Mohon tunggu...
Dini Wikartaatmadja
Dini Wikartaatmadja Mohon Tunggu... profesional -

Pustakawan, Penulis, Violist

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saya Dini, Seorang Pustakawan!

21 Juli 2014   15:06 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:43 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Lusa saya akan berangkat ke Pulau Anambas di Kepulauan Riau. Keberangkatan ini bagi saya seperti berjihad yang siap untuk menyerahkan jiwa dan raga untuk suatu visi yang mulia, Pengetahuan. terdengar "lebay", ya mungkin bagi seseorang atau sekelompok orang yang sudah terbiasa ke remote area mungkin akan biasa saja tapi tidak dengan saya. Butuh mental dan kesiapan yang luar biasa untuk menyambut kesempatan mulia ini. Pasalnya, ada beberapa rencana yang sudah saya susun dan hanya bisa dikerjakan di zona nyaman. Tapi rupanya Tuhan memiliki kehendak lain, Dia punya rencana indah untuk saya.

Jalan kepustakawanan yang saya pilih saat ini memang tidak lepas dari perjuangan dan keputusan-keputusan sulit. Ini adalah bagian dari perjuangan yang harus saya lewati dan selesaikan.Mengingat medan yang akan saya jalani "radikal dan ekstrim" kata yang pernah ke sana maka saya pun jadi tergelitik untuk menuliskan surat wasiat..hehhe minimal kalau terjadi sesuatu dengan saya,ada kenangan yang bisa dibaca dan menjadi bagian sejarah kepustakawanan Indonesia, walau dalam porsi yang sangaaaaaaaaaaat sangaaat kecil. Hehe

Siang itu, saya masih ingat saat kakak Bimbel bertanya akan memilih kampus mana dan jurusan mana. Dengan mantap saya menjawab Universitas Indonesia. Pemilihan kampus bukan karena UI terkenal sebagai salah satu yang terbaik tapi karena kakak saya ada di sana. Haha. Jurusan pun saya mengambil HUKUM. Dalam SPMB,peserta harus memilih dua jurusan,sebagai cadangan kalau-kalau pilihan pertama tidak diterima. Saya pun bingung untuk pilihan kedua ini. Sahabat saya memilih Sastra Indonesia. Ada juga yang Sejarah juga lainnya.

Tapi untuk pilihan kedua ini saya harus berhati-hati dan penuh perhitungan. Sebab jika Hukum tidak terjangkau maka jurusan yang kedua adalah takdir Tuhan. Untuk hal ini saya tidak mau bermain-main. Saya pun bertanya kepada Kakak Bimbel. Dengan santainya dia menjawab "ambil Ilmu Perpustakaan saja, baguus lho prospek ke depannya", katanya sambil tersenyum. Beberapa temanku yang mendengar jawaban kakak Bimbel ini hanya acuh tak acuh. Tapi berbeda dengan saya, sungguh saat itu saya berpikir. " Haaah Ilmu Perpustakaan?jurusan apa itu?penjaga buku-kah?aduh ngapain ya", tanya saya dalam hati. Sampai akhirnya bertemu dengan Abah di rumah dan mendiskusikan hal ini. Hasil "pertapaan" seorang ayah juga doa ibu akhirnya mereka mantap bilang untuk mengambil Jurusan Ilmu Perpustakaan sebagai pilihan kedua.

SPMB pun dimulai, dan saya mantap menuliskan kode Ilmu Perpustakaan sebagai pilihan kedua. Dari satu sekolah SMA 77 khusus untuk kelas IPS hanya dua yang memilih jurusan ini yakni saya dan teman saya, Novi. Selang satu bulan ujian, pengumuman pun semarak ditaruh di bebrepa media massa. Benar kejadian. Saya tidak masuk HUkum dan diterima di Ilmu Perpustakaan.

Apakah saya senang?hahhaha sejujurnya tidak. Saya kecewa. Sebab saya begitu ingin jadi Pengacara, sejak di akhir masa SMA saya "melahap" buku-buku hukum. Seperti Pengantar Ilmu Hukum, novel-novel yang berkaitan dengan profesi Pengacara sampai film-film yang berbau pengacara saya pun memburunya. Tapi takdir berkata lain, saya harus menerima untuk "ditempatkan" olehNya di Jurusan Ilmu Perpustakaan.

Pertama kali menjalani ospek fakultas hingga universitas saat ditanya teman-teman sebelah saya atau saat berkenalan di bis kuning (bikun) saya selalu minder untuk menjawab Ilmu Perpustakaan. Proses perkuliahan pun dimulai. Saya kurang tertarik dengan mata kuliahnya. Saya merasa asing. Ketidaknyamanan itu saya salurkan dengan mengikuti Seminar, Workshop, serta kegiatan-kegiatan di kampus yang menarik minat saya. Semua berbau politik, hukum dan budaya. Rasanya semua teman dan dosen pun mengetahui kalau saya tidak serius kuliah. Bahkan beberapa dosen dan banyak teman selalu mencap saya sebagai mahasiswa salah jurusan.

Dalam pergaulan di kampus saya pun lebih banyak menghabiskan waktu di Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa) bersama teman-teman dari Hukum, Teknik, Fisip dan Ekonomi. Saya benar-benar "marah" dengan takdir Tuhan. Tapi kemudian saya pun merenung, saya tidak bisa seperti ini terus. Saya yakin pasti ada maksud dan rencana kenapa Dia menempatkan saya di Jurusan yang sarat dengan dunia baca-membaca. Apalagi saya biayai kuliah sendiri sehingga setiap semester sangat berharga bagi saya dan saya harus merubah diri.

Akhirnya, saya pun berani mendatangi Prof. Sulistyo Basuki (dosen favorit saya). Saya pun berbincang dan curhat. Mengerti dengan kegelisahan saya akhirnya beliau pun menyarankan saya untuk ikut World Congress of muslim Librarian di KUala Lumpur, Malaysia. Saya kaget sekaligus penasaran. Jangan-jangan ini adalah jawaban dari doa-doa saya. Percaya atau tidak saya sering dan rajin berdoa agar mendapatkan petunjuk untuk menjalani kuliah di jurusan ini. Begini bunyi doanya,"Ya Allah kalau ini memang yang kau takdirkan untukku maka ikhlaskan aku dalam menjalani perkuliahaan ini, berikan petunjuk dalam setiap langkah yang kuambil dan keberkahan ilmu yang kupelajari di jurusan ini. Ya Allah tolongin ya..buat keajaiban agar saya menyukai jurusan ini". Begitulah doa saya. Hahaha. Setiap saya sholat pasti doa itu tidak luput saya panjatkan. Nah, saat Prof. Sulis berkata demikian, hati saya pun langsung menjawab,"ini petunjuk dan harus diikuti entah bagaiaman caranya".

Akhirnya saya pun nekat untuk datang ke Congress tersebut. Saat itu saya bersama dengan sahabta saya, Hana yang juga ingin mengikuti kongres tersebut. Kalau dia datang ke kongres sekalian untuk data skripsi kalau saya murni ingin menguji dan memastikan petunjuk Tuhan tersebut. Sangat sulit untuk berangkat ke sana. Penuh perjuangan mengingat kami bukan speaker dan juga belum pernah ada mahasiswa S1 (di jurusan saya) yang ikut Kongres Internasional ke luar negeri pula. Kalau boleh sedikit bangga, kami memecahkan rekor. Dengan penuh perjuangan berdarah-darah akhirnya saya dan Hana berangkat ke kongres tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun