Mohon tunggu...
Rusman Turinga
Rusman Turinga Mohon Tunggu... -

Mencari dan berbagi sebait narasi pengetahuan (ide dan pengalaman)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyimak Petani Tarakan (Catatan Berserakan)

31 Desember 2015   16:10 Diperbarui: 31 Desember 2015   16:34 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejak mendarat, untuk pertama kalinya, di Bumi Paguntaka ini, beberapa rencana mentah segera menantang. Setidaknya di kepala. Bilangan tempat yang harus dikunjungi mulai berjejal. Di antaranya mungkin unik. Atau setidaknya pasti menyimpan sesuatu. Sesuatu yang perlu diketahui, lalu dinarasikan.

Setelah Pantai Amal, Rumah Bundar, Hutan Mangrove dan Gua Maria, kini giliran yang lain. Sebuah penggiliran yang tak matang di rencana. Mengapa? Pengetahuanku seputar tempat-tempat tertentu yang sering dikunjungi orang-orang di Kota ini belum lengkap. Semua mengalir begitu saja, tapi tidak seperti air. Saya tahu kalau ada sawah dari cerita seorang teman sesama perantauan. Entah dari mana pangkalnya. Di suatu waktu, tiba-tiba saja obrolan tentang sawah jadi menu penutup makan sahur. Dia menyarankan jalan-jalan di Karungan. Sebuah tempat yang benar-benar asing di telingaku. Menyebut kata itu, saya mencoba memenggalnya menjadi karung dan -an. Sontak saja ulahku mengundang tawa teman. Ternyata, “Karungan” adalah kata tak diberi imbuhan. Itu nama sebuah Lingkungan di Kelurahan Mamburungan Timur. Kenapa disebut Karungan? Saya meraba-raba, karena ada karung-karung gabah.

Catatan 1

Esoknya, hari ke-26 Juli, keputusan ke sana sudah bulat. Apalagi setelah tahu bahwa tidak banyak orang di Tarakan yang tahu kalau ada sawah di Kota Pulau ini. Menunggangi Beat Merah pinjaman. Beberapa kali singgah, bertanya pada warga di sepanjang jalan. Tak banyak membantu. Satu-satunya petunjuk terbaik, “lurus saja terus, mas!”. Ternyata, hanya perlu menempuh jarak sekian kilometer, hamparan sawah segera menyejukkan pandangan. Cukup luas, sekitar 7 ha. Beberapa orang petani tampak sibuk mengolah gabah pada mesin penggiling. Rasanya, ingin segera menghambur ke para petani itu. Ngobrol sembari meneguk kopi, andai saja tidak sedang puasa. Rasa penasaran menyeretku mendeteksi lokasi lain. Sepertinya masih ada sawah-sawah lain.

Benar saja, ada sawah lagi. Tepatnya di RT 6 Tanjung Pasir. Dilihat sekilas, luasnya tak seberapa dibandingkan dengan sawah sebelumnya. Persis di pinggir jalan, hanya berjarak sekitar 15 meter dari pinggir jalan, berdiri sepotong papan yang terpaku di tiang ramping. Di situ tertulis, “Kelompok Tani Tuo Marannu”. Ada juga nama sebuah perusahaan, mungkin ‘pengasuh’ kelompok itu. Menurut keterangan warga sekitar, di Kelurahan Mamburungan Timur terdapat 5 lokasi persawahan. Tunggangan kembali ‘berpacu’ dengan aspal. Sayangnya, Matahari makin beranjak ke Barat. Hanya tiga di antaranya yang saya datangi. Karenanya, hari-hari berikutnya kuputuskan menuntaskan dahaga keingintahuan ini. Meski tak sistematis ala penelitian tugas akhir, saya menghabiskan cukup banyak waktu dan energi. Berikut intisari hasil obrolan saya dengan beberapa petani di lokasi sawah berbeda. (bersambung).

 

Tarakan, 9 September 2015

Rusman Turinga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun