Langit berarak. Sebatas mata memandang hanya hamparan biru yang terlihat, meski kini masih musim penghujan. Pagi yang cerah, hati pun ceria, dan hari akan indah. Hamparan warna biru lainnya menambah keelokan hari, Hamparan air di waduk Kedung Amba.
Beberapa orang ingin membuang pikiran dan matanya jauh memandang ke depan, yaitu hamparan waduk yang bernama waduk Kedung Amba. Pemandangan di waduk Kedung Amba sangat indah. Fasilitas yang disediakan cukup murah.
Jika sepi pengunjung, tiket masuk bisa didapat dengan memberikan uang seikhlasnya. Begitu masuk di kawasan waduk tersebut, hati pun akan sangat merasa bahagia. Kesejukan merasuk, dan jiwa yang resah menjadi tenang.
Perjalanan panjang, berliku, berjurang, berbatu membuat perut para pengunjung keroncongan alias lapar. Di sana tersedia banyak menu masakan berupa masakan ikan-ikan segar. Kita harus menyeberang dahulu dengan perahu untuk mendapatkan makanan dengan ikan fresh yang diunduh langsung dari penangkaran ikan. Jasa perahu yang ditawarkan tidaklah mahal. Hanya dengan Rp 10.000,00 kita bisa menyeberangi waduk tersebut dengan perahu dan kita akan dijemput nantinya ketika selesai makan.
Waduk yang menyimpan banyak keindahan, ternyata juga menyimpan banyak misteri. Ada mitos di balik keelokan waduk Kedung Amba. Bulu kuduk pun mulai berdiri tatkala mendengar kisah tersebut dari seorang petugas jasa perahu.
Di sana-sini pasti selalu ada papan yang bertuliskan “Dilarang Berenang! Sangat Berbahaya”. Bahkan ketika baru masuk di kawasan Kedung Amba tersebut sudah terpapang dengan rapi. Papan tersebut menjadi angker karena mitos.
“Di sini, orang asing dilarang berenang karena sudah banyak korban. Kalau orang daerah sini asli tidak apa-apa,” papar Joko, pelayan jasa angkut perahu.
“Beberapa tahun yang lalu, ada korban. Korbannya anak kecil. Dia dan orangtuanya tidak tahu tentang kepercayaan ini. Ketika mereka berenang, anak kecil itu tiba-tiba terseret ke tengah, padahal di sini tidak ada ombak seperti di laut selatan. Tidak hanya itu saja, sudah banyak kejadian ketika orang asing berenang,” jelas Joko lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H