Namanya Dimas Dikita Handoko, dan dia Junior !
(Salmah Naelofaria)
Begitu membaca beritanya, langsungsaya copas namanya lalu seacrh di beberapa situs sosmed. Muncullah di layar PC. Ternyata Dimas anak Medan. Bukan karena kami sama-sama anak Medan, tapi yah…ada juga rasa sedih yang lebih mendalam sesama putra daerah.
“Dimas Dikita Handoko”
Baru semester dua merantau ke Pulau Jawa, namun pulang menghadiahkan potongan jiwa yang peuh luka menganga…
Kenapa harus Dimas?
Baiklah aku ganti pertanyaannya, “kenapa harus anak lelaki?”
Oh salah, aku ganti lagi, kenapa harus “mahasiswa?”
Tapi belum logis, yang pasti “kenapa harus Junior”?
Ada apa dengan pendidikan kita ? Kalau tahun kemarin ada butiran luka di kampus X, sekarang di kampus Y, besok di kampus Z, atau di sekolah A, B,C,D,E dsb.
Ada apa dengan senior? Apakah lamanya menginjakkan kaki di dunia pendidikan menjadikan kita terlihat lebih hebat dari pada si kecil yang baru masuk dengan buku dan pensil lengkap di tasnya?
Belum tentu dia lebih buruk. Penghormatan yang diharapkan senior dari seorang juniornya kerap menjadi tiang pemecah kedua kufu itu. Kapan istilah ini ada, sebenarnya kita juga yang membesar-besarkannya.
Egoisme yang tinggi terkadang menghambat kita untuk dapat membina hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain. Kalau memang kurang merasa dihormati, tak harus tinju yang melayang, tak harus kepalanya yang diretakkan, tak harus pipi yang jadi sasaran atau kaki jadi bahan tendangan. Bukannya kita masih punya mulut yang bisa bicara dan hati yang bisa mempertimbangkan?
Yang menganiaya entah semeseter berapa tak jadi masalah, tapi yang menjadi masalah gelar seniornya disepadankan dengan gerakan jarinya yang biadab dan tidak bertanggung jawab.
Apakah tiap tahun akan lahir Dimas-dimas yang baru? Dimas yang meninggalkan keluarganya, teman-temannya, guru-gurunya dan seluruh orang yang disayangi di tempat kelahiran hanya untuk mendapatkan sebongkah perlakuan yang tidak layak untuk dikenang?
Kita semua senior… senior untuk diri kita sendiri, kita juga junior, junior untuk mengalahkan kesenioran hati kita. Mari kita kaji ulang, batu yang keras pun bisa terkikis karena tetesan hujan, sebuah penghormatanpun bisa didapatkan dari sikap dan perhatian. Bukan kekerasan.
*RIP to Dimas Dikita Handoko*
Setelah membaca FB dan twittermu serta cara2 berkomentar dengan orang lain, saya yakin kamu orang yang punya idealitas tinggi. Kekukuhan dan percaya diri yang kuat. Penundaaan untuk berjumpa dengan orang tua sewaktu sampai di Jakarta bukanlah penyebab. Namun itu adalah jalan untuk menemui sesuatu yang jadi pelajaran bagi kita kita dan tentunya seniormu yang baik hati. Stop kekerasan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H