[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] SEORANG laki-laki bertanya pada pujaan hatinya, "Kenapa kamu nggak cinta aku?" Menengok sejarah perjuangan si laki-laki itu untuk merebut hati si wanita, secara logis si wanita semestinya jatuh cinta padanya. Tetapi ketika yang terjadi sebaliknya, si laki-laki bingung dan bertanya-tanya seperti itu tadi. Ada orang berkomentar, "Namanya aja cinta, bro. Mencintai tidak butuh alasan. Lantas kalau tidak cinta, mengapa jadi harus ada alasan?" Lho, justru menurut saya, cinta dan tidak cinta itu butuh alasan dan bisa dijelaskan. Pertanyaan si bro itu sudah benar. Entah ia sadari atau tidak, cinta tidak cinta itu butuh alasan dan bisa dijelaskan. Yang terjadi selama ini adalah ketika cinta TIDAK bertepuk sebelah tangan, pasangan-pasangan mengabaikan alasan-alasan yang membuat mereka saling jatuh cinta. Padahal, waktu terus bergulir dan alasan-alasan itu bisa menyusut atau berkembang. Sementara itu, ketika cinta ditolak, kita jadi kebingungan mencari penjelasan. Sebetulnya yang terjadi adalah baik cinta atau tidak cinta bisa dijelaskan. Untuk mencintai dan tidak mencintai itu memang 'butuh alasan'. Menurut saya begini: Alasan itu adalah sebetulnya kriteria. Kebanyakan kriteria yang kita buat secara sadar tergolong ke dalam lima hal: seks (mau cowok berpenampilan seperti bintang Korea), keuangan (cowok sudah kerja, atau bermasadepan cerah), komunikasi (ngobrolnya nyambung), lingkungan sosial (punya teman-teman yang sama), dan nilai-nilai sosial dan moral (baik, respek, dst.) Mitos selama ini tentang cinta adalah cinta itu datang tiba-tiba. Kita tidak mengerti kapan dan pada orang yang mana kita jatuh cinta. Memang betul, seseorang bisa jatuh cinta pada siapa pun, tetapi hal itu tak terjadi secara acak. Cinta tidak tertuju pada siapa pun. Jika bisa terjadi acak, orang dengan mudah jatuh cinta pada siapa saja. Big No. Kepada siapa seseorang jatuh cinta tidak bisa terjadi dengan serampangan dan acak. Cinta itu memilih hadir di hati seseorang untuk orang lain karena sesuatu hal. Sesuatu hal inilah yang selalu dicari-cari oleh para ahli biologi, psikolog, sampai sosiolog.
Kata para biolog salahsatunya Dr. Helen Fisher, cinta itu adalah perasaan euforia yang ditimbulkan oleh hormon dopamin dan norephineprine di otak.
Kata para psikolog salahsatunya Zick Rubin, cinta itu didorong oleh rasa keterikatan, intimitas, dan perhatian.
Kata sosiolog seperti Sal P. Restivo, cinta adalah manifestasi faktor kooperatif yang teramat penting yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan kehidupannya.
Para ilmuwan mempelajari cinta sejak lama dan menyimpulkan dari sisi ilmu mereka masing-masing. Meski demikian, temuan-temuan para ilmuwan itu mengindikasikan satu hal: mengapa kita bisa merasa bahagia ketika dekat dengan seseorang yang kita cintai, dan kita merasa biasa-biasa saja ketika dekat dengan seseorang yang tidak kita cintai, sebetulnya bisa dijelaskan. Dan penjelasan itu paling mungkin ditemukan setelah jatuh cinta. Saya bisa membuat seabrek alasan (baca: kriteria pasangan idaman) untuk mencintai. Kenyataanya, tidak bisa diprediksi kepada siapa saya akan jatuh cinta walaupun banyak pria yang masuk ke dalam kriteria itu. Lebih banyak yang terjadi adalah orang tidak membuat kriteria pasangan idaman dan rasanya tahu-tahu jatuh cinta pada seseorang. Dari situlah mitos "cinta tidak butuh alasan" itu muncul. Pada kedua kasus itu (kriteria dipersiapkan dulu maupun tidak dipersiapkan), setelah jatuh cinta seseorang sesungguhnya bisa menjelaskan mengapa ia tertarik dan mencintai orang itu, tidak yang lain. Itulah kira-kira yang dicoba ditemukan penjelasannya oleh para ilmuwan. Yang tidak bisa dijelaskan oleh ilmuwan sejauh ini adalah dari sekian banyak probabilitas orang yang akan dicintai, siapa yang akan diberi panah asmara sulit untuk diprediksi. Kriteria digunakan untuk mempersempit probabilitas, tetapi penjelasan "bagaimana datangnya cinta, mengapa jatuh cinta" hanya bisa dilakukan setelah jatuh cinta atau tidak jatuh cinta. Ilustrasinya begini: Pria A dan B dalam obrolan-obrolan dengan seorang perempuan sama-sama memiliki karakter semacam ini: A dan B berperawakan kurus jangkung, kerja di BUMN, taat beribadah, ingin punya banyak anak, sama-sama dari keluarga terpandang. Sejauh ini, semua hal itu diterima baik oleh si wanita. Tetapi, ada kalimat dari pria A yang bikin wanita itu ilang feeling: aku nggak mau pakai celana jeans, biar kamu kelak nyucinya nggak berat. Sementara pria B pernah bilang: aku nggak pengin kamu capek-capek, ntar kita bagi tugas aja untuk urusan rumah tangga. Perasaan'ilang feeling' itu sebetulnya sinyal bahwa ternyata, nggak cinta itu bisa dijelaskan. Salah satunya adalahbahwa ada prinsip-prinsip mendasar yang menurut perempuan itu tidak ketemu dengan pria A, tetapi merasa cocok dengan pria B. Ketemu feeling dengan pria B juga bisa dijelaskan. Pada kehidupan sehari-hari umumnya kita tidak pernah menganalisis perasaan itu, para ilmuwan bermaksud menjelaskannya. Lucunya, kemungkinan kita menganalisis mengapa orang lain tidak cinta pada kita meningkat ketika cinta kita ditolak. Dan, orang yang menolak cinta orang lain semestinya juga bisa lebih memberikan penjelasan. Bisa saja seorang perempuan cinta pada seseorang dan mengekspresikan sedemikian rupa selama bertahun-tahun. Sementara, orang itu hanya cengar-cengir menanggapi dan malah menikah dengan orang lain. Karena saya nggak terima, saya jadi ingin tahu: kenapa sih dia tidak cinta padaku? Kurang cantik? Kurang kaya? Kurang lembut? Apa yaaa? Dia sudah punya tunangan? Jika orang itu membaca artikel ini, semestinya dia bisa menjelaskan mengapa dia tidak tertarik apalagi cinta padaku. Karena dia nggak suka perempuan berwajah dan berperut bulat (oh, jadi ini tentang seks).Dia nggak suka perempuan yang penghasilannya pas-pasan (oh, ini soal ketahanan keuangan). Dia nggak suka perempuan yang ngomong serius terus (komunikasinya tidak nyambung). Dia nggak suka perempuan yang tidak bisa honeymoon duluan sebelum menikah (beda nilai moral). Penjelasan cinta tidak cinta itu penting untuk diketahui bagi setiap pasangan yang sedang mencinta. Dari situlah pasangan bisa bertahan pada hubungan itu. Laki-laki tertarik pada wanita tertentu mungkin karena penampilan fisiknya. Jika setelah menikah penampilan fisiknya tidak dijaga, hmmm, bisa tidak mungkin rumah tangga menjadi goyah. Di atas semua hal (alasan dan penjelasan) itu, yang paling terang adalah cinta tidak sama dengan alasan dan penjelasan itu. Seseorang bisa tertarik dengan orang lainnya karena perbedaan atau persamaan yang mereka miliki. Tetapi cinta tidak sama dengan perbedaan dan persamaan itu. Saya bisa tertarik pada seseorang yang berminat pada grup musik tertentu, tetapi saya tidak cinta. Bahwa cinta tidak sama dengan alasan dan penjelasan itulah yang sampai saat ini para ilmuwan belum bisa menjelaskan. Mereka hanya bisa menggambarkan "bagaimana datangnya cinta, mengapa cinta", tetapi belum bisa menerangkan tentang "cinta" itu sendiri. Jadi, secara logis pada ilustrasi di atas -pria yang menikahi wanita karena penampilan fisiknya itu- menggugat cerai ketika si wanita makin tahun makin tambun. Kenyataannya, hal itu tidak dilakukan oleh si pria karena alasan cinta. Pada akhirnya, cinta masih tetap misteri. Yang saya tahu, cinta bukanlah semata-mata perasaan, melainkan aksi. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H