Hai kawan, bagaimana kabar kalian? Semangat saya menulis yang pernah pupus beberapa bulan lalu, alhamdulillah kini kembali lagi. Di tengah status saya sebagai fresh graduate, pikiran saya dipenuhi berbagai rasa takut yang menuai berbagai prasangka tentang harapan yang senantiasa saya dambakan akankah terwujud, bagaimana agar cita-cita saya tidak hanya sebatas bayangan semu.
Di masa sekolah, hati dan pikiran saya tertuju bagaimana cara saya agar tetap bisa kuliah walaupun dalam keadaan orang tua yang pas-pasan atau bisa dikatakan jauh dari kata kesejahteraan ekonomi. Setiap kali saya menemui seseorang mahasiswa/i di bis ketika saya berangkat sekolah, saya selalu menceritakan hal itu pada ibu saya. Bahkan saya selalu memberanikan diri untuk sekedar bertanya pada mahasiswa/i “kuliah dimana mbk?” “Di Surabaya dek,” jawabnya. Saya berharap saya juga akan ditanya seperti itu oleh orang lain ketika saya di bis atau kendaraan umum lainnya dan saya menjawab dengan jawaban yang setara dengan mahasiswa/i yang saya temui di bis itu. Saat itu saya menaruh harapan besar agar diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) entah di mana pun itu, tidak ada maksud apa-apa dalam diri saya selain karena di PTN tersedia banyak beasiswa untuk para mahasiswa/i-nya. Ibu saya selalu berkata, “semoga kamu bisa kuliah di perguruan tinggi yang kamu inginkan dan biayanya standar dengan kemampuan ibu-bapak.” Saya selalu mengamini ucapan ibu yang selalu menjadi jawaban andalannya ketika saya bercerita tentang kuliah. Akhirnya setelah lulus Madrasah Aliyah Attanwir Talun, Sumberrejo, Bojonegoro saya benar-benar bisa kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang. Alhamdulillah, harapan saya untuk bisa kuliah telah terwujud.
Saya kembali menumbuhkan harapan ketika saya menjadi mahasiswi IAIN Walisongo. Harapan itu tidak lain adalah selama saya menjadi mahasiswa jangan sampai saya hanya memilki pengalaman sebagaimana waktu sekolah, hanya belajar di ruangan atau sekali-kali study tour didampingi guru. Saya sangat berharap bisa mendapatkan yang lebih dari itu. Sebagai mahasiswi Jurusan Pendidikan Kimia tentu saya sangat berharap bisa menjadi seorang pengajar dan pendidik materi pelajaran kimia yang baik sikap dan perkataannya, serta memiliki pemikiran dan pandangan yang progresif. Tetapi di sisi lain, saya memiliki hobi menulis dan saya menaruh harapan besar agar hobi saya ini tidak hanya menjadi angan yang membatu. Saya berharap suatu hari saya bisa menghasilkan karya berbentuk buku yang berguna bagi khalayak baik sekedar sebagai pengetahuan atau bahkan sebagai referensi dalam penyusunan karya ilmiah.
Langkah saya untuk menuju harapan itu, saya mengikuti beberapa organisasi di kampus IAIN Walisongo, yaitu: Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMMAKI) Walisongo dalam bidang pendidikan, Surat Kabar Mahasiswa (SKM) AMANAT IAIN Walisongo di bagian wartawan, desk berita dan redaktur pelaksana, dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Semarang bidang Wacana dan Ketua Umum. Keluarga besar saya di Semarang adalah kawan-kawan saya di ketiga organisasi tersebut dan kawan-kawan saya selama di ma’had Walisongo serta semua yang mengenal saya tetapi tidak mengikuti ketiga organisasi tersebut dan tidak tinggal di ma’had. Dari rasa kekeluargaan yang mereka berikan kepada saya, saya memperoleh banyak pengalaman berorganisasi sekaligus rasa kasih sayang sebagai saudara yang saya tidak sanggup menuliskannya. Teirmakasih banyak kawan. Saya yakin saya tidak bisa belajar menulis di AMANAT dengan baik tanpa kehadiran kawan-kawan yang baik hati di sana. Saya juga tidak akan bisa membaur dalam diskusi HMI jika tidak ada kawan-kawan yang senantiasa memberikan saya ruang untuk belajar berbicara dan mengungkapakan pendapat. Serta tanpa kawan-kawan di HIMMAKI, saya tidak akan bisa belajar di kelas atau laboratorium dengan tenang, nyaman, dan bahagia. Itulah yang saya rasakan selama mengikuti organisasi mahasiswa hingga akhirnya saya dinyatakan lulus sebagai wisudawati Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo pada 30 Juli 2015.
Lantas setelah saya lulus, bagaimana kabar harapan yang saya sebutkan di atas? Apakah organisasi yang saya ikuti mengangkat harapan saya menjadi kenyataan? Satu ungkapan bijak yang saya peroleh pada mata pelajaran muhadzoroh sewaktu saya di MA Attanwir bahwa “bersandar pada diri sendiri adalah pokok keberhasilan”. Ungkapan tersebut memberikan sebuah pengetahuan pada saya bahwa organisasi bukanlah segalanya, tetapi dengan berorganisasi segala hal akan diperoleh. Pernyataan saya ini, saya rujuk dari slogan AMANAT “Amanat bukan segalanya, tapi segalanya berawal dari Amanat”. Organisasi tidak mampu mengangkat saya menjadi penulis terkenal tetapi organisasi mengajarkan saya bagaimana menulis yang benar dan baik. Oleh karena itu bekerja keras adalah jawaban yang tepat untuk mewujudkannya.
Setelah beberapa bulan saya memasukkan lamaran kerja sana sini. Tentunya pekerjaan yang saya cari selaras dengan harapan saya yakni bekerja di bidang penulisan atau di bidang kekimiaan. Tetapi tidak satu pun yang memanggil saya untuk interview. Minggu pertama sampai kedua saya masih nyaman bersantai di rumah. Tetapi minggu ketiga saya mulai resah dengan berbagai lamaran kerja yang saya sebar. Minggu keempat, saya lebih menutup diri dan saya hanya mengisi hari demi hari dengan beribadah sebagaimana umumnya kewajiban umat Islam kepada Sang Kholiq, mengajari tetangga-tetangga yang masih sekolah tentang materi pelajaran di sekolahnya, mengajar di Taman Pendidikan Qur’an (TPQ), dan nonton televisi. Terkadang saya merasa bosan dengan aktivitas yang monoton seperti itu, di tengah diri saya yang kurang sabar menunggu panggilan dari berbagai lamaran pekerjaan yang telah saya sabar. Akibatnya, saya terkadang merespon ucapan orang-orang di sekitar saya dengan sikap yang tidak baik, seperti hanya menjawab sekenanya ungkapan ibu yang dilontrakan kepada saya, “maafkan saya Bu, saya menyesal dan berjanji tidak mengulanginya”, semoga saya benar-benar menjaga pernyataan saya tadi Aamiin aamiin aamiin. Kondisi yang tidak baik tersebut yang kemudian memupuskan hobi menulis saya. Alhamdulillah, Allah menakdirkan saya untuk tidak terlarut dalam kondisi tersebut. Pada Rabu, 18 September 2015 saya mendapat panggilan kerja di PT Karunia Mandiri Consultant (KMC).
PT KMC merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penulisan karya ilmiah, design logo dan sejenisnya, serta Teknologi Informatika (IT). Alhamdulillah, saya diterima sebagai staff penulis karya ilmiah. Meskipun harapan saya telah terwujud bukan berarti saya berhenti menaruh harapan kepada Allah SWT, saya memiliki cita-cita untuk bisa menulis buku. Harapan inilah yang kemudian menjadi progres bagi saya untuk kembali menulis karya secara pribadi selain pekerjaan di PT KMC. Dalam hal ini saya mensunnahkan diri saya untuk menulis setiap hari, minimal setiap hari ada judul baru yang masuk folder yang saya beri nama “buku saya”. Semoga Allah memberi kekuatan pada saya untuk istiqomah atau secara kontinuitas mampu melaksanakan hal tersebut aamiin aamiin aamiin.
Kawan, selalu bersyukurlah kalian jika dalam diri kalian masih tertanam sebuah harapan. Harapan adalah anugerah yang ditancapkan Allah SWT dalam nurani seorang hamba. Tanpa harapan, seseorang tidak akan pernah tau kemana ia akan bersinggah di tengah kesibukan dan pekerjaannya. Tanpa harapan, pupus motivasi dalam diri ini. Sebab, bentuk motivasi yang paling kuat adalah sesuatu yang muncul dari dalam diri sendiri yang tidak lain adalah harapan. Adapun satu harapan yang harus selalu tertanam sangat dalam di dalam nurani yaitu harapan menuju ridho Allah SWT. Selama seorang hamba menaruh harapan-harapannya di bawah harapan mendapatkan ridho Illahi insyaAllah Allah akan selalu memudahkan jalannya untuk menuju harapan-harapannya itu. Dengan selalu bersabar, berusaha, berdoa, dan berniat dalam melakukan segala pekerjaan dan upaya atas tujuan untuk memperoleh ridho dari Allah SWT maka suatu hari pasti Allah SWT akan mewujudkan harapan-harapan tersebut. Karena takdir yang seharusnya buruk akan menjadi baik karena kekuasaan Allah SWT atas dasar upaya, doa, dan kelurusan jalan seorang hamba yang melakukannya. Sedangkan sebaliknya, takdir yang baik akan berubah menjadi buruk karena kekuasaan Allah SWT atas dasar keburukan yang dilakukannya tanpa rasa takut dan menyesal. Saya teringat tujuan besar HMI “terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan Ulul Albab yang turut bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala”. Allah SWT Maha Perkasa untuk mengubah segala sesuatu sesuai dengan yang Ia kehendaki, terkecuali takdir kematian, kelahiran, dan jodoh maka hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui dan seorang hamba tidak akan mampu mengubahnya. Tulisan ini sebagai pengantar tulisan-tulisan saya tentang berbagai hal yang saya temui di lingkungan sekitar saya, selain sebagai wujud kepekaan terhadap kondisi sosial, budaya, etika, dan religius di lingkungan sekitar, juga sebagai kajian untuk diri saya secara pribadi agar menjadi hamba Allah SWT sekaligus sebagai warga negara Indonesia yang selalu memaknai hidup bukan sekedar dari segi materi atau wujud nyata tetapi lebih dalam dari itu adalah untuk menata batin dan pikiran agar terhindar dari berbagai hal negatif yang mungkin dapat meracuni jiwa. Adapun saran yang membangun sangat saya harapkan untuk perbaikan tulisan saya ke depan. Semoga tulisan saya ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi saya khususnya aamiin. Selamat membaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H