Mohon tunggu...
Rusman Turinga
Rusman Turinga Mohon Tunggu... -

Mencari dan berbagi sebait narasi pengetahuan (ide dan pengalaman)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seputar Kongres Yakusa ke-29 (Catatan dari Arena)

6 Februari 2016   02:48 Diperbarui: 6 Februari 2016   03:39 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yah, media seperti Tempo, Kompas, dan Rakyatku cukup berhasil dalam lomba demonisasi kali ini. Tapi apa yang salah? Objektifitas bagi media seperti ini adalah variabel ke sekian setelah “sale”, bukan? Lagi pula, perkelahian dan sejenisnya dalam setiap Kongres HmI adalah “bagian dari dinamika dan proses niscaya yang harus dilewati dalam berorganisasi untuk membentuk mentalmu dinda”, begitu fatwa para kakanda bukan? Dengan kata lain, upaya demonisasi oleh media didukung secara aktif dari ‘dalam’ bukan? (Maaf), dalam hal ini saya lebih suka menyebutnya “kecelakaan dalam proses”.

Benar, ‘kecelakaan-kecelakaan’ dalam proses ini dilakukan oknum, baik ‘pekerja’ teknis maupun konseptornya. Karenanya, mereka yang merasa “HmI sekali” bahkan yang baru kemarin sore ber-HmI menemukan alasan untuk marah kala media menggeneralisasi. Tapi jangan lupa, media tidak punya cukup sumber daya untuk melakukan kajian akademik ala tradisi kampus untuk memilah yang mana tindakan representatif HmI dan yang mana tindakan oknum, selain faktanya itu bukan pekerjaan media. So, jangan lebay berharap pada media.

*********

Di awal pelaksanaan Kongres, saya lebih banyak menghabiskan waktu di arena ‘udara’. Mengikuti setiap rilis yang dikeluarkan para kandidat, juga suasana Kongres terkini versi media. Dari segi content, beberapa rilis para kandidat cukup menarik, di antaranya berbicara tentang gagasan-gagasan besar dan harapan-harapan mulia untuk himpunan, terlepas dari bingkai politik pencitraan.

Sebuah artikel yang ditulis oleh kandidat (mungkin Tim) sangat menarik. Gagasan utamanya seputar kalkulasi keuntungan ekonomi warga Pekanbaru dengan adanya Kongres HmI. Tujuannya jelas, menepis opini ‘sesat’ publik konstruk media bahwa Kongres HmI adalah benalu yang menggerogoti APBD Pemerintah Provinsi Riau. Mari berharap, data-data yang disajikan dalam artikel itu berbasis riset, bukan murni hitung-hitungan di atas kertas. Postingan lain yang juga memakai jasa media ‘lunak’, pun cukup banyak yang bernada sama, berusaha meluruskan (?).

Sayangnya, perlawanan udara itu tak menuai hasil gemilang, kesan bahwa kegiatan seremonial terbesar HmI ini merupakan kegiatan yang paling boros, terus saja menggelinding. Apa yang salah? Faktor ketidakpemilikan media massa berkelas oleh para kandidat untuk mendukung perang udara itu bisa jadi salah satu sebabnya. Tapi tetap saja terlalu naïf untuk tidak mengakui bahwa kegiatan yang disebut-sebut sebagai Forum Tertinggi dalam pengambilan keputusan HmI ini memang sangat boros. Setidaknya, masyarakat awam Pekanbaru ‘hanya’ tahu bahwa kegiatan ini menelan dana sebesar 3 M yang jauh melampaui alokasi dana yang diperuntukkan pada penanganan bencana asap di Riau.

Bagaimana dengan dana yang dihabiskan setiap kandidat untuk urusan ‘dapur’? “For 01 PB HmI 2015-2017” ini diperebutkan 24 kandidat. Percayalah, setiap Bendahara Tim memiliki hitungan sendiri! Mungkin, saat ini para eks bendahara sudah mulai ‘mengevaluasi’. Tentang sumber-sumber dana, dan mungkin juga ‘menggugat’, “semahal inikah”? Biaya konsumsi, transportasi, akomodasi dan komunikasi adalah pengeluaran biasa dalam sebuah kegiatan. Tetapi akan menjadi tidak biasa ketika dikali banyak, apalagi ditambah cost “jurus terakhir”. Lalu apa yang salah dengan “Kongres HmI memang boros” ketika seorang sesepuh berfatwa: “dari dulu memang segitu”?

Mari berharap, semua energi dan sumberdaya yang dihabiskan itu berbanding lurus dengan gagasan-gagasan yang dihasilkan dalam kerangka pengawalan agenda-agenda keumatan dan kebangsaan. Gagasan-gagasan yang akan dieksekusi selama 2 tahun masa kepengurusan ke depan. Jika tidak, anggap saja sebentuk ‘investasi sosial’ yang entah kapan dan siapa yang akan panen.

 

Jakarta, 17 Desember 2015

Rusman Turinga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun