi, yang secara frontal ditolaknya, tetapi apa yang menjadi hak veto seorang anak ketika orang tua berkehendak seakan tidak berguna, akhirnya Rizal memutuskan untuk walkout dari rumah. Dia memilih kota padang karena memang pada waktu itu banyak teman yang menjadi kuli proyek dikota itu, dengan bantuan seorang teman diapun bisa menjadi seorang kuli bangunan, padahal kalau dilihat dari latar belakang keluarganya yang berada, teman – temannya merasa kalau Rizal mau menerima pekerjaan kasar itu, akhirnya setelah dia meyakinkan temanya itu baru dia benar – benar bisa bekerja. Berat memang karena tidak terbiasa, terkenamarah sering dirasakannya karena itu bukan bidang seorang lulusan sarjana Ekonomi seperti Rizal. Tetapi semangat kebencian dan kemarahan akan ayahnya membuat dia sabar dan tetap semangat.

Siang itu dia sedang berada di kontrakanya yang sempit dan sederhana, dia memutuskan untuk tidak berangkat bekerja karena urat kakinya tertarik sehingga dia tidak bisa berjalan lancar, baru beberapa menit dia terlelap diatas kasur lantainya, tiba – tiba bumi berguncang dengan kerasnya, banyak orang berteriak, debu yang bercokol dilangit – langit kamarnya pun berjatuhan dia segera bangkit dan melangkah keluar, begitu dia membuka pintu terlihat orang – orang berlarian, berteriak menyebut nama NYA seraya memohon ampun, ada yang menangis duduk bersimpuh. Hendak dilangkahkan kakinya untuk berlari menjauh dari kontrakanya tiba – tiba semua menjadi gelap, hal terkahir dilihatnya adalah sebuah pohon roboh minimpa rumah yang ada dihadapanya.

panas sekali malam ini ” gumamnya dalam hati, Rizal menggeser badannya sehingga tubuhnya bisa duduk tegak. ”ini makan malamnya, makan yang banyak biar cepat sembuh” kata seorang perawat laki – laki yang mengantar makan malam buat para korban gempa. ”mas, berapa lama lagi aku harus berbaring disini?” tanya Rizal kepada perawat itu. ”ya kalo kamu sudah bisa berjalan kamu boleh meninggalkan tenda penampungan ini” jawab perawat itu sembari memberikan makanan kepada korban gempa yang berbaring didipan disamping dipan tempat Rizal berbaring. Sayur sop dan telur dadar dipotong persegi itu sangat nikmat sekali, tiga sendok nasi sudah dilahapnya. Terlihat dari pintu masuk tenda berjalan seorang anak perempuan berumur sekitar sembilan tahunan dengan muka dan pakaian dekil dan kumal, matanya kosong memandangi tenda penampungan itu, tepat pada sendokan yang keempat, mata Rizal tertuju pada anak perempuan itu, kemudian dia memandang kesekeliling yang dilihatnya orang – orang sedang sibuk mengunyah makan malamnya sendiri tanpa memperhatikan sekelilingnya, ”gimana sih orang – orang ini tidak ada yang perduli terhadap orang lain yang susah” gumamnya. ”dik...dik...ya ...kamu, benar kamu, sini..sini” teriak Rizal mengundang anak perempuan itu. Anak itu tersenyummemperlihatkan giginya depanya yang tanggal satu, anak itu segera menghampiri pembaringan Rizal, ”mana orang tuamu dik?” tanya Rizal kepada anak itu. ”aku tidak tahu dimana mereka berada” jawabnya. ”siapa mnamamu?” tanya Rizal lagi, ”Hanna” jawabnya singkat. ”sudah makan belum?” tanya Rizal sembari mengusap kepala anak itu. Anak itu hanya menggeleng pelan, iba hati Rizal melihat keadaan anak ini. ”kita makan bareng ya? Ini juga ada kue kok nanti dimakan ya?” ajak Rizal kepada anak itu. Setelah mereka selesai makan, Rizal menawarkan kepada anak itu untuk tinggal di tenda penampunganitu sampai orang tuanya ditemukan. Tetapi anak itu menolak karena dia harus tinggal bersama dengan adiknya ditempat lain, ”oh mungkin anak ini kurang mendapat jatah makan ditendanya sehingga dia harus mencari makan di tenda penampunagn lain” pikir Rizal.

Sudah tiga malam anak perempuan itu selalu singgah ke tenda penampungan tempat Rizal bernaung makan dan bercanda dengannya. Bahkan Rizal berniat mengadopsi dia sebagai anak jika nanti memang orang tua anak ini tidak pernah ditemukan atau meninggal. ”kamu seneng ya main sama kak Rizal” kata Rizal kepada anak itu, dan anak itu hanya tersenyum malu – malu sambil menutupi mulutnya. Jam menunjukan pukul 21.00 anak itu berpamitan kepada Rizal. Rizal melepas kepergian anak perempuan itu dengan hati yang sedih, tetapi ada semangat yang timbul setiap anak ini berpamitan kepadanya, semangat untuk cepat sembuh sehingga dia bisa mengantar anak perempuan itu lebih jauh paling tidak sampai tenda dimana dia bernaung dan sekaligus melihat adiknya yang masih kecil.

Sudah dua hari in Rizal tidak nafsu makan, bersamaan dengan tidak hadirnya anak perempuan itu, sudah dua malam dia tidak pernah menyentuh makan malamnya, sampai – sampai para perawat membujuknya untuk makan, tetapi percuma saja semakin mereka memaksa, Rizal semakin tidak bernafsu. ”dimana Hanna berada? Apakah dia sudah bertemu dengan orang tuanya? Bagaimana jika terjadi apa – apa dengan dia dan adiknya, apa mereka sakit? ” hal in lah yang berkecamuk dipikirang dia. Tiba – tiba lamunanya itu tersadar dengan ditanyangkannya berita di salah satu stasiun swasta pada jam 19.00.

Selamat malam saudara saya Anita dalam sekilas berita, pada hari ini tepat pukul 14.30 tim SAR dan Tentara yang tergabung dalam tim evakuasi menemukan dua mayat anak perempuan diperkirakan mereka kakak beradik, yang satu berumur sekitar sembilan tahun dan adiknya berumur dua tahun mereka ditemukan didalam reruntuhan rumahnya dengan posisi berpelukan, diperkirakan mereka sudah terperangkap dalam timbunan ini selama 5 hari dan jenasah sudah deperkirakan meninggal sejak dua hari yang lalu sangat mengharukan sekali, tidak ditemukan kedua orang tua anak ini didalam reruntuhan rumah tersebut, bagi mereka yang mengenali kedua jasad ini harap mendatangi kantor kepala desa untuk....” tanpa terasa air mata sudah membanjiri pipi Rizal yang tidak sanggup mendengar berita ini, dia berusaha bangkit dari pembaringanya dan terseok – seok berjalan keluar dari tenda, sudah banyak perawat yang melarang tetapi dia tetap melawan dan terus berjalan sambil menangis sambil menyebut nama Hanna. Akhirnya sampai juga dia di kantor kepala desa, segera dicarinya mayat anak – anak yang dibaringkan diteras kantor kepala desa, dibukanya kain penutup yang menutup jenasah dilihatnya sosok anak perempuan yang mendatanginya setiap malam bermain dan bercanda dengannya, Risal membuka bibir atas dari anak itu terlihat gigi depan yang tanggal persis seperti Hanna yang selalu datang beberapa malam kemarin. Rizal tak kuasa menahan duka tak disadari dia menangis meraung sehingga menarik perhatian orang. Dia menangis dan menangis, menangisi sebuah kekosongan, kesepian yang selalu mendera dirinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun