Mohon tunggu...
Oriza Utami
Oriza Utami Mohon Tunggu... -

Oriza Wahyu Utami. Mahasiswi Teknik Industri Undip 2012.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Siapa Sangka (?)

17 November 2013   18:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:02 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tak tahu sampai kapan ia akan berlagak baik-baik saja.
Nyatanya semuanya tak baik.
Nyatanya, semua temannya menyadari tatapannya yang kadang tak berarah.
Menyadari fokusnya sering hilang.
Menyadari bahwa ia tak seperti biasanya.
Ia berusaha tetap menjadi "baik"
ia memang sok tegar.
Toh, ia masih sering menanggapi santai candaan teman-temannya, yang tak tahu keadaan sebenarnya.
She'll make everyone didn't see what's happen.
Tapi, Ia berubah.
Seperti kehilangan dirinya yang biasanya.
Seolah tawanya hanya untuk menutupi kesedihannya.
Ah. Ia memang seperti itu.
Betapa orang itu sangat berarti untuknya.
Walaupun, yang kutahu, sekarang orang itu seolah tak peduli.
Ah. Semesta memang kadang semena-mena, jika aku perhatikan.
Apalagi tentang masalah ia-orang itu.
Semesta, seolah mengkoordinasikan kawan-kawannya untuk membuat ia tak akan melupakan orang itu. Semacam palang pintu kereta api, atau, bisa juga semacam sirine pemadam kebakaran yang selalu hanya berbunyi disaat kritis. Disaat ia mendekati titik nol. Disaat ia hampir meyerah dengan perasaannya.
Siapa sangka?
Saat ia hampir mencapai titik nol. Tiba-tiba ia di hadapkan pada sesuatu yang berhubungan dengan orang itu, yang mau tak mau kembali memanggil rindu menyelinap dalam hati kecilnya.

Ah. Rindu, memang tak tahu diri.
Disaat ia hampir menyerah, siapa sangka? ada orang-orang yang kembali mengingatkannya tentang orang itu.
Membuatnya kembali tenggelam. Membuatnya kembali mengingat luka.
Ah. Nyatanya, usulku pun tak diterimanya.
Ia memilih menunggu. Menunggu saat yang tepat.
Aku katakan ia bodoh. Nyatanya ia tak bergeming.
Ah. Ia telah memilih.
Aku katakan lagi, ia bodoh.
Dengan gusar ia menjawab, "Kalau sekarang aku bodoh, maka aku akan menjadi lebih bodoh lagi ketika membiarkan harapanku hilang begitu saja"
Aku katakan lagi. Harapan siapa? Jangan sampai kau yang mengharap sendirian.
Ia terdiam.

Masih terdiam.

Lalu, ia berbicara, tegas. Seolah menegaskan kepada dirinya sendiri.

"Selama aku merasa aku masih punya harapan, aku pun yakin hal yang sama masih dirasakan olehnya"

Kini, giliran aku yang terdiam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun