Mohon tunggu...
Padlii Nurohman
Padlii Nurohman Mohon Tunggu... -

Nama Saya Padli Nurohman, Usia saya 18th dan saat ini sedang dalam perguruan tinggi di UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Marahnya Kedua Orang Tua

24 Februari 2015   07:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:37 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1424711395994083803

[caption id="attachment_398957" align="aligncenter" width="499" caption="twitter.com"][/caption]

Selama usia saya terus berjalan dan sampai saat ini, terkadang saya lupa akan kasih sayang dan perhatiannya orang tua terhadap saya, dan andai saja saya tahu mungkin saya tidak pernah dilahirkan dengan kondisi seperti saat ini. sejujurnya,, saya anak yang tidak pernah berbakti kepada kedua orang tua saya, dan terkadang saya malu akan mereka. dengan melihat jerih payahnya mereka, untuk terus membahagian semua anak-anaknya, dan terkadang saya ingat apa yang seharusnya saya lakukan terhadap mereka. tetapi itu semua hanya sebuah ambisi semata, dengan begitu cepatnya menghilang dari pikiran saya. saya anak kedua dari empat bersaudara, dua perempuan dan satu laki-laki. saya menyadari bahwa saya lebih buruk dari ketiga saudara saya. terkadang saya iri dengan saudara pertama saya yang selalu dimanjakan oleh kedua orang tua saya. hal itu membuat saya selalu ingin marah dan sedikit benci kepada kedua orang tua saya. memang tidak mudah untuk bisa menjadi anak yang baik,turut dan bisa menjadi kebanggan orang tua, paragraf itulah yang selalu sering saya ucapkan dalam lubuk hati saya. terkadang saya juga benci dan selalu menyalahkan akan sifat manjanya saudara pertama saya, sampai saya sering dimarahi dan dibenci oleh ibu karena hal itu. tetapi terkadang itu tidak bertahan lama, dan ibu langsung meminta maaf kepada saya. saya anak yang tidak patuh terhadap ayah saya, sampai ayah selalu ingin marah dan membenci saya. hal yang membuatnya selalu ingin marah dan membenci saya, karena saya selalu melanggar perintah dan sering mengabaikan pembicarannya ketika ia sedang berbicara serius kepada saya. saya tidak pernah lupa ketika ia sampai memukuli bagian tubuh saya dengan tiga batang lidi yang berada ditangannya. terkadang saya sempat berpikir itu hanya sebuah lelucon, tetapi kenyatannya ia benar-benar marah dan memukuli saya. dengan usia saya yang selalu bertambah, saat itu saya berusia 15 tahun, dan disitulah saya perlahan belajar memulai untuk berpikir dewasa. hal yang tidak pernah saya lupakan sampai saat ini, yaitu dengan merelakan harga dirinya seorang ayah,hanya karena ingin melihat anaknya bisa melanjutkan pendidikannya yang lebih tinggi. terkadang saya sempat mengeluarkan air mata ketika mengingat hal itu kembali.

Saya pikir bahwa ibu lebih baik dari ayah, tetapi semua itu salah, semua orang tua baik dan ingin selalu melihat anak-anaknya bahagia. seorang ayah atau ibu, ia mampu merelakan nyawanya hanya karena anaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun