Menjalani proses sebagai seorang mahasiswa mengajariku banyak hal. Dari hal-hal yang urgen, hingga hal-hal kecil yang jarang sekali ku fikirkan. Detik demi detik aku terus berjalan di antara fikiran yang melayang, ku biarkan tetap bebas hingga ambang kepuasan ku dapatkan. Tak ku bataskan sedikit pun, namun tak berarti meninggalkan dua hal yang sangat ku pegang erat. Karena agama juga mengajarkan tak melupakan dua hal itu, kapan pun, dan akan menjadi apa diri mu, Al-Qur’an dan Hadist.
Dua tahun sudah aku tetap memegang status sebagai seorang mahasiswa. kegiatan rutin mahasiswa yang terkadang biasa aku lakukan, duduk diam di kelas, mendengarkan dosen memberikan materi, atau yang sering ku sebut juga ‘ceramah. Sesekali gerutu ku berikan, karena melihat dosen yang bagi ku sangat membosan kan saat itu. aku pernah membaca buku, namun membaca buku itu, tak sebosan dengan aku mendengarkan apa yang dosen ini sampaikan, fikirku.
Sesekali karena penat yang sudah memuncak, ku putuskna untuk mencari kegiatan di luar, dan meninggalkan mata kuliah. Karena begitu banyak sekali, teori-teori yang disampaikan oleh beberapa dosen, ternyata sangat jauh berbeda dari real yang terjadi di masyarakat. Terlebih bagi masyarakat Indonesia. apakah seperti ini, kuliah?
Semester awal, kuliah hanya terjadi satu arah. Dosen menjelaskan, mahasiswa mendengarkan. Jika waktu 2 atau 3 SKS kuliah telah habis, maka satu per satu orang pun meninggalkan ruangan.
Ya. Memang seperti itu menjadi mahasiswa. system nya sangat jauh berbeda ketika dulu masih menjadi seorang pelajar yang semuanya serba di atur dan terjadwal.
Namun, ada satu hal yang sangat aku benci. Keika dosen melakukan hal-hal yang menurut ku itu semaunya. Aku pun tak tahu harus memihak atau mempersalahkan siapa. Dosen kah yang se enak nya, atau mahasiswa yang mau-maunya. Aku bingung harus memposisikan diri sebagai siapa yang lebih aku harus berpihak.
Ada dosen yang tiba-tiba meminta sumbangan 10ribu per orang yang entah tidak jelas di peruntuk kan apa. ketika mata kuliah nya berjalan, mahasiswa di biarkan saja, tanpa ada materi dan pengarahan yang di berikan. Dan anehnya yang ku lihat, mahasiswa nya pun ‘masa bodoh’ dan menganggap hal itu adalah hal yang wajar dan luar biasa bagi mereka.
Aku benci. Jujur aku benci dengan hal yang speerti ini. Bukan maksud untuk menjadi orang yang sok suci dan paling benar. Apakah hal ini yang akan kami bawa nanti ketika memang dunia nyata yang begitu keras harus kami lewati pada setiap individunya? Apakah memang seperti ini mahasiswa?Hah!!!!!
Dunia macam apa ini? Yang tidak aku mengerti pada setiap langkah yang ingin tuk ku lalui. Aku mengadu pada Tuhan. Dan Tuhan serasa menyuruh ku untuk mencari jawabannya sendiri agar benar-benar mengerti jalan apa yang sedang ku lewati ini, seperti biasa.
Aku tetap terdiam dengan kondisi seperti ini. Memandang bodoh pada diri yang berdiri di depan cermin yang terus memaki bayangan di depannya.
Untuk apa semua ini?
Sedang, orang tua ku sepertinya tak mengizinkan aku tuk melakukan pemberontakan terhadap dosen tersebut. Aku hanya ingin keadilan. Itu saja. Egois dan masih terlalu dangkal mungkin aku tuk memahami ini semuanya. Tapi aku tak menyukai ini…..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H