Mohon tunggu...
Rendratoso Santoso
Rendratoso Santoso Mohon Tunggu... -

My name is Rendra Now I Am a Student Of Prof. DR. Moestopo Beragama, I like Writing, for me by writing we could take out our problem without hurting anyone. I am kind of fun person, and I like challenge.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jazz Democratie

7 Februari 2010   03:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:03 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru beberapa bulan ini saya menggandrungi musik jazz yang memang sebelumnya saya kurang bisa memahami musik jenis ini, atau mungkin karena saya sudah terlalu nyaman dengan musik dangdut yang melegenda di tanah air ini. Awal mula kegandrungan saya dengan musik jenis jazz ini karena kebetulan saya mendapat kiriman dua keeping Jazz Music DVD dari teman saya yang bekerja sebagai pelayan di sebuah perusahaan kapal pesiar luar negeri, kedua keeping DVD tersebut adalah performance dari Lee Ritenour (Gitaris) and friends yang tergabung dalam The Fourplay(live from the coconut Grove Volume 1 & 2)dan keeping yang lain memuat The Fourplay dengan formasi baru dimana Lee Ritenour menggandeng Nattan East(Basis) yang sebelumnya dipersonili oleh Antony Jackson. Dalam suatu kesempatan, Lee Ritenour menyuguhkan irama Jazz yang dipadu dengan raungan gahar gitar dari Steve Lukather (Gitaris group band Toto) melantunkan instrumentalia dengan judul Cause we ended as lovers ciptaan Stevie Wonder, irama gitar Lee pun dimainkan dengan cadas tetapi masih mengandung unsur yang Jazzy, ternyata musik jazz bisa mengakomodir berbagai genre musik. Bahkan ada seorang teman yang mengkoleksi CD jazz “Tribute” dimana musik yang dimainkan merupakan musik dari penyanyi atau group band legendaris yang kemudian diaransir menjadi musik jazz, seperti Lagu love me tender (Elvis Presley) yang dibawakan dengan ciri Jazz yang rapih dan indah oleh Norrah Jones, mungkin buat orang yang sudah menggandrungi Jazz, tulisan ini akan dianggap kuno dan ndeso, tetapi ini adalah ungkapan hati saya yang terdalam mengenai jenis musik Jazz.

Dilain hal saya memandang Jazz tidak hanya dari sudut pandang hiburan saja, tetapi bisa dilihat dari sudut pandang berpolitik dan berkomunikasi, mengapa saya bisa mengatakan demikian? Yang pertama para pemegang instrument (Gitar, Bas, Keyboard/Piano, Drum dan saxophone dll.)mempunyai kekhasan dan karakter sendiri – sendiri, sebagai contoh seorang pemain gitar dalam satu group jazz yang membawakan sebuah lagu tertentu, dan pada kesempatan lain pemain gitar ini diganti dengan pemain gitar lain maka akan terlihat sekali perbedaan ciri permainan dan “soul”nya.

Juga saya mengartikan bahwa setiap Instrument musik Jazz tersebut adalah partai – partai yang mempunyai ciri dan karakter masing – masing, dan pemain tersebut merupakan seorang figure dari ketua partai, dimana nantinya jika ketua partai diganti maka siketua baru akan memperlihatkan ciri permainan yang berbeda dengan pendahulunya, sedangkan panggung merupakan sebuah arena dimana setiap pemain instrument dalam konteks ini berarti para pimpinan partai menyampaikan inspirasi dan keunikan mereka dan partai mereka masing – masing. Pada tahap dimulainya pertujukan sebuah lagu jazz dimainkan secara bersama dan cenderung antara pemain instrument satu dan lainya menunjukkan kehebatan masing – masing dan disaat itu kita sebagai pendengar akan merasa bingung dengan apa yang dimainkan, “gimana sih mainya? Nggak mudeng” itu komentar saya waktu mendengarkan DVD Jazz saya untuk yang pertama kali, saya mengibaratkan sesi ini adalah ketika partai – partai menyampaikan visi dan misi mereka, jujur disadari atau tidak kita juga merasa bingung dengan propaganda partai yang banyak, sampai - sampai untuk memilih yang jelek juga sangat susah, kemudian saya tetap melanjutkan untuk mendengarkan dan tiba pada saat para pemain memainkan instrument mereka secara “solo” (sendiri) sebagai contoh: permainan solo gitar, bas, saxophone, dan diakhiri dengan permainan solo drum, dan setiap pemain instrument saling memberikan kesempatan untuk menunjukkan kemahiran yang nantinya dari situ kita bisa mendapat titik terang mengenai karakter – karakter pemain instrument tersebut, kemudian kita akan bisa memberi anugrah penilaian dari cara bermain mereka, jika dalam kancah politik lebih trendnya disebut debat terbuka begitu juga dengan cara berpolitik ini kita akan mudah dalam memberi penilaian tokoh mana yang layak menjadi pemimpin kita. Dan pada akhirnya para pemain Jazz ini menutup dengan nada dan irama yang kompak meriah, menandakan bahwa suara mereka sudah bulat, bersinergi, sehingga irama pada bait – bait terakhir akan cenderung membuat kita semakin menemukan jiwa (soul) dari bermain musik Jazz ini. Begitu juga dalam berpolitik setelah suara bulat dan terpilihlah seseorang untuk menjalankan roda pemerintahan, maka dengan mudah pula kita meraba dan menelaah kemana arah pemimpin kita ini akan membawa bangsa dan rakyatnya. Yang terpenting adalah pada tahap akhir dimana para personel pemain jazz tersebut akan mendapatkan applause bahkan standing ovation yang menandakan mereka berhasil membuat orang – orang yang menonton merasa puas dengan pertunjukan itu. Tetapi celakanya kalau musik jazz yang dibawakan mereka tersebut kurang bisa menghibur dan para penonton tidak puas dengan pertunjukan tersebut bisa – bisa belum 100% pertunjukan tuntas, penonton sudah meminta para pemain untuk lengser keprabon dari panggung pertunjukan atau bahkan yang lebih parah berbuat anarki melempari para pemain musik Jazz tersebut dengan sepatu, botol minuman,kaos kaki bau, telur busuk, bunga (tetapi dengan pot – potnya) atau bahkan membawa kerbau untuk menunjukkan bahwa musik yang dijanjikan semarak itu ternyata “gombal – gambul” alias nggak bisa dipertanggung jawabkan.

Lha namanya aja kecewa karena janjinya ASPAL (ASli tapi PALsu), kalau ditanya emosi ya pasti emosi, terus kalau kecewa dan emosi mau ngapain? Ya nggak mungkin to lapor polisi? atau minta uang kembali, kan pertunjukan yang ditonton sudah berjalan 99%, bawa senapan atau telanjang ya malah ditangkep polisi karena melanggar aturan kesopanan dan keamanan, mending bawa kerbau aja sekaligus menunjukkan kepada kerbau tersebut kalau dikota itu jalanya macet ternyata banyak lubang kayak di kampung, banyak kedustaan yang ditutup – tutupi dan hal negatif lainya, biar akhirnya si kerbau sadar bahwa dia tidak akan pernahbisa menjadi anggota pertunjukan musik yang memberikan kepuasan kepada masyarakat”.

Salam peace and I love you full.

Baru beberapa bulan ini saya menggandrungi musik jazz yang memang sebelumnya saya kurang bisa memahami musik jenis ini, atau mungkin karena saya sudah terlalu nyaman dengan musik dangdut yang melegenda di tanah air ini. Awal mula kegandrungan saya dengan musik jenis jazz ini karena kebetulan saya mendapat kiriman dua keeping Jazz Music DVD dari teman saya yang bekerja sebagai pelayan di sebuah perusahaan kapal pesiar luar negeri, kedua keeping DVD tersebut adalah performance dari Lee Ritenour (Gitaris) and friends yang tergabung dalam The Fourplay(live from the coconut Grove Volume 1 & 2)dan keeping yang lain memuat The Fourplay dengan formasi baru dimana Lee Ritenour menggandeng Nattan East(Basis) yang sebelumnya dipersonili oleh Antony Jackson. Dalam suatu kesempatan, Lee Ritenour menyuguhkan irama Jazz yang dipadu dengan raungan gahar gitar dari Steve Lukather (Gitaris group band Toto) melantunkan instrumentalia dengan judul Cause we ended as lovers ciptaan Stevie Wonder, irama gitar Lee pun dimainkan dengan cadas tetapi masih mengandung unsur yang Jazzy, ternyata musik jazz bisa mengakomodir berbagai genre musik. Bahkan ada seorang teman yang mengkoleksi CD jazz “Tribute” dimana musik yang dimainkan merupakan musik dari penyanyi atau group band legendaris yang kemudian diaransir menjadi musik jazz, seperti Lagu love me tender (Elvis Presley) yang dibawakan dengan ciri Jazz yang rapih dan indah oleh Norrah Jones, mungkin buat orang yang sudah menggandrungi Jazz, tulisan ini akan dianggap kuno dan ndeso, tetapi ini adalah ungkapan hati saya yang terdalam mengenai jenis musik Jazz.

Dilain hal saya memandang Jazz tidak hanya dari sudut pandang hiburan saja, tetapi bisa dilihat dari sudut pandang berpolitik dan berkomunikasi, mengapa saya bisa mengatakan demikian? Yang pertama para pemegang instrument (Gitar, Bas, Keyboard/Piano, Drum dan saxophone dll.)mempunyai kekhasan dan karakter sendiri – sendiri, sebagai contoh seorang pemain gitar dalam satu group jazz yang membawakan sebuah lagu tertentu, dan pada kesempatan lain pemain gitar ini diganti dengan pemain gitar lain maka akan terlihat sekali perbedaan ciri permainan dan “soul”nya.

Juga saya mengartikan bahwa setiap Instrument musik Jazz tersebut adalah partai – partai yang mempunyai ciri dan karakter masing – masing, dan pemain tersebut merupakan seorang figure dari ketua partai, dimana nantinya jika ketua partai diganti maka siketua baru akan memperlihatkan ciri permainan yang berbeda dengan pendahulunya, sedangkan panggung merupakan sebuah arena dimana setiap pemain instrument dalam konteks ini berarti para pimpinan partai menyampaikan inspirasi dan keunikan mereka dan partai mereka masing – masing. Pada tahap dimulainya pertujukan sebuah lagu jazz dimainkan secara bersama dan cenderung antara pemain instrument satu dan lainya menunjukkan kehebatan masing – masing dan disaat itu kita sebagai pendengar akan merasa bingung dengan apa yang dimainkan, “gimana sih mainya? Nggak mudeng” itu komentar saya waktu mendengarkan DVD Jazz saya untuk yang pertama kali, saya mengibaratkan sesi ini adalah ketika partai – partai menyampaikan visi dan misi mereka, jujur disadari atau tidak kita juga merasa bingung dengan propaganda partai yang banyak, sampai - sampai untuk memilih yang jelek juga sangat susah, kemudian saya tetap melanjutkan untuk mendengarkan dan tiba pada saat para pemain memainkan instrument mereka secara “solo” (sendiri) sebagai contoh: permainan solo gitar, bas, saxophone, dan diakhiri dengan permainan solo drum, dan setiap pemain instrument saling memberikan kesempatan untuk menunjukkan kemahiran yang nantinya dari situ kita bisa mendapat titik terang mengenai karakter – karakter pemain instrument tersebut, kemudian kita akan bisa memberi anugrah penilaian dari cara bermain mereka, jika dalam kancah politik lebih trendnya disebut debat terbuka begitu juga dengan cara berpolitik ini kita akan mudah dalam memberi penilaian tokoh mana yang layak menjadi pemimpin kita. Dan pada akhirnya para pemain Jazz ini menutup dengan nada dan irama yang kompak meriah, menandakan bahwa suara mereka sudah bulat, bersinergi, sehingga irama pada bait – bait terakhir akan cenderung membuat kita semakin menemukan jiwa (soul) dari bermain musik Jazz ini. Begitu juga dalam berpolitik setelah suara bulat dan terpilihlah seseorang untuk menjalankan roda pemerintahan, maka dengan mudah pula kita meraba dan menelaah kemana arah pemimpin kita ini akan membawa bangsa dan rakyatnya. Yang terpenting adalah pada tahap akhir dimana para personel pemain jazz tersebut akan mendapatkan applause bahkan standing ovation yang menandakan mereka berhasil membuat orang – orang yang menonton merasa puas dengan pertunjukan itu. Tetapi celakanya kalau musik jazz yang dibawakan mereka tersebut kurang bisa menghibur dan para penonton tidak puas dengan pertunjukan tersebut bisa – bisa belum 100% pertunjukan tuntas, penonton sudah meminta para pemain untuk lengser keprabon dari panggung pertunjukan atau bahkan yang lebih parah berbuat anarki melempari para pemain musik Jazz tersebut dengan sepatu, botol minuman,kaos kaki bau, telur busuk, bunga (tetapi dengan pot – potnya) atau bahkan membawa kerbau untuk menunjukkan bahwa musik yang dijanjikan semarak itu ternyata “gombal – gambul” alias nggak bisa dipertanggung jawabkan.

Lha namanya aja kecewa karena janjinya ASPAL (ASli tapi PALsu), kalau ditanya emosi ya pasti emosi, terus kalau kecewa dan emosi mau ngapain? Ya nggak mungkin to lapor polisi? atau minta uang kembali, kan pertunjukan yang ditonton sudah berjalan 99%, bawa senapan atau telanjang ya malah ditangkep polisi karena melanggar aturan kesopanan dan keamanan, mending bawa kerbau aja sekaligus menunjukkan kepada kerbau tersebut kalau dikota itu jalanya macet ternyata banyak lubang kayak di kampung, banyak kedustaan yang ditutup – tutupi dan hal negatif lainya, biar akhirnya si kerbau sadar bahwa dia tidak akan pernahbisa menjadi anggota pertunjukan musik yang memberikan kepuasan kepada masyarakat”.

Salam peace and I love you full.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun