Mohon tunggu...
Abu Hisyam
Abu Hisyam Mohon Tunggu... Administrasi - Pecinta Liverpool FC dan Dewa19

BALADEWA, LIVERPUDLIAN, GUSDURIAN,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ilmu Otak Atik Gathuk, Antara Ngawur dan Logika

19 Mei 2015   13:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:50 2341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Orang Jawa seringkali mengaitkan suatu kejadian atau peristiwa dengan kejadian lain di suatu waktu dan tempat. Suatu peristiwa diolah, diotak-atik, kemudian disambungkan menjadi seakan berkaitan dengan kejadian dimasa lalu. Ilmu otak atik gathuk ini tidak hanya melahirkan sejarah baru yang mungkin saja kevalidannya masih harus diuji, tetapi juga menghadirkan keunikan tersendiri. Kata-kata dalam bahasa Jawa misalnya, dapat menjadi sebuah tuladha dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

Berikut beberapa kata di dalam bahasa Jawa yang di otak atik sehingga menghasilkan ke-gathuk-an dan ke-matuk-an:


  • Garwa   (istri /suami)      :  Sigarane Nyawa (satu hati atau separuh nafas)
  • Mati                                       :  Nikmate wis diganti (Nikmatnya sudah di ganti)
  • Matek (mati)                     :  Nikmate wis entek (Nikmatnya sudah habis)
  • Bongko (mati)                   :  Diobong neng neroko (disiksa di neraka)
  • Mbah (kakek/nenek)     :  Ngge tambah (untuk diminta menjadi tambah dana yang kurang)
  • Mbok (Ibu)                         :  Ngge tombok (untuk diminta melunasi utang kita)
  • Gedang (pisang)               : Di geget bubar madang ( dimakan setelah makan)
  • Gethuk                                 : Di geget malah mathuk (dimakan tambah enak)
  • Kripik                                   : Keri-keri neng ***pik (geli-geli sedap)

Kuatnya sugesti yang dimiliki orang jawa menyebabkan logika menjadi kurang penting. Tradisi nyekar di makam atau tradisi ziarah Walisongo misalnya, jelas membuktikan hal ini. Selalu ada hal “ghoib” yang terjadi diluar nalar logika. Sugesti tentang kekuatan, kekayaan, kesehatan, ketenangan jiwa, dan lainnya telah menyebabkan seseorang tidak mampu lagi berfikir secara logis. Apabila ada orang yang mencoba menjelaskan dengan logika berfikir normatif, tentu saja orang yang sudah tersugesti tersebut tidak bisa menerimanya. Bahkan dapat saya tegaskan bahwa sugesti mampu mengalahkan logika.

Fenomena Ponari si dukun cilik, dan beberapa peristiwa lain membuktikan bahwa sugesti sangat berpengaruh. Hal ini oleh masyarakat  jawa juga dikaitkan dengan campur tangan Tuhan, dan saya pun mengamini hal ini. Tidak ada kejadian sekecil apapun di dunia ini tanpa campur tangan Tuhan. Hanya saja masyarakat ada yang musyrik, ada juga yang meyakini hal tersebut adalah “lantaran”. Misalnya saja, para peziarah makam Auliya’ berdo’a kepada Tuhan dengan “lantaran” Auliya’ tersebut. Dengan washilah (perantaraan) Auliya’ yang memang dekat dengan Tuhan, para peziarah memohonkan do’a kepada Tuhan. Sedangkan orang yang syirik atau menyekutukan Tuhan dengan sesuatu, mereka langsung berdo’a kepada Auliya’ tersebut. Mereka memohon pertolongan kepada seseorang yang telah mati itu.

Ilmu otak atik gathuk bagi orang jawa tidak hanya sekedar ilmu ngawur, akan tetapi merupakan “sanepo” yang dapat menjadi pengingat / pangeling-eling terhadap sesuatu yang dikaitkan dengan hablum minannaas (hubungan manusia dengan manusia) dan hablum minallah (hubungan manusia dengan Tuhan). Dengan demikian ilmu otak atik gathuk telah mendapatkan tempat tinggi di masyarakat, terlepas benar atau tidaknya sesuatu yang diotak atik tersebut.

Kejadian atau peristiwa sejarah juga sering dikaitkan dengan kejadian lain diwaktu dan tempat yang berbeda. Seperti halnya beberapa tulisan saya terdahulu mengenai sejarah Nabi Sulaiman yang dikaitkan dengan Borobudur dan situs Gunung Padang, kemudian berlanjut hingga munculnya Agama Buddha. Di dalam tulisan tersebut, terus terang memang tidak ada fakta sejarah yang benar-benar membuktikan bahwa kejadian tersebut terbukti benar. Namun ada beberapa hal yang dapat dijadikan bahan berfikir dan logika sehingga sejarah versi saya tersebut menjadi tidak ngawur.

Sekedar me-review tulisan saya terdahulu tentang sejarah Nabi Sulaiman, Borobudur, Gunung Padang, dan Siddharta Gautama. Nabi Sulaiman dianugerahi Allah berupa kerajaan besar yang menguasai seluruh bumi. Tidak ada lagi kekuasaan negara yang melebihi kekuasaan Sulaiman setelah itu. Dengan demikian, Jawa (Indonesia) dahulu juga merupakan kekuasaan Sulaiman. Ratu Balqis yang berada di Jawa (Gunung Padang) akhirnya takluk oleh Sulaiman setelah istananya yang besar (Arsyun ‘Adziem) yaitu Borobudur berhasil dipindahkan oleh ahli kitabnya Nabi Sulaiman ke lembah semut di Magelang Jawa Tengah. Setelah Nabi Sulaiman meninggal dunia, Jin yang sebelumnya tunduk kepada Sulaiman menjadi bebas dan mendirikan kerajaan sendiri di Jawa. Nah, dari sini maka di kemudian hari ada kisah penumbalan tanah jawa oleh Syekh Subakir sebelum Walisongo karena saking kuatnya kekuasaan Jin di Tanah Jawa. Saat itu tanah jawa sangat gawat, begitulah kiranya cerita para ulama’ dan Kyai.

Kemudian keturunan Sulaiman dan Ratu Balqis yaitu Nabi Ilyas dan muridnya yaitu Ilyasa yang kemungkinan secara umur hampir sama dengan Siddharta Gautama melahirkan Buddha. Nabi Ilyas meninggal dibunuh didalam sebuah pohon. Apakah pohon itu pohon Bodhi ?. Cikal bakal Buddha adalah Borobudur, bukan China atau India. Ini adalah ilmu otak atik, tetapi secara logika ada pertanyaan : Patung Buddha paling tua ada dimana? Di Borobudur atau China ? atau di India ?

Inilah contoh ilmu otak atik gathuk yang secara logika adalah ngawur, tetapi secara kengawuran akan muncul sebuah logika. Dari sini sudah terlihat bahwa ilmu otak atik gathuk memang sangat penting bagi masyarakat, terutama masyarakat Jawa. Ilmu otak atik gathuk menjadi sebuah keharusan yang sangat dibutuhkan di masyarakat. Setiap ada peristiwa penting seperti gunung meletus atau gempa bumi, selalu dikaitkan dengan kejadian lain. Ramalan kitab Jawa Jayabaya contohnya, adalah fakta unik di masyarakat. Percaya atau tidak itu adalah sebuah pilihan yang bebas. Tetapi jangan sekali kali menyepelekan ilmu otak atik gathuk.

Ilmuwan kondang seperti Einstein atau Thomas Alfa Edison juga Pasteur dahulu pasti juga mengotak atik hingga menghadirkan ke-gathuk-an. Meski memang mereka tidak serta merta ngawur dalam berfikir namun menggunakan logika. Sekali lagi ilmu otak atik gathuk secara logika adalah ngawur, namun dalam perjalanan ngawurnya itu akan muncul sebuah logika.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun