Kalo melihat lokasi Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Linge, Aceh Tengah, sekilas orang merasa enggan untuk singgah kesana, selain terkesan sepi karena letaknya memang jauh dari perkampungan, dulunya lokasi tersebut hanyalah berupa lahan yang dipenuhi ilalang dan tumbuhan pakis disela-sela pohon-pohon pinus di dusun Peregen, kurang lebih 7 kilometer dari Isaq, ibukota kecamatan Linge. Tujuh tahun yang lalu, pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, telah membangun kantor balai penyuluhan itu dengan bangunan yang lumayan megah, sebuah bangunan utama ditambah dengan beberapa bangunan pendukung seperti rumah dinas koordinator balai, rumah penjaga dan musholla. Namun bangunan “megah” itu kemudian seperti sebuah bangunan “mubazir”, karena belum termanfaatkan secara optimal, lingkungan perkantoran bagi para penyuluh pertanian itu terlihat bersemak tidak terurus, rumah dinas dibiarkan kosong dan lahan di sekitar balai yang luasnya kurang lebih 2 hektare itu seperti dibiarkan tidak terurus.
Tapi semua itu hanyalah sebuah “cerita masa lalu”, karena kalo kita mengunjungi balai penyuluhan ini, justru kita akan terkagum-kagum dengan kreatifitas para penyuluh pertanian yang berada dalam binaan BP#K Linge ini. Lahan “tidur” yang dulunya hanya merupakan hamparan ilalang dan tumbuhan pakis itu, sekarang sudah berubah menjadi lahan pertanian produktif, erbagai tanaman tumbuh subur disana mulai dari cabe, tomat, kentang, jagung dan kacang kedele telah berhasil merubah “wajah” balai penyuluhan itu. Belakangan, sekeliling perkantoran balai juga sudah dipenuhi dengan pot-pot dan polybag besar berisi aneka tanaman sayuran seperti terong, bawang daun, seledri dan sebagainya. BP3K Linge sekarang benar-benar sudah berubah menjadi tempat yang nyaman dengan pemandangan bersih dan hijau.
Semua itu tidak terjadi dengan tiba-tiba seperti jatuhnya hujan dari langit, tapi melalui proses panjang dan kerja keras yang tidak kenal lelah dari para penyuluh yang bertugas di wilayah kecamatan Linge. Dan peran yang paling dominan untuk melakukan perubahan signifikan itu tidak terlepas dari konsep manajemen yang diterapkan oleh koordinator BP3K, Safrin Zailani, SP, yang mulai bertugas di balai ini sejak tahun 2011 yang lalu.
Awalnya, Safrin merasa “dibuang” dengan ditempatkannya di balai “terlantar” ini, dia tidak tau harus memulai dari mana untuk membenahi balai yang kondisinya saat itu sangat memprihatinkan itu. Tapi penyuluh pertanian muda alumni Fakultas Pertanian Universitas Gajah Putih ini bukanlah sosok yang mudah menyerah, bersama jajaran penyuluh yang ada dibawah koordinasinya, dia mulai merubah “wajah” serta “imej” buruk yang terlanjur melekat pada balai penyuluhan ini. Luar biasanya, dia rela merogoh “kocek” pribadinya untuk “mempercantik” wajah balai penyuluhan itu, puluhan juta rupiah rela dia “investasikan” untuk merubah lahan tidur di sekitar balai penyuluhan yang dia pimpin. Bukan hal yang mudah untuk menggarap lahan yang sudah puluhan tahun tidak pernah “tersentuh” itu, satu unit traktor besar dia datangkan untuk “membongkar” ilalang dan pakis yang sudah merajalela di lahan tersebut, kemudian puluh an ton pupuk kandang dia sebarkan untuk “menghidupkan” kebali lahan tidur itu.
Tahun pertama Safrin bertugas dibalai ini merupakan tahun “berat” baginya, karena untuk bisa merubah “wajah” balai penyuluhan itu, terlebih dahulu dia harus bisa merubah “mind set” dan “mainstream” para penyuluh yang berada dibawah koordinasinya, dari pola “santai” menjadi pola kerja keras.Perlu beberapa bulan untuk merubah pola fikir dan perilaku para penyuluh itu, tapi tidak ada kata putus asa dalam kamus hidup Safrin. Secara perlahan, dia mulai mampu “mengendalikan” anak buahnya untuk berbuat sesuatu yang bisa dilihat oleh masyarakat sekitar balai, sekaligus ingin menunjukkan bahwa anggapan sebagian masyarakat bahwa penyuluh tidak pernah bekerja itu tidak benar.
Sebuah prestasi yang luar biasa, hanya dalam waktu kurang dari setahun, wajah BP3K Linge telah berubah total, lahan selauas 2 hektar yang dulunya hanya ditumbuhi semak ilalang, kini telah berubah menjadi “hijau” oleh hamparan tanaman cabe dan kentang. Tanaman hortikultura itu terlihat tumbuh subur karena dipelihara dan dirawat dengan baik. Begitu juga lingkungan di sekitar kantor balai juga sudah mulai “dihiasi” warna warni tanamn bunga, sebuah pemandangan yang sangat “kontras” dengan sebelumnya.
Hasil “manis” mulai dirasakan oleh Safrin dan kawan-kawan, ketika tanaman mereka mulai measuki masa panen, puluhan ton kentang dihasilkan oleh eks lahan tidur itu, tentu itu provit yang sangat berarti. Setelah dikurangi dengan “modal” pribadi sang koordinator balai, keuntungan dari hasil usaha tani itu dibagi rata dengan para penyuluh yang ada dib alai penyuluhan itu, tentu itu menjadi pemicu bagi para penyuluh untuk terus berbuat yang terbaik, karena selain mampu merubah “imej” warga tentang kinerja para penyuluh, ternyata “kerja keras” mereka juga menghasilkan “reward” berupa tambahan penghasilan bagi mereka. Begitu juga ketiga beberapa ton cabe dihasilkan dari “kebun percobaan” itu, mereka juga memperoleh “bagian” dari kerja keras mereka.
Keberhasilan Safrin dan kawan-kawan “menghijaukan” balai penyuluhan dan lahan dsekitarnya, akhirnya “membuka mata” masyarakat di sekitar balai, banyak warga masyarakat yang dulunya enggan “melirik” balai penyuluhan ini, kemudian mulai mendatangi lokasi ini, awalnya mereka hanya datang untuk melihat-lihat saja, tapi setelah melihat langsung bagaimana para penyuluh disana mengolah tanah, menanam dan merawat tanaman, akhirnya warga masyarakat yang datang ke tempat itu, akhirnya tertarik untuk mulai belajar langsung dari Safrin dan kawan-kawan.
Kini setelah berjalan kurang lebih 5 tahun, P3K Kecamatan Linge sudah berubah total, dari balai penyuluhan yang nyaris jadi bahan olok-olok warga, menjadi sebuah tempat pembelajaran yang representative bagi para petani, tidak saja bagi masyarakat kecamatan Linge tapi juga masyarakat dari kecamatan lain di Kabupaten Aceh Tengah. Bahkan beberapa rombongan penyuluh dan petani dari luar kabupaten seperti dari Aceh Besar, Aceh Timur dan beberapa kabupaten di Sumatera Utara pernah menjadilkan balai penyuluhan ini sebagai obyek study banding mereka, banyak juga mahasiswa dari perguruan tinggi di Aceh yang menjadikan balai penyuluhan ini sebagai lokasi praktek maupun kunjungan lapangan. Safrin dan jajaran penyuluh di BP3K Linge selalu menyambut kedatangan para tamunya dengan penuh keramahan, bahkan bagi mereka yang ingin menginap beberapa hari di tempat itu, Safrin juga menyediakan tempat menginap di balai penyuluhan itu, meski dengan fasilitas seadanya.
“Mimpi” Safrin untuk menjadikan Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehuatanan (BP3K) Linge sebagai “Farmer’s Education Centre” sepertinya sudah mendekati kenyataan. Saat ini balai penyuluhan ini tidak pernah sepi dari pengunjung, antusiasme masyarakat untuk belajar langsung usaha tani ke balai penyuluhan ini semakin meningkat. Obsesi penyuluh muda energik dan inovatif itu tentu saja sejalan dengan program Kementerian Pertanian untuk menjadikan Balai Penyuluhan di kecamatan sebagai pusat informasi dan tranformasi teknologi pertanian.
Keberhasilan Safrin untuk menjadikan BP3K Linge sebagai pusat pembelajaran bagi petani, memang patut mendapatkan apresiasi yang layak. Mungkin melalui tulisan ini, pihak-pihak yang berkompeten “tergerak” untuk memberikan penghargaan kepada penyuluh yang pernah menyabet gelar penyuluh pertanian terbaik se provinsi Aceh tahun 2014 ini. Momentum peringatan hari kemerdekaan !7 Agustus 2015 yang akan datang, mungkin bisa jadi momentum bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah untuk memberikan apresiasi dan penghargaan bagi salah seorang “putra terbaik” dari Gayo ini, semoga.