Mohon tunggu...
Salmah Naelofaria
Salmah Naelofaria Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

\r\n\r\nMenulislah... \r\nMenulis itu pelita bagi pembaca :)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak Ludi untuk Presiden

13 Juni 2014   22:30 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:52 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sajak Ludi untuk Presiden

(Oleh :Salmah Naelofaria)

/1/

Ludi terus berjalan mengikuti Maimunah

Keringat mengucur sampai ubun-ubun basah

Tangan berlapis perban mulai menampakkan bintik merah

Ludi tidak peduli,tetap mengikuti karena takut salah arah

Cepat sedikit bodoh !

Maimunah menoleh sambil menekan telunjuknya di dahi Ludi

Ludi menelan ludah tak sanggup menatap wanita kurus tak mandi

Kalau bukan karena Johan sudah kumakan kau dari tadi

Ludi diam seribu bahasa

Ditatapnya jemari mulai kaku tak berdaya

Ikatan perban terlalu keras rasanya

Ingin membuka, tapi takut disiksa

Lagi-lagi harus berhenti di depan orang banyak

Ludi menarik nafas penuh sesak

Tangan dikepal kaki gemetar

Satukan suara pasang wajah penuh duka

Paaak… minta paak…

Paakk….minta paak…

Paaak…minta pak…

Paakk..minta pak…

Maimunah pun tak kalah aksi

Skenario panjang dibuka bibirnya sejak tadi

Kasihani kami pak…

Dia butuh obat, dan saya tak tau, semua terasa berat… 99x

Ludi terdiam menunggu giliran

Karena kalau salah, ia pasti ditendang

Di usia kecil dilatih bermimpi

Bermimpi menjadi orang miskin sejati

/2/

Tepat jam dua Maimunah membuka kantong

Ludi menganga mengharapkan sesuatu singgah dimulutnya

Lagi-lagi ia malah disiram suara murka

Maimunah menyuruh minum seteguk air saja

Aktingmu tidak bagus, Maimunah angkat bicara

Masa aku sudah serius kau malah menatap-natap jalan raya

Seharusnya pasang muka sakit tak terhingga

Dasar bodoh, besok aku tak hendak denganmu, bentaknya

Ludi diam seperti biasa

Dua minggu memang panjang rasanya

Ia hanya menunggu giliran

Kapan ia berganti pasangan dan tempat bertandang

/3/

Jam sepuluh malam di hari yang kelam

Johan datang dengan mobilnya yang hitam

Mengklakson mengaku menunggu berjam-jam

Semua dibentak dan diajak pulang

Ludi menggigil di dalam mobil

Persendian seperti lepas, merintih bibir

Siangnya hanya seteguk air

Malampun berteman susu secangkir

Ditatapnya kanan dan kiri

Soleh tertidur, adiknya melamun

Kak Titin menangis, Julita meringis

Maimunah dan Johan sibuk berpelukan sangat romantis

Tak ada yang peduli dengan tangisan

Semua terbiasa dengan ringisan

Luka di badan terkadang cuma bohongan

Tetapi kadang dibuat benaran

Kenapa Ludi ada di sini

Teringat Johan yang tegap berdiri, di depan rumahnya di pagi hari

Menebar janji dimasukkan ke sekolah pramugari

Asal ayah ibu mengizinkannya pergi

Ludi menghitung hari

Kapan ia bisa ke kampungnya kembali

Menanam padi dan menyiangi

Mencabut rumput dan menggembala sapi

Jauh beda dengan di sini

Di tiap hari selalu dibenci, dicaci maki tak segan hati

Dihantui dan terus dihantui

Untuk dapat uang lebih dari yang tadi

/4/

Kalian harus pintar cari target

Jangan salah bercerita di depan orang

Usahakan wajah seperti tak pernah kenyang

Kernyitkan dahi seolah banyak pengharapan

Ceramah Johan menutup pertemuan pagi

Ludi kembali menaiki mobil

Kali ini dia mendapat teman baru

Dia yakin diturunkan juga di tempat yang baru

Do’a Ludi terkabuljuga

Dia berdua dengan Aditya

Anak sebaya dari kampung yang sama

Cuma lebih putih dan ompong giginya

Kemarin Johan patahkan giginya

Katanya Adit sakit giginya

Darah mengalir penuh jeritan

Aditya menangis sejak semalam, hingga hari ini mata bengkak dan lebam

Orang pun menaruh iba

Adit menangis Ludi meringis

Mata sembab Adit membawa keberuntungan

Kantong Ludi penuh dengan uang logam

Ludi yakin Johan senang

Uang yang didapatkan di luar dugaan

Ia lebih senang dengan Adit di jalanan

Karena sehati dan tak pelit makanan

Tapi mungkin tidak bagi Adit

Gigi yang kuat dilepaskan memang menyakitkan

Padahal ia tak merasa ada yang goyang

Entah apa maksud dari si Johan

/5/

Kalau aku sekolah, aku sudah kelas empat

Ludi berbicara di depan gadis berjilbab

Tapi ayah sudah tiada

Ibupun pergi entah kemana

Dialog itu berulang-ulang dilafalkannya

Pada setiap orang yang dijumpainya

Adit pun tak banyak bicara

Karena saat ini dia diunjuk sebagai adik yang diam saja

Gadis berjilbab menunjukkan foto

Mesjid Raya Medan yang megah dan besar 1

Ludi berdecak dan serius mendengar

Bahwa gadis ingin mengajak keduanya shalat Ashar

Ludi dan Aditpun mengangguk

Senyum merekah teringat ayah

Tiap hari selalu mendengar ceramah

Dari wak Abdullah yang sering di musallah

Siapa tau ayah di sana

Karena itu juga tempat yang ada suara adzannya

Gadis tersenyum manis membuka pintu mobil

Ludi dan Adit sumringah masuk mobil mewah

/6/

Keduanyalupa pesan Johan

Janji jam enam, diperempatan jalan

Perempatan tempat mereka tadi pagi diturunkan

Johan mengepalkan tangan penuh dendam

Ludi dan Adit sibuk berlari di halaman mesjid

Gadis berjilbab tak henti menguntit

Sesekali menelpon, sesekali hp diotak atik

Melambaikan tangan memanggil dua bocah ganteng dan cantik

Kalian mau ikut dengan kakak?

Ke tempat yang aman tanpa Johan

Dia jahat, tak suka kebaikan

Dia seram, telah menyiksa kalian

Ludi dan Adit senang gembira

Dibawa pergi dari Johan yang sok kuasa

Dan Maimunah yang selalu menyiksa

Ludi mau, Adit apalagi..

/7/

Janji gadis berjilbab kenyataan

Mereka dibawa ke tempat mengasyikkan

Ada taman dan pepohonan

Ada rumah tua, besar dan nyaman

Tapi kenapa penghuninya banyak

Tak satupun yang dikenali

Tak satupun yang berwajah seperti gadis berjilbab tadi

Semua murung, semua tak bersahabat

Mereka tertawa terbahak-bahak

Gadis berjilbab membuka penutup kepala

Di lehernya ada tato naga

Penampilannya sangat jauh berbeda

Kalian tolol seperti bosmu

Adit ditendang Ludi ditempeleng

Uang penghasilan lepas dari tangan

Tangis memilukan mengisi ruangan

/8/

Cepat makan sebelum terlambat

Tak usah ingat Johan, dia tak ingat kalian

Kita jauh dan tak terlihat

Tetap bekerja seperti biasa

Ludi menangis menahan sakit, semalaman badannya seperti diiris

Tidur di lantai tanpa lapis, kepala pusing mendengar suara bising

Di tempat Johan lebih enak, walaupun kecil tapi dikasih kasur

Ada makanan kalau lapar, ada cemilan walau sering ditampar

Ludi memeluk Adit

Kali ini diturunkan di simpang kampus

Banyak mahasiswa yang hilir mudik

Ludi bertugas mengaku yatim tak punya duit

Ingin kembali tapi ada yang menakuti

Lelaki berbaju hitam selalu mengikuti kemana pergi

Jadi anggota baru susah dan dicurigai

Padahal hendak melarikan diri pun tak tau jalanan pasti

/9/

Ludi besok ikut dengan kak Gusti

Sekarang mandi dan ikut kakak ke Plaza Deli 2

Kita beli baju yang cocok buat Ludi

Buat besok bertemu bapak angkatmu

Antara gembira dan takut Ludi menaati

Dapat baju baru dan bapak baru

Berharap bisa keluar dari belenggu

Tapi berpikir apakah Adit boleh dibawa

Baju gaun merah berbunga

Cantik di badan Ludi yang besar walau masih berusia satu dasawarsa

Hati gembira karena tak pernah sebelumnya

Memakai baju cantik dan harganya pun selangit

Semua mata tertuju pada Ludi

Sepatu hitam melekat di kaki

Tinggi 150 centi, berat 42 kilo

Badan yang besar untuk anak seusianya

/10/

Ludi bermain di dekat akuarium besar

Lampu gemerlap menambah indah parasnya

Rambut panjang sudah dipotong tadinya

Diikat satu, dikasih pita di atasnya

Seorang bapak duduk di sampingnya

Kak Gusti mengangguk bersalaman erat

Tangannya meraih amplop putih

Bibirnya berucap ‘sampai jam dua, kalau lebih sesuai kesepakatan…

Ludi menatap penuh semangat

Bapak angkatnya ganteng berwibawa

Seperti pemain film yang sering ditontonnya

Pakai dasi, sepatu penuh gaya

Ludi ditatap, tangannya digenggam

Kening dicium diajak berjalan

Kasih sayang yang sudah lama tidak dirasakan

Teringat ayah yang sering menggendongnya di pundak

Janjinya main di taman, tapi malah masuk ke dalam

Di kamar besar ada tempat tidur terbentang

Si Bapak beraksi, Ludi pun terdiam

Tempat ini tidak seperti taman

Baju merah hanya sejam di badan

Selebihnya entah kemana menghilang

Ludi menangis merasa tersiksa

Yang terjadi ini tak pernah sebelumnya

Kenapa bapak angkat sekejam ini

Sakit terasa sampai ke ulu hati

Ludi kecil tak pernah mengerti

Kenapa semua suka menyakiti

/11/

Gusti menampar sejadi-jadi

Bersebab Ludi tak henti menangis

Menahan pipis karena sakit

Menutup mata seperti dihantui

Diam kau semua mau tidur

Bentak si botak membawa sapu tangan

Mulut Ludi ditutup tanpa rasa kasihan

Yang lain terlelap tak mendengar tangisan

Semua hari adalah neraka

Semua hari bertuhankan harta

Tak kenal mahkota dari anak dara

Yang sudah menjadi taruhannya

Ludi kecil terdiam membisu

Memegang kaleng susu biru

Menggandeng Adit yang berpura luka

Ditempel kakinya dengan perban dan obat merah

/12/

Mereka harus mendapat perlindungan

Sesuai undang-undang yang ditetapkan 3

Ini sudah termasuk kekerasan

Siapa lagi kalau bukan kita yang menyelamatkan

Ayo adik, tolong semua diceritakan

Siapa yang jahat, dan siapa yang melakukan

Berapa orang di tempat itu ? dan siapa nama bos mu?

Tanya mereka di depan wajah Ludi yang beku

Teringat akan tiga minggu yang lalu

Waktu bertemu gadis berjilbab ungu

Bertanya siapa nama bos mu yang jahat

Berubah jadi seorang penyelamat sesat

Tak hendak menjawab Ludi terdiam kaku

Matanya menatap benci orang yang sok tahu itu

Ditariknya tangan Adit hendak berlari

Tapi salah satu lelaki menahan keduanya

Ludi menangis semakin menjadi

Gadis berkacamata berkulit bersih membujuknya lagi

Apa daya Ludi berkeras hati

Jemari yang menghapus air matanya digigitnya penuh aksi

Jumlah mereka terus bertambah

Tahun ini 10,41 % teman 4

Termasuk mereka anak jalanan

Yang harus mendapatkan perlindungan

Lagi-lagi Ludi menutup telinga

Mendengar lelaki itu bercerita kepada temannya

Tentang anak jalanan seperti mereka

Sok-sok an sebagai malaikat padahal nanti akan berlaku sama

Jangan takut kakak orang baik-baik

Ayo ikut kami kita ke kantor terdekat

Kalian akan kami pulangkan

Ke bapak ibu yang lama ditinggalkan

Mendengar itu Aditterdiam

Ia membayangkan ibunya sedang menjahit pakaian

Lalu ia memeluknya dari belakang, membawa uang hasil ngemis seharian

Adit mengangguk menyetujui, Ludi menarik tangan Adit hendak berlari

Adit mendekap di dalah satu pelukan mereka

Ia menangis menatap Ludi, ia bilang ia ingin pergi

Tak mau lagi ketemu dengan Gusti

Ludi gusar merasa Adit terpengaruh, ia berlari menjauhi

Adit lenyap dibawa orang keparat

Ludi terdiam memikirkan nasib, apakah Adit akan dibawa lagi

Ke tempat penyiksaan anak-anak yang lain

Tak beda dengan Johan dan Gusti

/13/

Di sudut sana Adit sumringah

Dibawa oleh kakak yang ramah

Dipertemukan dengan ayah dan ibu

Diceritakan semua cerita kelabu

Ludi merindu pada sang Adit

Ludi tak bisa tidur di bawah lampu temaram

Di sudut sana Gusti menghitung duit

Berkeringat setelah puas memukuli Ludi karena membiarkan Adit pergi

Ludi merasa hal aneh terjadi

Tiba-tiba teringat kakak tadi

Di bajunya ada nama dan foto asli

Apakah dia orang yang baik hati

Walaupun putus sekolah, ia masih bisa membaca

Ia ingat ada tulisannya, Lolita Riski Hidayani

Mahasiswa Praktek Lapangan kelas D

Tapi tidak tau apa maksdunya

Kemana akan dicari, ia ingat namanya karena sama dengan nama adiknya Lolita

Adit dibawa kemana rimbanya, Ludi sendiri selalu menanti

Berharap Lolita lain datang menghampiri

Namun tak pernah terjadi, sebab si botak membuntuti, kalau-kalau nanti diculik lagi

Ludi terus dan terus berjalan

Di atas aspal legam panas dan berdebu

Mencari target dengan sejuta peluru

Peluru dusta dan skenario palsu

Begitu nasib si kecil Ludi

Penuh harap berjumpa dengan keluarga sejati

Setahun sudah sejak ditinggalkan

Dengan beribu janji dinobatkan agen anak jalanan

Tawa Ludi tak seperti anak lainnya

Yang diantarkan ayahnya sekolah dengan mobil mewah

Dikasih jajan dan pakaian seragam

Dibeli mainan dan pergi liburan

Pak presiden dimana kini

Itu nyanyian Ludi di setiap hari, ia ingat ayah pernah bilang

Presiden adalah pemimpin dan pelindung terpandang

Ludi mengangguk meski tak tahu makna, yang pasti dia tetap berdoa

Kalaupun presiden tidak mendengar

Mungkin yang lain kenal presiden

Kalau yang lain tak kenal presiden

Mungkin yang lain mengenal Ludi

Padang, 27 Oktober 2013 ’21:50 WIB

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun