Coba perhatikan media. Koran, tabloid, majalah, televisi, dan radio, serta media online, seolah sudah bisa merajai Indonesia. Para politikus, negarawan,ilmuwan, dosen, mahasiswa, pedagang, atau bahkan rakyat biasa sudah bisa tergerus pewacanaan dari beberapa media. Alhasil, ini menjadi sarana efektif untuk membuat suatu isu dari beberapa segelintir orang (penguasa setempat). Seringkali pemanfaatan media seperti ini dijadikan ajang diskusi oleh orang-orang media sendiri. Antara redaktur dan pemilik saham, mau-tidak mau harus bisa menarik benang merah terkait independensi redaksi. Tanpa ada campur tangan pemilik saham. Tapi apa mau dikata, beberapa media sudah menunjukkan kebebasan mereka sudah tercampuri urusan perut. Kalau jaman sekolah dulu mah ada istilah “logika tanpa logistik tidak akan jalan”. Oke lah, kalau ujung-ujungnya tetap harus duit. Saya sadari, semua orang perlu duit. Tapi jika dibalik pemberian duit atas beberapa media tersebut, ada sesuatu yang ingin didapat. Apa media tidak menyadari sudah dijadikan alat politik semata. Sadar. Saya penuh keyakinan, mereka sadar, kendaraannya ditunggangi beberapa “tokoh sandiwara” (pemilik saham) tersebut. Tapi terlepas dari itu, alangkah baiknya si tokoh sandiwara ini mau terjun langsung menjadi orang-orang media. Tidak hanya mengandalkan uang yang mereka punya, tapi otak dan kepekaan mereka terhadap kondisi bangsa yang harus didahulukan. Kalau perlu perang, ya perang dengan tulisan. Tidak seperti sekarang. Mentang-mentang beberapa media dikuasai dalam grupnya masing-masing, media dijadikan alat untuk menyerang lawannya. Kalau memang pribadi, senjatai diri dong dengan kepekaan, kecerdasan, kepedulian, dan kenegarawanan yang baik. Curahkan dalam tulisan. Tulisan bagus biasanya akan dimuat dalam media lawan. Dan itu real sebuah “karya” tokoh sandiwara yang dimaksud yang diakui media lawan, bahkan bisa jadi masukan juga bagi lawan. Tapi ingat, serangan tulisan itu harus mengarah kondisi objektif bangsa ini, tidak mengarah ke individu atau media yang ditumpangi. Jangan hanya memperalat media karena kekuasaan. Biarkanlah media berjalan dengan kebebasannya. Toh kalaupun orang biasa, dia bisa menjadi luar biasa dengan serangan serangan yang dirangkainya. Sosok pemimpin pabrik setrum sekarang misalnya, bisa berlenggang setelah sebelumnya sempat ditolak habis-habisan, karena dia memang kompeten. Atau kalau diliat, artis-artis dadakan dari kalangan biasa. Bisa bersaing di pasar hiburan tanah air tanpa harus melewati berbagai anak tangga untuk menjadi tinggi. Cukup melalui mengunggah senjatanya melalui situs atau website yang diminati masyarakat. Mereka (Para entertainer dadakan itu) bisa menjadi pesaing bagi pendahulunya. Atau bahkan bisa melebihi idolanya masing-masing. Kenapa para tokoh sandiwara tidak bisa seperti itu? Biarkan media bekerja sebagaimana mestinya. Dalam jalurnya masing-masing. OKeh Mybro..!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H