Gunung-gunung itu sebagai penyangga
Ia berdiri kokoh memberi harapan
Suatu ketika anak cucu Adam datang
Anak cucu dari generasi keserakahan
Gunung mulai resah
melihat keserakahan di mata mereka
Gunung berkata seakan ketakutan
Wahai anak cucu Adam
Bukankah darah adalah sebuah dosa
Dan penantian adalah harapan
Jangan kau sentuh aku, bila di dadamu terdapat keserakahan
Mereka tak menghiraukan
Terus menyusun kayu dibalut tumpukan jerami
Gunung bertanya kepada langit
'Haruskah aku takut pada mereka ?'
Namun langit hanya terdiam
Gunung bertanya kepada tanah
'Haruskah aku takut pada mereka ?'
Namun tanah pun terdiam
Gunung mulai gemetar ketakutan
Ia kembali menatap langit dan bertanya
Bukankah mereka adalah‘penjaga’ bagiku ?
Langit pun mengirim petir dan menurunkan hujan
Ia berkata ‘ merekalah penghuni bumi’
Teman yang senantiasa berkawan dengan waktu
Bukankah itu yang kau(gunung) inginkan ?
Gunung terdiam
menatap manusia yang terus berjalan mengitarinya
Ia kembali berkata pada langit
‘namun aku melihat keserakahan di mata mereka’
‘kebodohan di kepala mereka’
‘Dan nyanyian iblis di mulut mereka’
Langit kembali terdiam
Mengirim mentari yang terang benderang
Dan berkata ‘ kau (gunung) adalah penyangga’
‘Melindungi mereka(manusia) dari roda dunia’
‘Namun keserakahan mereka adalah musuhmu’
‘Kebodohan mereka adalah lawanmu’
‘dan perangilah nyanyian iblis yang mereka dendangkan’
‘sesungguhnya itulah ketetapan bagimu’
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H