Mohon tunggu...
Nadhila Lainuna
Nadhila Lainuna Mohon Tunggu... -

Dream to be a writer | love books, film, read and chocolate | photograpy | hang out | member of English Club and TI in Smanssaboy

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Aurat Bukan Toko

15 Mei 2013   11:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:33 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Notes kali ini menanggapi dari beragam komentar miring dan contoh nyata yang saya lihat tentang “perempuan berjilbab”
Banyak yang mengkonotasikan bahwa perempuan ber-jilbab di abad 21 ini adalah karena mode, karena ‘tuntutan’,  misalnya saja kuliah di universitas islam atau sekolah di instansi yang memang khusus mendalami agama islam. Saya tidak munafik, itu memang benar. Dan saya melihat sendiri, saat disekolah berjilbab namun saat keluar rumah lepas jilbab bahkan menggunakan pakaian yang ‘sedikit’ terbuka. Itu hak mereka, saya hanya mengamati. Mencerna pelan-pelan
Saya juga tidak munafik, saya pernah seperti itu. Saya pernah ke solo tidak memakai jilbab, saya pernah ke salatiga tidak memakai jilbab, saya pernah keliling kota Tegal tidak memakai jilbab. Tapi tentu saja saya memakai pakaian lengan panjang. Walaupun saya lepas jilbab, saya tetap risih memakai celana pendek dan kaos lengan pendek. Dan itupun tidak sering saya lakukan. Saya tahu persis bagaimana dampak nya pada pribadi saya.. tekanan metal ? of course.
Saya ingin bersikap netral di permasalahan ini.
jika semua perempuan yang memakai jilbab dituntut untuk sempurna. untuk menjadi akhwat sejati. Saya kira separuh lebih dari perempuan di dunia ini akan melepas jilbab mereka. Tidak harus menjadi sempurna untuk memakai jilbab tapi juga jangan main-main dengan tutup-buka aurat. Ini berbahaya, sungguh. Mungkin dampak nya tidak sekarang tapi nanti. Dan itu pasti.
Untuk yang sering menuntut sempurna dan sholehah, percaya tidak jika memilih untuk berjilbab juga merupakan beban ? pemikiran yang panjang ?
“tergoda” untuk melepas jilbab adalah hal biasa apalagi untuk ababil tapi ababil pun dituntut harus dewasa. Apalagi sudah SMA.
Memilih berjilbab sama saja berusaha lebih rajin ibadah. Memilih berjilbab sama saja berusaha untuk lebih menjaga lisan, sikap dan penampilan. Memilih berjilbab sama saja kita “terbatas” dalam berbagai kegiatan. Memilih berjilbab sama saja mengurangi ke intensivan pacaran seperti rangkulan di depan umum, atau mojok di tempat2 sepi. memilih berjilbab sama saja komitmen menutup aurat.
Itu adalah sederet resiko perempuan berjilbab. Kenapa saya bilang resiko ? karena itu semua SANGAT SULIT UNTUK DIJALANKAN. Penuntutan ini dan itu kadang membuat saya jengah. Saya pernah benar-benar ingin melepas jilbab karena seakan-akan jilbab menjadi batasan untuk saya melakukan suatu kegiatan. Tapi Alhamdulilllah saya belum gila dan masih bisa berfikir dampak nya.
Bagi mereka yang enteng lepas-pakai jilbab saya tidak akan membully atau menceramahi ini itu. Saya saja belum bener, lagipula pada dasar nya sulit jika bukan hati yang tergerak, bukan niat yang me latar belakangi.
Tapi sebisa mungkin di usahakan untuk meminimalkan buka-tutup itu. bukan maksud apa-apa, tapi dampak nya ke agama kita juga khan ?
“didepan alim tapi dalam nya busuk” “hah pake jilbab cuma buat nutupin ganjeng nya doang!” “mending buka jilbab daripada jelek-jelekin islam!”
Saya yakin bukan hanya saya yang sering atau setidak nya pernah mendengarkan cemooh diatas. Anda juga pernah khan ?
Tidak perlu menunggu sempurna untuk berjilbab. Karena kita tidak pernah sempurna, coba niat pelan-pelan. Intropeksi diri atau kalau perlu shalat istigosah, minta petunjuk. Jilbabin diri dulu baru pelan-pelan jilbabin hati. Saya rasa saat kita sudah deal memakai jilbab, kita akan lebih termotivasi. Contoh nya
“mau berangkat sholat tapi males banget tapi kan aku udah pake jilbab. sayang, kalau ibadah ku masih segini-gini aja” *lalu berangkat sholat
“pingin ikut bolos tapi kan aku pake jilbab ntar kesane jelek-jelekin islam. ” nah kalo yang ini saya belum sepenuhnya bisa menjalankan :D tapi setidaknya kelas 2 ini tidak separah kelas 1 dulu laah, dulu khan masih labil banget :P
Bagi mereka yang sudah enjoy dengan jilbab. Alasan berjilbab bukan lagi karena tuntutan, mode atau agar terlihat cantik. Tapi karena Islam. Jilbab bagi mereka seperti tameng, yang melindungi dari segala hal buruk. Yang menjaga dari niat-niat jelek. Yang menutupi aurat, yang menjaga harga diri mereka.
Jadi, saling menghargai itu penting. Kita menghargai mereka yang sudah ingin berjilbab, memberi semangat dan dorongan. Kita juga menghargai mereka yang masih buka-tutup karena nyatanya, berjilbab itu juga sulit tapi indah padawaktu nya (halah) tapi yah kalo sebisa mungkin di ingetin, di kasih tau. Berhenti membully sesama muslim-muslimah..
Dan please, jangan anggap note kali ini sebagai ceramah. Sok nasehati. Sok alim. Sok suci. Sok paling bener. Saya Cuma ingin berbagi, saya ingin evaluasi kembali. Saya juga masih banyak amat sangat salah, masih sering luput untuk itu kita sebagai sahabat bolehkan saling mengingatkan ?
“salah satu faktor yang membuat ayah kita / suami kita ikut masuk neraka bersama kita adalah karena mereka tidak melarang putri nya / istri nya untuk tidak berjilbab. Mereka mengizinkan putri nya / istri nya membuka aurat” sumber : Dhina Windy Astari dari buku yang lupa judul nya J
“Perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik. Perempuan yang ‘keji’ untuk laki-laki yang ‘keji’” sumber : Al-Qur’an
See ?
Semoga kita lebih bisa memahami arti saling menghargai dan toleransi. Dan terimakasih untuk teman saya yang dua tahun lalu sudah menyindir dengan amat sinis dan pedas tentang “padahal kamu jilbaban lho tapi kok…”
InsyAllah, dengan saya menulis note ini saya juga belajar bagaimana konsisten mnutup aurat. Dan mengabaikan iming-iming “kamu lebih cantik kalo nggak pake jilbab” yang ngomong gitu, anggap aja fitnah :P
Salam Semangat :D

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun