Suasana ganjil terlihat dari sebuah keluarga. Kami melihat dari kejauhan seorang ayah yang sedang lelah dalam perjalanan jauh berhari-hari, nampak lesu masuk dalam rumah.
Tidak kudengar ucapan salam dari lisan ayah dua anak itu. Sementara , sang istri hanya berdiri diri tegap sambil sibuk dengan aktifitas di depannya. Sang anak terhipnotis dengan benda mungil ditangannya. Sesekali mereka hanya senyum tipis.
Tidak ada tatapan wajah kerinduan. Tidak ada jabatan tangan kehangatan apalagi pelukan erat yang saling menguatkan. Sang Ayah masuk rumah seperti berjalannya serdadu kalah perang. Gontai. Ibu dan anaknya tidak bergeming dari tempatnya.
Datar, sunyi dan hambar. Sejak kapan kebiasaan dalam keluarga ini berlangsung? Â Memang kenapa?Â
Keluarga adalah basis kebahagiaan. Keluarga adalah kekuatan. Anak-anak yang kuat mental lahir dari keluarga yang penuh empati dan simpati. Rumah tangga yang berbalut keharuan dari anggota keluarga saling mendukung dan mensupport.Â
Apa yang dilakukan salah satu anggota keluarga adalah bagian penting dari unsur keluarga yang lain.Â
Ayah sebagai pemimpin keluarga perlu menata ulang SOP keluarga. Mengembalikan pada ruh bahwa keluarga adalah baiti jannati. Sang ayah memulai lebih dulu apa dan bagaimana melakukan sesuatu.Â
Melihat kondisi di atas, maka wajib bagi sang ayah Melakukan inisiasi.Â
Bila fragmen kepulangan ayah ke rumah di replay dan ditata kembali, maka sang ayah pemimpin tertinggi mengambil langkah: masuk area rumah dengan senyum lepas, tunjukkan kebahagiaan pada istri dan anak, ajak jabat tangan mereka, tanya kabar mereka, minta tolong kepada sang anak "tolong bawakan tas ayah".
Ayah, kau sumber energi
Ayah, kau motivator
Ayah, kau pemantik kesuksesan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H