Mohon tunggu...
muhammad suud
muhammad suud Mohon Tunggu... Editor - Pendidik, juga sering mengisi motivasi, training dan parenting. Setiap pekan mengisi kegiatan motivasi di radio prameswara Lamongan

Membangun Peradaban Islam melalui Pembinaan remaja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memimpin Sepenuh Rasa

28 April 2022   18:15 Diperbarui: 28 April 2022   18:19 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Konflik alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pertambangan galian C yang terjadi di Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri masih menyisakan luka mendalam.

Ini sebuah contoh akan pentingnya memperhatikan rasa dalam proses pengambilan keputusan yang melibatkan kepentingan umum. Tidak hanya mementingkan segelintir orang, sebagian elite tapi mengedepankan nilai-nilai humanisme, komunikasi yang elegan. Lebih penting lagi adalah menjaga perasaan masyarakat setempat.

Memaksakan kehendak adalah sebuah penindasan, tidak hanya melukai warga tapi bertentangan dengan Undang-undang Dasar 45 dan Pancasila.

Hakekatnya pemerintah dalam hal ini pemimpin adalah melayani bukan memeras, mengayomi bukan menakut-nakuti, melindungi bukan mengebiri.

Menjadi pemimpin penguasa adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat, maka hendaknya siapapun pemimpin di negeri ini mampu menjadi tauladan, bersikap adil, bukan adil hanya untukku kelompoknya tapi adil bagi mayoritas masyarakat.

Masyarakat sudah banyak dibuat lelah atas melambungnya harga harga kebutuhan pokok, masyarakat sudah jenuh atas janji-janji yang belum terealisasi, masyarakat sudah bosan dengan narasi-narasi yang tidak berisi, masyarakat sudah tidak percaya lagi, apakah masih ada pemimpin di negeri ini?

Bila negara tidak memberikan rasa nyaman kepada rakyatnya mau kemana lagi mereka mengadu? Bila rakyat tidak ada keadilan, kemana lagi akan mencari untuk menyuarakan haknya? Membungkam masyarakat berarti menanamkan luka batin yang mendalam.

Selama ini rakyat hanya diam karena tidak kuasa untuk mengemukakan pendapatnya, karena mereka sudah jenuh, sudah tidak percaya lagi dengan pemimpinnya teriakannya dianggap angin lalu, aspirasinya dianggap basi.

Wahai para pemimpin, dengarkan jeritan rakyatmu yang tak terdengar, perhatikan bisikan nurani yang tak tersampaikan. Jutaan rakyatmu ada yang tiada jenuh berdzikir dan melantunkan doa di akhir malamnya, memohon kekuatan dan kesabaran, Saya kuatir, diantara doa-doa itu ada doa-doa yang tak engkau perkenankan.

Wahai pemimpin, engkau tidak lama hidup di dunia. Jangan sia-siakan jabatan, gunakan untuk kemaslahatan rakyatmu, engkau tidak akan menikmati semua apa yang kau raih. Jasamu yang terkenang adalah apa yang kau ukir, kebaikan-kebaikan yang kau tanamkan.

Maukah engkau dikenang kejahatan, ketika engkau sudah tertimbun tanah masih ada mulut-mulut yang menghujat dan mencelamu? atau dikenang kebaikan, bertabur pujian, walau engkau tak menginginkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun