Mohon tunggu...
Fitriya Alam
Fitriya Alam Mohon Tunggu... -

A Lover. A Reader. An Admirer

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Saya Harus Bayar Berapa?

3 April 2014   18:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:08 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sela-sela penulisan tesis yang membuat kepala saya panas, saya tengah memikirkan hal lain. Hal yang membuat saya tidak bisa berhenti memikirkannya padahal mungkin hal tersebut merupakan hal kecil yang tidak begitu perlu diberi perhatian lebih. Tapi, menurut saya hal tersebut adalah hal kecil yang berpengaruh besar.

Jadi, sekitar tiga hari yang lalu saya tiba-tiba menerima sebuah pesan dari teman lama di kampus dulu, tiba-tiba dia mengirimi saya pesan yang pada akhirnya pesan itulah yang membuat saya menuliskan hal ini. Dia, teman saya itu, kita sebut saja dia “A” mengirimi saya pesan dalam rangka bertanya  mengenai bahasa Inggris, bagaimana rasanya menjadi guru bahasa asing tersebut, dan bagaimana rasanya setelah mahir casciscus dengan bahasa ratu Elizabeth itu, yang ternyata kesemua pertanyaan tersebut hanyalah basa basi. Setelah menjawab bahwa rasanya biasa saja dan tidak ada yang terlalu perlu dibanggakan dari hal itu karena di Indonesia sendiri ada banyak orang yang sudah mahir dengan bahasa ini, apalagi kemajuan teknologi sebenarnya sangat mendukung bagi siapa saja yang ingin belajar tidak hanya bahasa Inggris, bahkan bahasa-bahasa lain di dunia. Well, kembali ke pesan teman saya, pada akhirnya teman saya mengutarakan keinginannya untuk dibantu dalam hal memperoleh nilai TOEFL yang tinggi. Saya pikir awalnya, dia meminta untuk diberi pengarahan ataupun pembekalan TOEFL, ternyata saya terlalu berprasangka baik. Si A tidak meminta saya untuk mengajarinya ataupun memberi pembekalan, tetapi dia meminta sesuatu yang membuat saya menganga membaca pesannya. Isinya kurang lebih seperti ini ;

“Fi, di tempatmu, bisa tidak saya dibuatkan sertifikat TOEFL dengan skor yang tinggi? Dan saya harus bayar berapa? Soalnya kepepet, Fi”

Saya terdiam beberapa saat, tidak tau harus membalas pesan singkat tersebut dengan kalimat apa. Tiba-tiba saya kembali menelusuri bagaimana saya datang ke sebuah tempat bernama Pare, yang terkenal dengan “Kampung Inggris”  dengan bekal bahasa Inggris 0 (nol) bahkan mungkin minus, bergelut dengan grammar dan speaking selama berbulan-bulan, nilai TOEFL yang awalnya astaghfirullah sampai bisa jadi Alhamdulillah, sampai saya diminta membantu menjadi tutor, semuanya berkelebat di kepala saya. Semuanya tidak mudah saya dapatkan, (tidak bermaksud membanggakan diri sama sekali) dan sekarang, di depan saya ada seseorang yang minta dibuatkan sertifikat dengan nilai tinggi dengan alasan kepepet. Entah, saya tidak bisa menggambarkan apa yang saya rasa saat itu. Marah, sedih, merasa bersalah, kasian, entahlah, semuanya jadi satu.

Instan, itu yang terjadi pada mental orang-orang Indonesia (termasuk juga saya). Sedikit-sedikit pakai uang, seolah semuanya bisa ditukar dengan uang. Tidak ada proses yang dinikmati, asal terima hasil yang bagus. Satu lagi yang menjadi inti pikiran saya adalah, bagaimana mempertanggungjawabkan nilai tersebut? Okelah, nilai yang tertera di sertifikat adalah 500 sekian, ketika di tempat kerja kemudian dihadapkan pada sesuatu yang harus menggunakan skill tersebut, misalnya bertemu klien asing atau mengerjakan proyek dengan dokumen berbahasa asing, bagaimana dengan hal itu? Mau bayar siapa lagi untuk mengerjakan hal itu? *sigh. Ternyata masih ada orang-orang yang menggampangkan semuanya dengan uang. Ya, masih ada dan mungkin ada banyak.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun