Rong… rong! dren… den…den…den…
Blup! Blup!
Begitulah suara kendaraan bapakku ketika pertama kali dinyalakan di pagi hari. Mau tahu modelnya? BMW. Betul! Aku tidak bohong. BMW, alias Bebek Merah Warnanya. Keluaran tahun 70-an. Bodi kurus ceking, persis balita kekurangan nutrisi. Jok juga kecil, membulat di bagian ujung. Coba lihat, kalau ibu membonceng bapak. Pasti ibu akan merangkul pinggang bapak erat-erat. Bukan karena ingin dibilang mesra. Tapi ibu khawatir terjungkal!
“Pak, kapan kita bisa memiliki motor baru?” tanyaku suatu ketika. Bapak tersenyum. Aku tahu makna senyum itu. Senyuman pasrah dari bapak yang jawabannya kira-kira begini: ”Kapan-kapan Le. Insya Allah”.
Bapak adalah seorang guru SMP swasta di desaku. Tapi, tidak seperti makhluk hidup yang mengalami proses tumbuh kembang, SMP tempat bapak mengajar masih saja kecil dari dulu sampai sekarang. Kecil bangunannya, sedikit muridnya, dan dan apalagi kalau bukan kecil gajinya. Aku tahu pasti, karena bapakku bukan pegawai negri.
Malam ini, bapak terlihat berbicara dengan ibu yang sedang menjahit seragam bapak yang robek.
“Bu, tadi pagi aku sudah menerima tunjangan profesiku sebagai pendidik yang tersertifikasi. Alhamdulillah. 9 juta”.
“Alhamdulillaaah…,” pekik ibu girang. Ibu sontak sujud syukur. Aku yang mendengarnya juga terkejut. Bayangkan saja, selama ini 9 juta hanya bisa kami jamah lewat angka. Aku menahan nafas mendengar bapak berbicara lagi. “Begini, Bu. Motor lama itu sudah saatnya diganti. Tidak perlu baru. Yang penting lebih muda tahunnya”. Ibu mengangguk-angguk. Aku bersorak dalam hati.
Semingggu kemudian, aku sudah melihat bapak dengan motornya. Masih berwarna merah, tapi lebih ber”nutrisi”, mengkilap, dan auw! Bapak kelihatan lebih gagah. Ketika membonceng, ibu sudah tidak begitu erat berpegangan pada pinggang bapak. Tentu karena tidak khawatir lagi terjungkal, sebab joknya lebih panjang. Tapi sepertinya kebahagiaan keluarga kami tidak berlangsung lama. Karena sebulan setelah itu, kudengar bapak berbicara pada ibu.
“Bu, Bapak dengar dari kepala sekolah, jika sampai akhir tahun ini peraturan tentang tunjangan profesional pendidik belum disahkan, maka dana yang telanjur diterima pendidik harus dikembalikan”.
Ibu terhenyak. Kaget. Bapak berkata lagi,”Kalau itu terjadi, terpaksa kita harus menjual motor itu dan kita ganti lagi dengan motor yang lama”.
Aku lemas. Terbayang lagi olehku, suasana pagi ketika BMW bapak dihidupkan.
Rong… rong! dren… den…den…den…
Blup! Blup!