Langkah besar yang dilakukan Menpora Imam Nahrawi dalam rangka pemberantasan mafia bola semakin mendapatkan dukungan dari masyarakat. Dengan dukungan penuh Pemerintah, tak terkecuali Presiden Joko Widodo beserta segenap elemen Negara, Imam Nahrawi tanpa gentar memerangi mafia bola. Hasilnya, kini para pecinta sepakbola tanah air mulai sadar bahwa sepakbola Indonesia selama ini berada dalam genggaman sebuah rezim. Hanya segelintir orang saja yang masih “keukeuh” pada pemikiran sesatnya, mereka mengingkari hati kecilnya sendiri bahwa apa yang dilakukan Menpora itu sebuah pelanggaran. Bagi yang kontra terhadap Menpora, tindakan Imam Nahrawi dianggap hanyalah bentuk pencitraan semata. Mereka pesimis bahwa dengan membekukan PSSI sama saja dengan membangunkan macan tidur. Mereka beranggapan pembekuan PSSI hanya sia-sia dan hasil akhirnya akan kembali lagi sebagaimana peristiwa masa lalu di era menpora sebelumnya.
Gebrakan Imam Nahrawi dalam program revolusi mental di bidang olahraga, khususnya sepakbola menuai banyak pujian. Imam Nahrawi bahkan telah mampu mengubah pemikiran dan stigma negatif terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Jika dahulu ada seseorang yang konsisten mendukung Prabowo-Hatta dan selalu memandang negatif apa yang dilakukan Jokowi-JK, kini banyak orang mendukung program Jokowi-JK. Tak terkecuali, ada seorang Pengamat Sepakbola Nasional yang belum begitu terkenal. Dia dahulu merupakan pendukung fanatik Pasangan Prabowo-Hatta. Namun semenjak Menpora Imam Nahrawi membekukan PSSI, Dia bersimpati pada Jokowi. Pelan namun pasti, Presiden Jokowi beserta segenap menterinya mulai menunjukkan kinerja positif terutama dalam hal pemberantasan mafia-mafia. Mulai dari mafia migas,mafia ikan, mafia kayu, mafia haji, mafia sapi, dan kini mafia sepakbola.
Setelah Tim Transisi PSSI terbentuk, diharapkan segera bekerja agar cepat menghasilkan formula dalam rangka sepakbola nasional yang bersih dan maju. Tim gemuk dari berbagai kalangan profesi ini diyakini bakal mampu mengantarkan regenerasi dan reorganisasi di tubuh PSSI. Tugas tambahan yang diemban Tim Transisi saat ini adalah mengambil alih semua kegiatan yang dilakukan Es PSSI, termasuk persiapan Timnas SEA GAMES dan keberlangsungan kompetisi. Saya sebut Es karena saat ini PSSI La Nyalla telah dibekukan oleh Kemenpora dan akan segera menerima sanksi dari FIFA. Disini saya perjelas bahwa yang disanksi oleh FIFA itu adalah PSSI, bukan NKRI. NKRI tetaplah negara dengan kedaulatan penuh yang tidak mungkin takut dengan ancaman disanksi FIFA apalagi diembargo.
Kunci utama kesuksesan Menpora pada pembekuan PSSI La Nyalla ini adalah kekompakan Pemerintah terutama pihak Kepolisian RI. Tanpa peran Kepolisian RI, niscaya apa yang dilakukan Kemenpora tersebut akan sia-sia saja. Ingat kejadian saat Menpora masih dipegang oleh Adyaksa Dault atau Andi Mallarangeng atau bahkan saat dipegang Men(3G)pora Roy Suryo, PSSI terlalu tangguh untuk ditaklukkan. PSSI saat itu masih bisa melobi pihak Kepolisian sehingga ijin pertandingan tetap diberikan. Ini membuktikan bahwa peran Kepolisian sangat vital terhadap kebijakan Menpora saat ini. Kini La Nyalla cs benar-benar tak berdaya dihadapan Pemerintah dan sudah tidak memiliki power atau apapun yang dapat disombongkan. Kepolisian RI kini harus tegas terhadap semua kegiatan PSSI. Tanpa restu Kemenpora, maka semua kegiatan PSSI tidak boleh mendapat ijin dari Kepolisian. Bahkan, kini PT Liga Indonesia yang akan menggulirkan Piala Indonesia versi PSSI harus mendapatkan ijin kepolisian. Akankah PT liga Indonesia akan berhasil menggelar Piala Indonesia tanpa melibatkan Kemenpora? kita tunggu saja.
Saya baru sadar bahwa PSSI memiliki memiliki 2 (dua) huruf “S”. “S” pertama mengandung arti bahwa para pengurus PSSI hatinya bagaikan es yang dingin dan membeku. Mereka bekerja dengan hati dan tangan dingin, tidak pernah mau menerima masukan dan kritik membangun. Sedangkan “S” yang kedua bermakna mereka memang seharusnya dibekukan sebab hati mereka terlanjur beku.
Kalau boleh usul maka PSSI harus secepatnya dibubarkan saja, dan segera diganti dengan nama ASI = Asosiasi Sepakbola Indonesia atau ABI = Asosiasi Bal-balan Indonesia. Kata Persatuan menurut saya kurang sesuai sebab telah disalahartikan dengan bersatu melakukan persekongkolan nasional dengan mengangkangi aturan dan statuta FIFA maupun PSSI sendiri. Saking bersatunya, bahkan PSSI menghentikan kompetisi pun diamini saja oleh anggota-anggota mereka, meski klub-klub merasa sekarat. Saya mengusulkan kata persatuan diganti dengan kata asosiasi saja. Kata sepakbola menurut saya juga kurang pas bagi masyarakat Indonesia, sebab dalam permainan bola kata sepak itu identik dengan kekasaran dan kekerasan. Dalam sepakbola itu yang ada adalah menendang, menyundul, mengoper, melempar, dan menggiring. Tidak ada kata menyepak, kecuali jika terjadi pelanggaran misalnya salah satu pemain menyepak pemain lawan sehingga berbuah kartu kuning. Sepakbola harusnya diganti saja dengan istilah BAL-BALAN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H