Mohon tunggu...
gania rahman
gania rahman Mohon Tunggu... -

seorang di barisan terdepan pejuang mimpi ada untuk berbagi bersama teman, kerabat dan handai tolan. calon ahli gizi yang ingin berbakti pada negeri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu ibu] Do’a di Setiap Sujudku untukmu

22 Desember 2013   15:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:37 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

91

Teruntuk ibunda ku tersayang,

Ibu semoga Alloh selalu memberikan kesabaran dan kekuatan padamu diseberang sana,

Ibu aku begitu merindukanmu..

Samar ku ingat bayangan tentang wajahmu yang lembut 10 tahun yang lalu, tentang lagu yang selalu kau nyanyikan sebelum aku tidur..

Hari itu cuaca cerah tapi hatiku mendung, kau mencium dan memelukku seakan kita tak akan pernah bisa bertemu lagi, kau berikan aku sekantung permen untuk menghentikan tangis gelisahku. 6 tahun usiaku saat itu, kau titipkan aku pada nenek dan kau sendiri pergi meninggalkanku

Ibu taukah kau setiap malam aku menangis merindukanmu, ingin agar kau kembali, aku benar-benar merasakan kesepian, kenapa kau harus pergi juga, segera setelah ayah meninggalkan kita semua untuk selama-lamanya

Lalu nenek datang memelukku, meredakan tangisku dan bercerita tentangmu, Nenek bilang kau pergi ke negeri seberang, naik raksasa udara melintas laut dari angkasa pergi ke negeri yang lain, ke negeri yang lebih kaya untuk mencari uang yang lebih banyak dari sekedar menjual sayur hasil kebun yang tak banyak, agar aku bisa sekolah, membeli seragam yang paling cantik, tas dan buku-buku berisi huruf dan angka yang akan mengubah masa depanku.

Ibu kau tahu? dalam imajinasiku kau terlihat begitu hebat, bahkan nenek pernah bercerita, bahwa diluar sanaorang-orang menyebutmu pahlawan bagi negara, pahlawan devisa, begitu sebutan mereka untukmu ibu, tapi aku tau pasti kau pahlawan bagiku. Kuceritakan semua tentangmu ibu, pada guru-guru dan teman-teman dekatku dengan rasa bangga di dada.

Ibu, berkat uang yang kau kirimkan dari negeri sebrang itu, aku bisa sekolah, aku bisa belajar menulis, menghitung, bernyanyi, solat dan berdo’a.

Malam-malam ku berikutnya aku berhenti menangis ibu, setiap aku merindukanmu aku bangun dari tidurku di sepertiga malam dan bersujud pada Alloh Sang Maha Penyayang. Kata guru di sekolahku dulu, Alloh menanti hamba-hamba-Nya berdoa di sepertiga malam terakhir disaat hamba-hamba yang lain sedang nikmat tertidur.

Kuluapkan segenap rinduku padamu dengan berbaris-baris do’a yang kulantunkan sambil menengadahkan tangan pada Alloh Yang Maha Mendengar, meminta keselamatan dan kesehatanmu selalu dan memintamu kembali pulang ke sini untuk menemaniku suatu hari nanti.

Ibu semenjak aku bisa membaca dan menulis, aku selalu menunggu datangnya sepucuk surat darimu, kubaca dan kubaca berulang-ulang setiap huruf yang kau goreskan dalam selembar kertas itu untuk memuaskan rasa rinduku padamu, walau sering aku harus menelan kekecewaan karena suratmu tak datang rutin setiap bulannya, namun aku senang, suratmu adalah hartaku yang paling berharga.

Ibu, 3 tahun terakhir semenjak surat dan uang kiriman darimu tak pernah kuterima lagi, hidup kami disini jadi lebih sulit. Namun ibu, Alloh selalu memberikan jalan-Nya yang terbaik. Aku mencoba mandiri, ku jalani semua yang aku bisa agar aku bisa terus bersekolah, dari mulai berjualan pulsa, sampai membuat dan menjajakan kue. Ibu, sekarang aku mahir dalam membuat kue-kue kering, orang-orang sangat menyukainya. Aku selalu berharap ibu disini untuk bisa mencicipi kue-kue buatanku, ibu pasti akan suka juga. Tetangga-tetangga disekitar rumah selalu membantu, memberikan modal ala kadarnya untuk usahaku dan menjadi pelanggan tetap kue-kue keringku. Oh iya ibu, aku juga berhasil mendapatkan beasiswa untuk masuk ke perguruan tinggi negeri ternama di kota Bandung gratis, hadiahku sebagai siswa berprestasi di sekolahku. Semoga ibu bangga dengan prestasiku. Aku selalu ingin membuat ibu bangga dari dulu.

Ibu, kami semua begitu mengkhawatirkan keadaanmu, semenjak tak pernah ada lagi kabar darimu, aku selalu mencari-cari berita dan informasi tentangmu ibu, di internet, di kantor kelurahan, dimanapun yang kupikir mengetahui informasi keberadaan dan keadaanmu. Saat aku dan nenek bingung kemana lagi harus mencari kabar tentangmu, aku mendengar sebuah berita yang sempat membuat jantungku berhenti. Berita tentang seorang TKW yang dituduh membunuh, berita tentang seorang TKW yang menghadapi tuntutan hukuman mati di negeri jiran di seberang sana, berita tentangmu ibu.

Setelah aku mendengar berbagai berita tentangmu di televisi dan media masa yang mengabarkan bahwa ibu tersangkut kasus yang cukup besar, dengan uang tabunganku selama beberapa bulan yang tadinya akan aku gunakan untuk menjemputmu pulang namun tak juga terkumpul itu ibu, aku nekad pergi ke jakarta, pergi ke kantor kemenkertrans. Ibu, jakarta itu ternyata kota yang benar-benar berbeda dengan kota kecil kita di Ciamis. Disana jalannya semerawut begitu penuh dengan mobil dan motor dan aku sempat tersesat saat mencari kantor kemenkertrans itu.Aku berhasil masuk ke kantor kemenkertrans dan dengan bantuan kakak sahabatku yang bekerja disana aku mengetahui cerita lengkap mengenai dirimu di sana ibu.

Ibuku sayang, tegarkan dan kuatkan hatimu disana, disini aku dan teman-teman baruku di kemenkertrans dari divisi BNP2TKI berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan engkau dari hukuman yang kejam itu. Ibu, bahkan aku menulis surat pada bapak presiden kita yang baru diangkat itu. Aku meminta bapak presiden untuk membantu usaha membebaskan ibu dari tuntutan hukuman yang memberatkan di negara seberang, walau aku tak terlalu mengharapkan banyak bantuan dari bapak presiden karena banyaknya kesibukan yang beliau miliki. Dengan bantuan teman-teman baruku aku juga berhasil menghubungi media untuk menghimpun dukungan untukmu, ibu.

Ibu, Ada banyak sekali orang yang mendukung dan mendo’akan mu ibu. Bahkan banyak yang menggalang dana untuk kebebasanmu. Pihak dari Kedubes dan Kementerian Luar Negeri juga berjanji di depan media untuk membantu kita, bahkan kudengar semua sekolah dan kantor-kantor pemerintah dikota kecil kita Ciamis mengheningkan cipta sejenak dan mendoakanmu ibu, agar engkau diselamatkan Alloh Yang Maha Kasih.

Begitu banyak yang peduli padamu ibu, buah dari perilaku dirimu yang kau tanam dulu, yang selalu peduli terhadap sesama selalu memberi pada orang yang kesusahan, padahal waktu itu kondisi kita juga tak kurang susahnya dari mereka. Semua kenangan samar bertahun lalu tentang kebaikan dan kelembutan hatimu kini selalu terbayang-bayang di benakku. Kenangan yang selalu membuat hatiku hangat saat mengingatnya. Kenangan saat kau memberikan jatah nasimu kepada aku dan nenek dengan alasan sudah kenyang, kenangan saat kau memberikan setengah uang hasil jerih payah bertani mu untuk tetangga kita yang baru tertimpa musibah, kenangan saat kau menjahitkan baju lebaran untukku setiap malam dari kain-kain perca yang kau kumpulkan dari rumah konveksidi dekat rumah, kenangan saat kita bertiga menangis bersama saat ayah pergi, saat aku tak henti menangis melihat ayah berkalang tanah, dan kau hapus air matamu menggendongku menjauh dari pusara ayah, dan mengajakku berjalan-jalan ke alun-alun kota membeli es campur kesukaanku dan menghiburku sambil berkata bahwa ayah sekarang sudah bahagia di syurga, dijamu Alloh dengan makanan dan minuman terbaik disana karena ayah adalah orang baikserta sejuta kenangan samar lain tentangmu yang tak mungkin akan ku lupa.

Ibu, aku tahu, aku sangat tahu, bahwa engkau mengotori tanganmu dengan darah bajingan laknat itu karena terpaksa, untuk membela kehormatan dan kesetiaanmu pada ayah. Aku merasakan ketakutan dan kepedihanmu ibu. Darahku mendidih dan hatiku teriris sakit disini mendengar berita tentang perlakuan mereka terhadapmu disana, berhari-hari tak bisa tidur dan tak enak makan, nenek bahkan sampai sakit, kami semua memikirkanmu, kami semua sayang padamu.

Ibu, maafkan aku, karena begitu inginnya engkau agar aku bisa sekolah dan menggapai sukses di masa depanku engkau sampai harus pergi ke negeri jiran di sebrang sana mencari nafkah untukku makan dan bersekolah. Kau bekerja keras dan menanggung derita sendiri disana bertahun-tahun, bertahan disana untuk kebahagiaanku. Ibu, dengan apa aku harus membayar segala pengorbanan dan kepedihan hatimu dan masihkah ada waktu untukku, masihkah Alloh memberi kesempatan padaku untuk dapat berbakti padamu ibu, sebagai seorang anak yang mengabdi.

Ibu dalam segala usahaku untuk membebaskan engkau dari hukuman yang tidak manusiawi itu, kadang aku begitu lelah begitu takut dan putus asa ibu, betapa inginnya aku berlari sekencang-kencangnya untuk menemuimu, memelukmu dan menangis sekencang-kencangnya di pundakmu ibu. Mengapa semua jadi seperti ini. Bertahun-tahun engkau pergi untukku, dan 3 tahun tanpa adanya kabar sama sekali darimu, saat aku tau dimana keberadaanmu, hukuman dari negeri jiran di seberang sana membayangi kita, menunggu untuk memisahkan aku denganmu selamanya. Andai aku bisa mengulang waktu yang lalu, aku ingin menahanmu pergi ke negeri sebrang bertahun yang lalu. Aku memilih hidup serba kekurangan dan perjuangan daripada harus berpisah denganmu ibu.

Ibu dalam berita selanjutnya yang aku dengar ada secercah harapan baru. Berita itu menyebutkan bahwa engkau bisa bebas dari hukuman mati yang menakutkan itu apabila kita bersedia membayar sejumlah uang. Namun nominal uang yang harus dibayar itu cukup besar, 4,8 miliar. Aku pun tak bisa membayangkan berapa karung uang 4,8 miliar itu. Penggalangan dana terus berjalan untukmu ibu, dari sesama saudara sebangsa di seluruh tanah air. Namun kuperkirakan bahwa hasilnya masih jauh dibawah tuntutan untuk pengganti hukuman mengerikan itu. Ibu, harapan terakhir kita ada di tangan para pejabat kita untuk bernegosiasi untuk bisa membebaskanmu dari hukuman dan dapat memulangkanmu kembali ke tanah air. Namun semua langkah diplomasi untuk membebaskanmu ibu, membutuhkan waktu yang cukup lama, aku harap ibu bisa bersabar disana.

Ibu, mari kita berdo’a bersama, ibu berdoa disana dan aku berdoa dari sini. Kita serahkan keputusan yang terbaik apapun itu kepada Alloh SWT.

Jangan pernah takut ibu, yakinlah bahwa semua tindakan ibu dimaksudkan untuk membela kehormatan diri dan bahwa Alloh Maha Pengampun. Ibu, jangan pernah berhenti berdoa, dan jangan pernah merasa sendiri. Sesungguhnya Alloh lebih dekat dari urat nadi kita dan ibu harus tahu bahwa aku selalu mendukung ibu, sampai saat ini pun aku masih berusaha dan mencari berbagai cara untuk membebaskanmu.

Untukmu ibu, aku berdo’a tak pernah putus disetiap sujudku, disetiap sepertiga malamku. Kumintakan pada Alloh Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, keputusan yang terbaik menurut pandangan Alloh SWT, kumintakan kesabaran dan ketegaran untuk hatimu dan hatiku, dan di hari ibu ini, dengan menundukan kepala, menengadahkan tangan dan derai air mata kumintakan keinginanku pada Alloh Yang Maha Mendengar, bahwa aku ingin diberikan kesempatan untuk dapat berbakti padamu suatu hari nanti ibu, membalas setiap perjuangan dan pengorbananmu untukku. Selamat hari ibu, duhai ibukusayang, maaf belum bisa membesuk ibu disana karena terkendala berbagai aturan ketat disana.

Ningsih anakmu, di Ciamis.

NB : Untukmembaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community (sertakanlink akun Fiksiana Commnuity sebagai berikut ini) : http://www.kompasiana.com/androgini

Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community:

http://www.facebook.com/groups/175201439229892/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun