Bagi sebagian besar orang Indonesia, sambal merupakan menu “wajib”. Makan tanpa ditemani sambal terasa hambar dan kurang berselera. Tidak heran ada berbagai macam jenis sambal di Nusantara ini. Ada sambal terasi, sambal tomat, sambal ijo, sambal korek, sambal bajak, sambal mentah, sambal bawang, sambal terong, sambal plelek, dan masih banyak lagi jenis sambal lainnya. Karena saya tidak akan membahas kuliner di tulisan ini, maka cukup di sini saja pembahasan mengenai sambal.
Kita sering menemukan kosakata “gertak sambal”. Makna dari gertak sambal itu sendiri adalah sebuah ancaman atau pemaksaan kehendak dengan maksud untuk menakut-nakuti. Seperti halnya gertak sambal pemerintah Australia dan Perancis yang akan menarik duta besarnya terkait kasus hukuman mati warganya di Indonesia.
Pembekuan terhadap organisasi PSSI oleh Pemerintah juga menghadirkan adanya gertak sambal. PSSI melalui ketua umum hasil KLB Surabaya, yaitu La Nyalla Matalitti (yang tidak diakui NKRI) tiada henti menebar ancaman gertak sambal kepada Menpora. Gertak sambal La Nyalla direspon dengan sangat santai oleh pemerintah dalam hal ini adalah Menpora. Menpora tahu persis permasalahan sepak bola Indonesia, maka semua manuver La Nyalla dan rekan ditanggapi dengan sikap “dingin”. Sanksi FIFA yang selama ini menjadi senjata PSSI agar Pemerintah “diam” sama sekali tidak ditakuti Menpora. Pemerintah tahu betul bahwa sanksi FIFA juga gertak sambal semata. FIFA tidak akan mungkin menskorsing Indonesia karena Indonesia adalah pasar terbesar bagi kepentingan bisnis FIFA. Walaupun pada akhirnya ada kenyataan di mana FIFA berani membekukan PSSI, toh hasil positif akan diperoleh. Sepak bola Indonesia akan menjadi maju dengan mentalitas yang baru tanpa terpengaruh mentalitas tempe sebab kepengurusan PSSI masa lalu.
Beberapa gertak sambal La Nyalla Matalitti mewakili PSSI dan anggota-anggotanya antara lain yaitu:
- Pernyataan bahwa PSSI tidak butuh pengakuan Pemerintah Indonesia karena PSSI ada di bawah FIFA bukan di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Pernyataan bahwa hasil KLB Surabaya telah diakui secara sah oleh AFC dan FIFA.
- Pernyataan bahwa Menpora tidak tahu sepak bola Indonesia. Pernyataan ini merupakan pernyataan paling konyol yang pernah saya dengar, sebab sebenarnya Menpora tahu persis kondisi sepak bola Indonesia. Tidak salah jika Menpora membekukan PSSI.
- Melakukan roadshow ke KONI, Kemenpora, Kemenko PMK, Wapres JK, DPR, dll kecuali ke KPK dan PPATK. Hasil roadshow tersebut tergolong ampuh untuk menekan Menpora.
- Melakukan koordinasi dengan anggota PSSI, di mana mereka menyatukan visi dan misi serta tetap memelihara persatuan dan kesatuan anggota. Mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan di atas kepentingan bangsa dan negara. Salah satu hasilnya adalah mendesak Menpora mengakui hasil KLB Surabaya saat pertemuan yang digagas oleh Menpora.
- Melakukan somasi kepada Menpora, dan akan melakukan gugatan ke PTUN.
- Menganjurkan kepada suporter klub untuk berpartisipasi dalam aksi menolak pembekuan PSSI.
- Mengancam akan meniadakan liga hingga satu tahun ini.
- Memberikan pernyataan bahwa PSSI terhormat di luar negeri tetapi tidak diakui di negeri sendiri.
- Anggota-anggota PSSI melaporkan besarnya kerugian-kerugian akibat mundurnya liga kepada wartawan sebagai dampak pembekuan PSSI. Disebutkan bahwa kerugian tersebut akibat ulah Menpora, padahal PSSI sendirilah yang berulah.
- Pernyataan klub-klub anggota PSSI yang akan hengkang ke liga negara lain. Ini merupakan perwujudan sikap yang lucu.
- Kebanggaan nama Presiden PSSI muncul di situs resmi FIFA dan AFC.
Menarik dinantikan gertak sambal seperti apa lagi yang akan diberikan La Nyalla Matalitti dan rekan kepada Menpora. Sambal yang mereka miliki selama ini ternyata tidak dianggap pedas oleh Menpora. Ataukah Menpora akan mengirim balik sambal dengan tingkat kepedasan yang lebih pedas kepada PSSI.
Kompasianers khususnya kanal Bola ini sepertinya juga penikmat sambal. Terbukti beberapa tulisan teman-teman seperti Mafruhin, Herry, Kotrek, Justin, Bato Kapua, Otto, Wefi, Pak Zen, Waldy dan lain-lain ada beberapa yang pedas, ada yang pedas manis, ada yang asin, ada juga yang hambar tanpa garam.
Tulisan ini ditulis tanpa menggunakan garam, penyedap rasa, pemanis dan pengawet buatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H